"Mau kemana sih Lin siang-siang gini?" tanyaku memancing.
"Ke panti asuhan, Ra".
Aku jadi bingung dengan jawaban Lina. Tapi aku hanya diam saja memendam rasa ingin tahuku.
Tak lama kemudian, kami sudah tiba di sebuah rumah luas yang terletak di pinggiran kota. Di dekat pagar, tertancap papan besar bertuliskan "Panti Asuhan Khusus Putri An Nisa".
"Ra, tolong bantu bawakan sisa bingkisan ini ya," kata Lina sewaktu membuka bagasi mobil. Kedua tangannya sudah penuh menjinjing beberapa tas. Aku mengangguk dan membawa sisa tas bingkisan yang ada.
Di ruang tamu, setelah mengucap salam aku dan Lina disambut oleh seorang ibu setengah baya. Setelah berkenalan denganku dan berbasa-basi sejenak, ibu Aisyah, pengurus panti asuhan itu minta ijin untuk memanggil anak-anak asuhnya.
"Sebentar ya Mbak, saya panggil anak-anak kesini."
Tak lama kemudian, serombongan remaja putri memasuki ruangan. Mungkin ada sekitar 15 orang. Usia mereka hampir sebaya. Kulihat yang paling kecil mungkin sudah berumur 9 tahun, dan yang besar sekitar 12 tahun.
Satu persatu anak-anak itu bersalaman dengan kami. Beberapa diantaranya terlihat sudak akrab dengan Lina.
Setelah duduk berhimpitan di kursi-kursi yang ada, mereka terdiam dan memandang ke arah kami. Aku jadi sedikit kikuk dan gugup mendapat perhatian seperti itu.
"Adik-adik, kenalin, ini Kak Rara, teman kak Lina. Dia pandai muroja'ah loh. Tilawahnya baguus sekali. Kadang kak Lina sampai menangis kalau mendengar kak Rara sedang mengaji. Kalau adik-adik mau belajar, nanti bisa langsung ngobrol dengan kak Rara ya."