Hari sudah siang ketika saya lihat banyak peserta pelatihan penulisan konten sudah tidak fokus dengan slide modul pelajaran yang sedang saya presentasikan.Â
Materi yang diajarkan saat itu memang banyak membahas teknis pembuatan konten dan copywriting. Â Mungkin pula mereka sudah mulai lelah usai mengikuti pelatihan sejak pagi hari.
Saya lalu mencoba menyegarkan suasana supaya para peserta tidak tambah suntuk hingga membuat saya kehilangan kendali pada kelas pelatihan.
"Oke," kata saya dengan suara agak keras. "Bagaimana cara membuat konten dan copywriting dengan Call to Action untuk usaha kulinernya Ibu Widya, sesuai dengan profil customer yang diinginkannya tadi?" tanya saya. Â
Tidak ada jawaban, tapi para peserta sudah mulai mendongakkan kepala dan menaruh perhatian.
"Misalnya seperti ini...." Saya lalu mengambil spidol dan menuliskan beberapa kalimat copywriting di whiteboard.
"Mari kita lihat apakah copywriting ini terlihat bagus dan sesuai atau tidak. Nanti teman-teman bisa memberi contoh yang lain untuk jenis industri yang berbeda ya."
Saya sebenarnya malu untuk memperlihatkan tulisan tangan saya di depan umum karena begitu jeleknya, hingga cuma saya sendiri yang bisa membacanya.Â
Tapi apa boleh buat, paling tidak dengan cara ini saya bisa mengambil alih kontrol kelas pelatihan. Dan benar saja, para peserta yang mulanya asyik dengan aktivitasnya masing-masing kini menaruh perhatian penuh pada kelas.
Apa yang bisa membuat perubahan suasana tersebut? Pemateri lain mungkin mengandalkan lelucon atau humor supaya peserta tetap terjaga dan tidak suntuk dengan materi pelatihan. Tapi saya mengambil pendekatan yang berbeda.Â
Saya memilih untuk memberi contoh dan membuat ilustrasi untuk hal-hal teknis yang mungkin kurang dimengerti peserta. Saya gunakan kata-kata ajaib berikut ini:
"Misalnya....
"Contohnya seperti ini...."
"Sebagai contoh....."
Dan ternyata, cara ini bisa berfungsi seperti sihir juga dalam tulisan kita.
Mengapa Cara Ini Bekerja Seperti Sihir?
Setiap kali kita membahas konsep yang abstrak atau rumit, perhatian pembaca mulai berkurang. Istilah teknis yang kita gunakan memperlambat ritme tulisan sampai pada kecepatan seekor siput.Â
Pembaca mulai berjuang untuk memahami apa yang sedang kita coba jelaskan dan mungkin menyerah untuk menyelesaikan bacaan mereka. Lagi pula, tidak ada yang senang membaca artikel non fiksi yang sepertinya keluar dari buku teks kuliah yang padat.
Tetapi dengan menggunakan kata-kata "misalnya, contohnya" dan menghasilkan cerita yang cerdik untuk mengilustrasikan konsep yang rumit, kita dapat menyeret tulisan keluar dari awan ke dunia nyata. Dengan begitu, pembaca dapat memvisualisasikan konsep yang kita jabarkan.
Salah satu alasan mengapa buku fiksi bisa lebih laris dan diminati pembaca dibandingkan buku non fiksi adalah karena cerita yang melibatkan seseorang jauh lebih kuat daripada kumpulan data dan bahasa abstrak.Â
Para peneliti telah lama mengetahui bahwa bagian otak yang bertugas merespons input bahasa, yang disebut bagian Broca dan daerah Wernicke, terlibat dalam bagaimana otak mengartikan kata-kata tertulis.Â
Apa yang disadari oleh para ilmuwan dalam beberapa tahun terakhir adalah bahwa narasi/cerita bisa mengaktifkan banyak bagian lain dari otak kita juga.
Misalnya, ketika kita membaca sebuah cerita tentang seseorang yang berlari, ada aktivitas di korteks motorik otak kita. Itu artinya, apakah kita membaca tentang seseorang yang berlari atau melihat orang berlari dalam kehidupan nyata, "daerah neurologis yang sama distimulasi".
Pada dasarnya, ketika kita mulai bercerita otak pembaca akan menaruh perhatian dan terlibat kembali dalam tulisan. Semakin rinci dan deskriptif bahasa yang kita gunakan, semakin baik.
Ketika kita memberi tahu pembaca tentang tangan yang tersiram air panas, otak mereka mencoba merasakannya. Ketika kita memberi tahu mereka tentang aroma kue nastar yang berembus dari dapur, otak mereka juga mencoba mencium baunya.
Pada akhirnya, dengan memberi contoh atau ilustrasi berupa sebuah cerita, kita tidak hanya akan membuat tulisan jadi lebih menarik dan lebih mudah dipahami, tetapi juga membuat tulisan kita jadi lebih berkesan. Menurut artikel di Forbes, "Psikolog kognitif Jerome Bruner mengatakan, kita 22 kali lebih mungkin untuk mengingat fakta ketika itu telah dibungkus dalam sebuah cerita."
Jadi, bagaimana menggunakan cara ajaib ini dalam tulisan kita?
Pertama, lihatlah tulisan kita pada paragraf yang padat atau abstrak atau sangat teknis. Di mana pun dimungkinkan untuk menyertakan contoh tertentu, sertakanlah.
Misalnya, ada sebuah paragraf yang sangat teknis:
Ekonom menggunakan istilah keunggulan komparatif untuk menggambarkan keterampilan seseorang dalam menghasilkan barang atau jasa dengan biaya marjinal dan biaya peluang yang lebih rendah daripada orang lain.
Jika artikel itu ditujukan pada pembaca umum, mereka tentu akan kebingungan dengan bagian paragraf tersebut. Untuk membantu mereka, kita bisa menggunakan cara ajaib ini dengan menambahkan bagian yang menjelaskan konsep teknis dengan ilustrasi yang sangat singkat dan sederhana:
Ambil contoh seorang blogger dan asisten virtualnya. Blogger itu sama terampilnya dengan asisten virtualnya dalam menanggapi email. Tetapi ketika blogger itu menanggapi email sendiri, ini menghabiskan waktu berharga yang seharusnya bisa ia gunakan untuk membuat artikel di blog. Dengan demikian, biaya peluangnya lebih besar daripada asisten virtual ketika si asisten itu yang membalas email ...
Seperti yang kita lihat diatas, istilah teknis yang membingungkan bisa kita perjelas dengan ilustrasi yang tepat, dengan menggunakan kata ajaib, " Ambil contoh".Â
Dan beruntung sekali kita punya Bahasa Indonesia, karena dengan kekayaan kosakatanya, kita bisa menggunakan banyak diksi dan frasa yang maknanya serupa: Ambil contoh, Misalnya, Seperti yang dicontohkan, Sebagai contoh, Ini berarti, dan beberapa padanan kata yang lainnya.
Akhirnya, karena sudah terbiasa memasukkan cerita untuk mengilustrasikan poin teknis yang butuh penjelasan, kita bisa langsung masuk ke dalam cerita tanpa harus menggunakan kata-kata "misalnya."
Cara ajaib yang kedua adalah, kita bisa menggunakan ilustrasi atau narasi cerita untuk menghilangkan kalimat yang kabur dan hambar. Misalnya (Nah kan, saya menggunakan kata itu lagi), alih-alih menulis, "Tidak semua pembaca mengerti dan memahami berbagai istilah teknis atau paragraf yang padat,"Â kita bisa menceritakan sebuah kisah seperti yang saya tulis di paragraf awal.
Contoh lainnya adalah, alih-alih menulis "Beberapa hari ini saya menderita writer's block yang sangat parah. Tidak ada inspirasi sama sekali, dan tidak tahu harus menulis apa", kita bisa menceritakan sebuah kisah:
Jarum jam sudah menunjukkan pukul 6:00 pagi. Masih ada beberapa jam bagi saya untuk menulis tanpa gangguan sebelum berangkat kerja. Banyak penulis profesional yang mengatakan bahwa menulis di pagi hari adalah pengalaman ajaib. Tapi belakangan ini rasanya jauh berbeda dengan apa yang dirasakan para penulis profesional itu. Sejauh ini, yang berhasil saya capai dalam setengah jam terakhir hanya menulis ulang paragraf yang sama sekitar seratus kali sebelum saya menghapusnya dalam jumlah yang sama.
Nah, sekarang bandingkan sendiri, mana yang lebih berkesan?
Cara ajaib ini lebih efektif digunakan pada artikel yang ditujukan pada pembaca umum. Itu sebabnya sebuah artikel untuk umum yang isinya tentang penemuan obat untuk Alzheimer ketika diceritakan dengan kisah-kisah penderita Alzheimer dan keluarga mereka, bisa memberi kesan jauh lebih kuat daripada artikel yang hanya mengutip studi dan isinya berisi data statistik. Kisah-kisah itu akan lebih memengaruhi pembaca daripada yang bisa dilakukan oleh laporan hasil penelitian mana pun.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H