Kita mungkin tidak ditakdirkan sebagai bangsa penemu. Tapi kita boleh jadi ditakdirkan sebagai bangsa yang kreatif dan unggul. Bahkan kreativitas bangsa kita sudah dikenal dan diakui oleh penduduk di belahan dunia lainnya.
Tidak percaya?
Saya bawakan dua berita tentang kreativitas anak bangsa yang sudah diakui warga negara lain, berikut ini:
Kreativitas Tukang Reparasi Laptop
Gideon Bosker, seorang dokter yang sedang berlibur di Bali awalnya menganggap remeh orang Indonesia. Menurutnya, sangat sulit menemukan pribumi yang memiliki skill atau keterampilan seperti orang di negaranya, Amerika Serikat.
Namun, anggapan remeh itu seketika berubah menjadi ketakjuban kala laptop Bosker rusak. Padahal ada pekerjaan penting yang harus dilakukannya, meski waktu itu ia sedang liburan.
Pilihan pertamanya adalah mengirim pulang laptopnya untuk diperbaiki di service center resmi. Kedua, Bosker berencana membeli laptop baru supaya pekerjaannya cepat selesai. Namun, berkat saran petugas front desk di hotel tempat ia menginap, Bosker memilih untuk memperbaiki laptopnya di tukang reparasi laptop yang direkomendasikan petugas hotel.
Apa yang terjadi kemudian adalah rasa heran dan takjub yang memuncak ketika Bosker melihat bagaimana pemuda tukang reparasi hanya mengetuk-ngetuk beberapa bagian laptopnya sambil mendengarkan suara yang dihasilkan dengan seksama. "Hal ini mengingatkanku saat aku memeriksa pasien tua yang mengidap pneumonia,"Â terangnya.
Sejurus kemudian, bagian belakang laptop pun sudah dilepas satu per satu. Pemuda itu lalu mengutak-atik beberapa kabel dan sambungan yang ada di dalamnya. Kemudian, cover belakang laptop dikembalikan seperti semula dan kejadian mistis pun tampak. Seketika itu juga, ternyata laptop Bosker yang dari tadi tak bisa digunakan tiba-tiba berjalan seperti biasa. Bosker sendiri heran karena apa yang dilakukan pemuda tadi seperti tak ada sangkut pautnya dengan metode reparasi laptop sebagaimana yang ia lihat di negaranya.
Kreativitas tukang reparasi handphone
Berita tentang betapa kreatifnya bangsa kita yang kedua dibawakan oleh Nik Semenov, seorang warga Rusia. Dalam postingan di akun Facebooknya, Nik membandingkan cara kerja reparasi handphone di Indonesia dan di Singapura.
"In Jkt in Ambass mall: 30 min, one guy 17 years old, for idr 750k (usd 50) fixed my problem in 30 min, gave 30 days warranty and free juice while I was waiting.""In Spor they have tried to fix my phone for 1 hour, 2 people. Finally came to conclusion that I need to send it to China, it will take 3 weeks to fix and cost SGD 400," tulis Nik Semenov.
Postingan Nik pada 2017 itu sempat menjadi viral dan menuai ragam komentar dari pengguna Facebook lintas negara. Banyak yang bertanya pada Nik dimana alamat tukang reparasi iPhone yang cepat itu, dan tak sedikit pula yang mengamini pengalaman Nik, bahwa tukang reparasi handphone di Indonesia memang canggih dan sangat kreatif.
Sejak dulu, kita adalah bangsa yang kreatif
Dua berita itu hanya setitik debu diantara gurun kreativitas yang bisa dihasilkan bangsa kita. Bahkan kemerdekaan negara kita boleh dikatakan juga buah dari kreativitas para pemudanya.
Ketika para golongan tua semacam Soekarno dan Hatta hanya berniat untuk "menunggu hadiah kemerdekaan" sebagaimana yang dijanjikan Jepang, para pemuda lebih kreatif. Sukarni, Wikana, B.M. Diah, Chaerul Saleh dan pemuda lainnya berpikir kreatif bagaimana cara mempercepat proklamasi kemerdekaan, alih-alih hanya menunggu janji. Maka, terjadilah peristiwa Rengasdengklok yang berujung pada pembacaan teks Proklamasi oleh Soekarno-Hatta.
Kreativitas pula yang membuat kerajaan Majapahit bisa berdiri. Ketika itu, Raden Wijaya bertindak kreatif dengan memanfaatkan kedatangan pasukan Kubilai Khan untuk memukul mundur pasukan Jayakatwang yang sudah menjatuhkan raja Kertanegara. Ketika para pemberontak sudah terdesak dan kalah, giliran Raden Wijaya menghancurkan pasukan Mongol lewat pertempuran di Hujung Galuh.
Kita Semua Bisa Menjadi Jenius Kreatif
Kreativitas itu bukan tentang menemukan sesuatu yang baru, karena di dunia ini tidak ada yang orisinal kecuali ciptaan Tuhan. Bahkan sebuah penemuan atau ide sekalipun bisa lahir karena sudah didahului oleh ide lainnya.
Kreativitas itu seperti menghubungkan titik-titik untuk menggambar. Titiknya sudah ada. Tetapi kita sendiri yang harus memutuskan titik mana yang akan dihubungkan untuk membuat gambar yang indah yang tidak ada sebelumnya.
Untuk memiliki keajaiban kreativitas terlebih dahulu kita harus memasuki dunia imajinasi. Imajinasi dan kreativitas saling terkait erat. Imajinasi adalah memikirkan sesuatu yang tidak ada, sementara kreativitas adalah melakukan sesuatu yang bermakna dan selaras dengan imajinasi kita.
Nadiem Makarim berimajinasi bagaimana memodifikasi fitur ride sharing seperti yang sudah dilakukan Uber dengan kearifan lokal berupa sepeda motor. Maka lahirlah GoJek. Achmad Zaky berimajinasi bagaimana pengusaha UMKM bisa menjual produk dan layanan mereka secara digital, maka lahirlah Bukalapak.
Ada banyak jenius kreatif yang tersedia di dunia, di Indonesia, bahkan mungkin ada satu atau dua jenius kreatif yang tersedia di rumah kita. Anak-anak kita adalah para jenius yang kreatif karena mereka dapat memasuki dunia imajinasi mereka dengan satu jari. Anak saya hampir selalu berimajinasi tentang mobil terbang ketika dia bermain jepitan jemuran baju.
"Setiap anak adalah seorang seniman. Masalahnya adalah bagaimana tetap menjadi artis begitu dia dewasa "- Pablo Picasso.
Benar yang dikatakan Picasso. Masalah terbesar dari kita adalah bagaimana menjaga kreativitas dan kelebihan yang kita miliki seiring dengan perkembangan usia kita.
Selama ini, kita cenderung tidak menyadari apa kelebihan diri kita karena lingkungan dan orang di sekitar kita jauh lebih sering berbicara tentang kita kejelekan dan kekurangan kita. Sebuah sikap yang kita warisi dari doktrin inferioritas yang ditanamkan penjajah selama ratusan tahun.
Sebagai contoh, kita dengan mudah menyebut dan membilang kekurangan yang ada pada diri kita. Namun, betapa sulitnya ketika diminta untuk menyebutkan apa saja kelebihan yang kita miliki. Benar kan?
Benarlah apa yang dikatakan Alexander Graham Bell : "Setelah satu pintu tertutup, pintu lainnya terbuka; tetapi kerap kali kita terlalu lama memandangi dan menyesali pintu yang telah tertutup sehingga kita tidak melihat pintu yang telah dibuka untuk kita."
Jika kita tidak ditakdirkan sebagai bangsa penemu seperti bangsa-bangsa di belahan bumi barat dan timur yang lebih dulu maju, maka kita harus menjadikan kreativitas yang ada pada diri setiap anak bangsa ini sebagai pondasi untuk menjadikan bangsa kita lebih unggul dan lebih maju dari bangsa lain.
Fokuslah pada kelebihan yang kita miliki, bukan terus dibayangi oleh kekurangan yang bisa kita tutupi. Berikan sayap pada kreativitas kita, dan biarkan imajinasi membawanya terbang tinggi.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H