Aku melongo. Tak kira-kira Lina memperkenalkanku dengan menyanjungku seperti itu. Wajahku terasa memerah. Tanganku langsung menyenggol lengan Lina, memberi tanda supaya berhenti menyanjungku di depan anak-anak remaja ini.
Tanpa menghiraukan teguranku, Lina kemudian mengambil tas-tas bingkisan.
"Ini kakak berdua ada sedikit bingkisan buat lebaran adik-adik disini. Semoga bermanfaat ya. Maaf, cuma ini yang bisa kakak berikan buat adik-adik," kata Lina sambil menyerahkan tas bingkisan ke masing-masing anak.
Suasana ruang tamu langsung sedikit riuh dan terasa sekali terpancar kegembiraan di wajah mereka. Satu dua anak mulai membuka tas bingkisannya. Kulihat ada satu busana muslim, lengkap dengan jilbabnya. Yang membuatku heran, busana muslim dan jilbab itu sama persis model dan warnanya dengan yang dibeli Lina beberapa hari yang lalu. Dan yang aku tahu pula, harganya  mahal.
Setelah membagikan habis bingkisan yang dibawa, Lina dan aku duduk, mengawasi para remaja putri panti asuhan larut dalam kegembiraan mereka. Aku lantas berbisik dan bertanya, "Eh Lin, yang kamu jadikan bingkisan itu bukannya baju-baju dan jilbab yang baru kamu beli kemarin itu ya?"
"Emang iya, kenapa Ra?" Lina balik bertanya.
"Nggak. Cuma harganya kan mahal Lin," tanyaku masih penasaran.
"Memangnya kenapa kalau mahal Ra? Bukankah kita diajarkan, kalau memberi sedekah itu, berilah apa yang kita cintai. Nah, aku senang tuh dengan model busana dan jilbab itu. Makanya, kalau mau ngasih sumbangan baju, aku selalu beli yang lebih mahal dan lebih layak pakai daripada yang biasa aku beli buatku sendiri."
Aku terdiam. Dalam hati, aku cuma bisa berkata, "Masyaallah, semoga berkah dengan apa yang sudah kamu lakukan hari ini Lin."
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H