Sewaktu kecil hingga saat ini, masih banyak umat manusia yang bertanya, "Mengapa Tuhan menciptakan manusia dengan berbeda-beda? Padahal dengan kekuasaan-Nya, bukankah Tuhan mampu menciptakan manusia yang seragam?"
Pertanyaan itu dijawab oleh Allah melalui surah Hujurat ayat 13 tadi. Menurut salah satu versi asbabun nuzul-nya (sebab turunnya ayat Al Quran), ayat ini turun sewaktu Bilal mengumandangkan adzan ketika pasukan Islam menaklukkan kota Mekah. Setelah adzan selesai, ada seorang kaum Quraisy yang bertanya, mengapa yang mengumandangkan panggilan adzan itu Bilal bin Rabah, yang notabene adalah bekas budah belian yang berkulit hitam legam. Sementara masih banyak umat Islam lain yang dianggap lebih layak dan lebih berhak.
Allah pun menjawabnya dengan pesan langit yang begitu universal ini. Ayat ini diturunkan untuk menghapus sistem "kasta" dalam masyarakat Arab saat itu, menegaskan kembali bahwa bukan nasab (garis keturunan), harta, bentuk rupa atau status pekerjaan yang menentukan keutamaan seorang hamba Allah. Akan tetapi, yang menentukan keutamaan seorang manusia di sisi Allah adalah ketakwaan. Dan ketakwaan itu tidak bisa dibeli atau diraih dengan mengandalkan keutamaan nasab, suku atau marga, tapi dengan amal shalih.
Imam Ibnu Katsir dalam tafsirnya mengatakan, "Sesungguhnya kalian bertingkat-tingkat kedudukannya di sisi Allah Azza wa Jalla dengan ketakwaan, bukan dengan status sosial."
Ayat tersebut juga menegaskan perintah Allah dalam hal menyikapi perbedaan atau keberagaman yang terjadi. Bahwa kita diciptakan Allah berbeda suku bangsa, dalam berbagai ragam rupa, bahasa dan budaya ini untuk "saling mengenal".
Apa maksudnya?
Keberagaman adalah sarana untuk kemajuan sebuah peradaban. Jika kita hanya berdiam diri di tempat di mana kita dilahirkan, tidak pernah berupaya untuk mengenal budaya orang lain, perbedaan yang dibawa orang lain, tidak pernah bergaul dengan berbagai macam anak bangsa dan hanya tahu orang-orang di sekitar kita saja, maka sikap dan tindak tanduk kita bagai katak dalam tempurung.
Dengan saling mengenal perbedaan kita bisa belajar membangun peradaban. Dengan saling tahu perbedaan di antara kita maka kita akan lebih toleran. Dengan saling mengerti perbedaan yang ada, kita mendapat kesempatan belajar satu sama lain.
Islam sangat menghargai keberagaman, dan meminta umatnya untuk menghargai perbedaan status sosial. Imam Muslim dan Ibn Majah meriwayatkan dari Abu Hurairah bahwa Rasulullah bersabda: "Allah tidak memandang kepada penampilan dan harta kalian, akan tetapi Allah melihat kepada hati dan amal kalian."
Kita dilahirkan dari keturunan yang bermartabat, itu patut disyukuri. Kita dianugerahi harta yang melimpah, syukur alhamdulillah. Tapi, semua ini tak ada artinya di sisi Allah jika kita tidak punya amal salih dan hati yang ikhlas.Â
Jika hati kita mulai condong pada kesombongan dari apa yang kita miliki, jika hati kita mulai congkak dengan tidak bisa menghargai orang lain yang berbeda, ingatlah bahwa sandal jepit Bilal bin Rabah yang kulitnya hitam legam itu jauh lebih berharga daripada sepatu emas milik Fir'aun. Keberagaman itu untuk mengenal kerabat, bukan sombong dengan martabat.