Koordinator IT Relawan Prabowo-Sandi, Mustofa Nahra ditangkap polisi dengan tuduhan menyebarkan hoaks. Mustofa keliru memberi narasi pada sebuah video pengeroyokan diduga anggota Brimob yang viral di media sosial. Dalam narasi postingannya di media sosial, Mustofa menganggap orang yang dikeroyok itu adalah Harun (15), remaja asal Kebun Jeruk Jakarta Barat.
Harun diketahui tewas diduga dengan luka tembak dan beberapa bekas penganiayaan di tubuhnya saat ikut aksi demonstrasi 22 Mei. Di media sosial, nama Harun dikaitkan dengan sosok dalam video yang tengah dikeroyok anggota Brimob, dengan lokasi belakangan diketahui di Kampung Bali, Tanah Abang, Jakarta Pusat.
Pihak kepolisian sudah membantah informasi yang beredar luas di masyarakat ini. Menurut polisi, sosok yang tertangkap kamera CCTV sedang dikeroyok itu adalah Andriyansyah alias Andri Bibir (30), bukan Harun yang jasadnya sudah dikebumikan. Sayangnya, publik terlanjur skeptis dengan penjelasan aparat. Pasalnya, ada banyak kejanggalan terkait pengakuan Andri Bibir.
Tak hanya Harun, Muhammad Reyhan Fajari (16) juga ikut menjadi korban. Paman Reyhan, Iwan, lalu membagi cerita detik-detik ponakannya ikut kerusuhan.
"Jadi pada saat jelang sahur pukul 02.30 WIB itu anak-anak sebaya, dia lagi kumpul di masjid karena dia anggota remaja masjid," kata Iwan di kediaman Reyhan, Jalan Petamburan 5, Jakarta Pusat, Jumat (24/5) dikutip dari Kumparan.
Saat melihat jenazah Reyhan, keluarga mendapati ada luka tembak di pelipis Reyhan. Kini, keluarga berharap kasus penembakan ini diungkap tuntas oleh polisi.
"Harus diselesaikan kasus ini, harus diusut tuntas," ucap dia.
Selain Harun dan Reyhan, ada pula Rizki Ramadhan (17) dan Adam Nurian (19), dua remaja yang tewas akibat luka tembak. Rama bahkan tewas dengan dua tembakan di dada dekat tenggorokan, dan bahu kanan tembus dada belakang.
Keempat anak dan remaja ini menjadi bagian dari 8 korban tewas dalam kerusuhan 22 Mei. Sementara di media sosial beredar kabar jumlah korban tewas sudah mencapai 20 orang, ratusan orang terluka dan puluhan orang lainnya hilang dan belum diketemukan.
Satu minggu pasca kerusuhan yang menunggangi aksi demonstrasi ini, belum ada ucapan bela sungkawa resmi dari pemerintah pusat. Hanya Gubernur DKI Jakarta, Anies Baswedan, serta beberapa tokoh politik yang menyampaikan ucapan duka cita. Mereka juga datang bertakziah ke rumah duka dan memberi sumbangan bagi keluarga yang ditinggalkan.
Ironisnya, di saat keluarga Harun dan Reyhan menuntut kejelasan atas tindak kekerasan yang menimpa putra mereka, presiden Jokowi malah mengundang 2 pedagang yang menjadi korban penjarahan dari para perusuh. Selain diundang ke Istana, kedua pedagang ini juga mendapat bantuan untuk mengganti barang-barang mereka yang rusak dan hilang dijarah.
Lalu, di manakah keadilan bagi Harun dan Reyhan?
Mustofa Nahra ditangkap karena bersimpati pada mereka, meski dengan cara yang salah. Keliru memberi narasi pada sebuah video, yang sudah diklarifikasi menurut versi polisi.
Sementara banyak netizen lain yang malah melontarkan kata-kata tak bermoral atas kematian mereka. Menyalahkan dan memfitnah Gubernur DKI Jakarta, Prabowo, Sandiaga dan tokoh-tokoh yang berseberangan dengan pemerintah atas kerusuhan yang terjadi yang mengakibatkan jatuhnya korban tewas. Dan mereka semua yang tak menunjukkan simpati pada Harun dan Reyhan ini masih bernasib baik, tidak ditangkap seperti Mustofa Nahra.
Lalu, di manakah keadilan bagi Harun dan Reyhan?
Di saat orang tua mereka sedang mencari keadilan, media malah sibuk membahas penangkapan Mustofa Nahra. Presiden sibuk membahas calon-calon menteri. Partai politik sibuk membahas pembagian kursi di MPR/DPR. Dan polisi sendiri sibuk membuat klarifikasi.
Pasca kontestasi pemilu, semua pihak mengajak kembali bersatu. Lupakan partai politik, lupakan nomor 01 dan 02, mari bersatu membangun bangsa.
Sayang, mereka berucap tanpa bertindak. Mereka hanya pandai beretorika, tapi tak pandai memberi teladan bagi rakyatnya.
Bagaimana bisa merangkul sementara niat ikhlas dan tulus untuk merangkul itu tak pernah terbersit? Bagaimana bisa bersatu sementara pihak yang berseberangan selalu dianggap sebagai musuh?
Persatuan itu berawal dari keadilan. Tanpa diminta, rakyat akan kembali bersatu jika mereka merasakan keadilan dari pemimpinnya. Masyarakat sekarang tidak memerlukan retorika. Mereka hanya menginginkan contoh dan teladan yang nyata dari pemimpinnya.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI