Mohon tunggu...
Himam Miladi
Himam Miladi Mohon Tunggu... Penulis - Penulis

Penulis Konten | warungwisata.com | Email : himammiladi@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Analisis Pilihan

Antara Putusan Sidang Mahkamah Konstitusi dan Pidato Anies Baswedan

27 Juni 2019   20:42 Diperbarui: 27 Juni 2019   20:45 882
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Memang, tidak ada kaitan langsung antara putusan sidang Mahkamah Konstitusi terkait sengketa hasil pilpres dengan pidato Anies Baswedan. Karena hingga tulisan ini ditayangkan, belum ada komentar bahkan pidato apapun dari Gubernur DKI Jakarta tersebut.

Jadi, mungkin banyak yang bertanya, pidato Anies yang manakah? Terus apa hubungannya dengan putusan Mahkamah Konstitusi dalam sidang sengketa Pilpres?

Sabar, kita runut satu per satu supaya artikel ini menemui kejelasannya. Seperti yang kita ketahui bersama, pada Kamis (27/6), Mahkamah Konstitusi menggelar sidang putusan sengketa pilpres yang diajukan pihak BPN Prabowo-Sandi selaku termohon terhadap penetapan hasil pilpres yang sudah diumumkan KPU pada 21 Mei 2019.

Dalam amar putusannya, majelis hakim MK menolak gugatan Tim Hukum BPN Prabowo-Sandi terkait penetapan hasil pilpres 2019. Dengan demikian, putusan majelis hakim MK tersebut sekaligus melegitimasi penetapan hasil pilpres oleh KPU, di mana diumumkan pasangan calon nomor 01, Joko Widodo-Ma'ruf Amin memenangkan pemilihan presiden dengan prosentase suara 55 persen.

Sebelum MK memutuskan hasil persidangan sengketa pilpres ini, banyak pihak yang berharap semua pihak nantinya akan menerima apapun hasil dan keputusan MK. Tak kurang pasangan calon presiden-wakil presiden nomor 02 yang menggugat penetapan hasil pilpres, Prabowo-Sandi juga mengajak pendukungnya untuk tidak berdemonstrasi di halaman gedung MK, sekalipun ajakan itu tidak dipatuhi sepenuhnya. Terbukti, banyak pendukung Prabowo-Sandi yang menggelar aksi dan orasi di halaman gedung tempat majelis hakim menggelar sidang putusan.

Ajakan untuk menerima putusan sidang MK ini tak lepas dari upaya rekonsiliasi nasional, yang sudah digaungkan banyak tokoh pasca pilpres dan penetapan hasil pilpres. Sejauh ini, belum tampak adanya tanda-tanda adanya rekonsiliasi nasional. Setidaknya belum ada tanda kesediaan dua tokoh yang bersaing dalam pilpres, yakni Jokowi dan Prabowo untuk bertemu. Meskipun berulangkali pihak Jokowi yang diwakili oleh Menko Maritim Luhut Binsar Panjaitan mengatakan ingin bertemu dengan Prabowo.

Ajakan untuk menerima putusan MK dan lebih jauh lagi upaya rekonsiliasi nasional sangat penting untuk dilakukan segera oleh semua pihak. Mengingat kenyataan masyarakat sudah sangat terpolarisasi akibat kontestasi pilpres sejak 2012. Namun, ajakan dan upaya ini seperti menegakkan benang basah untuk merajut kembali kain persatuan yang sudah hampir terkoyak.

Nah, dari sinilah ada kaitan antara putusan sidang MK dengan pidato Anies Baswedan, setidaknya menurut pendapat pribadi saya.

Pada peringatan Hari Lahir Pancasila 1 Juni 2019, Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan memimpin upacara peringatan yang diikuti jajaran pegawai pemprov DKI Jakarta. Dalam upacara tersebut, Anies membacakan naskah pidato, lazimnya pemimpin upacara dalam menyampaikan sambutan upacara.

Teks pidato yang dibaca Anies saat itu adalah teks pidato seragam untuk semua upacara di seluruh indonesia yang dibuat oleh tim BPIP, yang isinya lebih banyak soal keragaman dan perlunya bersatu dalam ke-bhinneka-an. Bedanya dengan pejabat dan pemimpin daerah lainnya, Anies menyampaikan pidato tambahan usai membacakan teks pidato wajib tersebut. Video pidato Anies ini lantas viral di media sosial.

Dalam pidato tambahannya, Anies menyoroti masalah minimnya keadilan. Menurut Anies, bagaimana mungkin kita membangun persatuan tanpa keadilan?

Anies mengingatkan bahwa Pancasila itu bukan sekadar soal warna-warni tampil bersama lalu seakan sudah bersatu. Hadirnya Pancasila itu adalah soal menggelar keadilan sosial bagi seluruh rakyat sehingga semua rakyat memang ingin terus bersama, semua ingin terus bersatu. Keadilan yang dirasakan rakyat akan memunculkan persatuan yang hakiki, bukan persatuan yang seremonial.

Dalam penjelasan di laman Facebook mengenai video pidatonya yang viral tersebut, Anies mengutip pidato Bung Hatta pada 1 Juni 1977, 

"Kadang-kadang dalam lingkungan petugas negara, Pancasila itu tidak diamalkan. Camkanlah, negara Republik Indonesia belum lagi berdasarkan Pancasila, apabila Pemerintah dan masyarakat belum sanggup mentaati Undang-Undang Dasar 1945, terutama belum dapat melaksanakan Pasal 27 ayat 2, pasal 31, pasal 33 dan pasal 34."

Anies juga mengutip penegasan Bung Karno tentang Keadilan Sosial dalam Pancasila dalam otobiografi yang ditulis Cindy Adams, "Nasionalisme tanpa keadilan sosial mendjadi nihilisme."

Sehingga menurut Anies, pesan utamanya adalah: pemerintah lah yang harus mulai melaksanakan Pancasila untuk menghadirkan keadilan sosial. Sudah menjadi tugas pemerintah untuk mendorong terciptanya rasa keadilan sosial di rakyat. Dari sinilah kemudian hadir rasa persatuan yang hakiki di rakyat, bukan sekadar persatuan seremonial, apalagi persatuan retorikal.

Apa yang disampaikan Anies dalam pidato tambahan saat memperingati Hari Lahir Pancasila maupun penjelasan di laman Facebooknya sejalan, atau paling tidak berkaitan erat dengan ajakan untuk menerima putusan MK sehingga bisa mempermudah upaya rekonsiliasi nasional demi merajut kembali rasa persatuan.

Sebelum sidang putusan, Ketua Mahkamah Konstitusi Anwar Usman mengatakan bahwa putusan MK tidak bisa memuaskan semua pihak. Bagi pihak yang ditolak gugatannya, tentu mereka berpikiran majelis hakim MK berlaku tidak adil. Putusan MK mereka nilai tidak mencerminkan keadilan.

Ketidakpuasan atas putusan MK yang didorong oleh timbulnya rasa ketidakadilan inilah yang menghambat tercapainya upaya rekonsiliasi nasional. Maka, sebagaimana yang dikatakan Anies Baswedan, sudah menjadi tugas pemerintah untuk mendorong terciptanya keadilan, terutama bagi pihak-pihak yang tidak puas, pihak-pihak yang selama ini tidak sejalan dengan berbagai kebijakan pemerintah.

Upaya menciptakan keadilan dalam rangka rekonsiliasi nasional ini tidak cukup hanya dilakukan dengan merangkul tokoh-tokohnya, atau bagi-bagi kekuasaan sebagaimana yang diusulkan beberapa tokoh nasional. Karena yang paling merasakan ketidakadilan itu justru dari kalangan akar rumput, dari masyarakat yang mendukung calon pemimpin mereka.

Keadilan sosial setidaknya bisa tercipta bila pemerintah bisa memberikan narasi pembangunan yang menyejukkan, yang bisa diterima semua pihak. Narasi pembangunan yang tidak mengunggulkan dan mengagungkan orang atau kelompok tertentu sebagai pihak yang paling berjasa. Narasi pembangunan yang mencerdaskan bangsa, bukan narasi yang mendegradasi akal sehat demi melanggengkan kekuasaan semata.

Pasca putusan sidang MK, kita semua tentu ingin bersatu (kembali). Namun harus diingat, persatuan itu bukanlah penyatuan. Penyatuan adalah membuat segala sesuatu seragam, sedangkan persatuan adalah mengikat komponen-komponen yang beragam dalam satu kesatuan yang berkeadilan agar bisa berjalan beriringan dan harmonis. Unity, but not uniform.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Analisis Selengkapnya
Lihat Analisis Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun