Mohon tunggu...
Himam Miladi
Himam Miladi Mohon Tunggu... Penulis - Penulis

Penulis Konten | warungwisata.com | Email : himammiladi@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Mbak Wenti, Perantau Tangguh yang Menemukan Jalan Hijrahnya

27 Mei 2019   08:30 Diperbarui: 28 Mei 2019   12:39 90
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
dokumentasi pribadi

Jatuh, bangkit, dan akhirnya menemukan jalan hijrahnya. Seperti itulah kisah perjalanan hidup Mbak Wenti. Bukan saudara kandung, tapi sudah dianggap saudara sendiri oleh keluarga kami.

Mbak Wenti, seperti penuturannya pada saya, adalah perantau asal Medan. Setelah lama bekerja di sebuah perusahaan nasional, Mbak Wenti memutuskan untuk pensiun. Di usianya yang sudah sangat matang, Mbak Wenti merasa dirinya semakin jauh dari Sang Pencipta. 

Karena itu, dia memutuskan untuk menyudahi perjalanan karirnya dan berbekal sedikit tabungan yang dimiliki, ia ingin membuka usaha sendiri.

Namun Allah berkehendak lain. Usaha yang dirintisnya gagal, modalnya pun habis. Kemudian Mbak Wenti menerima tawaran seorang teman untuk membantu usahanya, sekaligus menjaga anak-anaknya di rumah.

Ketika sedang ikut perjalanan ziarah Wali Songo, Mbak Wenti bertemu dengan ibu saya. Menurut Mbak Wenti, meski saat itu ia baru pertama kali bertemu dengan Ibu, tapi sosoknya seolah pernah ia jumpai di Masjid Jami Al Akbar, Surabaya.

Tak hanya itu, sekalipun baru pertama kali kenal, Mbak Wenti merasa sudah langsung akrab, seolah-olah Ibu saya sudah mengenal Mbak Wenti begitu lama.

Bulan Ramadan tahun lalu, Mbak Wenti memutuskan untuk belajar agama dan mengaji Al Quran pada Ibu. Mungkin sudah suratan takdir dan karena sudah pernah bertemu sebelumnya, Ibu pun kemudian meminta Mbak Wenti untuk tinggal di rumah, menemani beliau sembari belajar ilmu agama langsung.

Setelah Mbak Wenti tinggal di rumah kami, Ibu seolah menemukan seorang anak yang hilang. Begitu pula dengan Mbak Wenti, seperti menemukan sosok Ibu kembali setelah ditinggal ibu kandungnya 8 tahun silam. Keluarga lain di rumah juga merasa cocok dengan kepribadian Mbak Wenti dan sudah menganggapnya sebagai keluarga sendiri.

Selama belajar mengaji, Mbak Wenti lah yang melayani ibu kami sehari-hari. Meskipun kami sudah mengingatkan Mbak Wenti untuk tidak memperlakukan Ibu dengan istimewa seperti seorang majikan, tapi Mbak Wenti sendiri yang bersikeras untuk melayani Ibu.

Beberapa waktu lalu, seorang keponakan saudara ipar membutuhkan pengasuh anak. Atas saran istri saya, keponakan saya lalu meminta Mbak Wenti untuk menjadi pengasuh anak mereka karena sebelumnya sudah berpengalaman mengasuh anak.

Karena kepribadiannya yang sangat kekeluargaan, anak-anak yang diasuhnya sekarang memanggilnya Bude dengan akrab, seolah memang Mbak Wenti adalah Bude mereka sendiri.

Bagi saya, Mbak Wenti adalah sosok wanita yang tangguh dan inspiratif. Di usianya yang sudah sangat matang, Mbak Wenti berusaha untuk menemukan jalan hijrahnya, mendekatkan diri pada Sang Pencipta.

Tak hanya itu, kepribadiannya juga sangat cair, mudah akrab, dan mudah diterima lingkungan sekitar. Meskipun ia datang dari jauh, dengan latar budaya yang berbeda dengan lingkungannya yang baru sekarang ini. Mbak Wenti tak canggung untuk ikut pengajian bersama ibu-ibu kampung. Tak canggung pula untuk ikut dalam setiap kegiatan masyarakat di kampung.

Karena itu, melalui program Berlipatnya Berkah dari Allianz, saya pribadi ingin memberi Berkah Umroh buat Mbak Wenti. Keinginan ini sempat saya ceritakan pada istri dan alhamdulillah dia mendukung sepenuhnya.

Bagi kami, Berkah Umroh ini adalah bentuk balas budi kami, untuk jasa Mbak Wenti yang sudah melayani Ibu dengan rasa tulus dan ikhlas.

Tulisan ini diikutsertakan juga di landing page http://bit.ly/berkahberlipatmu

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun