Mohon tunggu...
Himam Miladi
Himam Miladi Mohon Tunggu... Penulis - Penulis

Penulis Konten | warungwisata.com | Email : himammiladi@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Marhaban Ya Ramadan, "Ahlan Wa Sahlan" Presiden Baru

4 Mei 2019   07:51 Diperbarui: 4 Mei 2019   09:15 674
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
ilustrasi (sumber: dokumentasi Himam Miladi)

Jika sudah muncul iklan sirup Marjan di televisi, itu tandanya Ramadan sudah dekat.

Iklan dari produk minuman ini memang khas. Ia tidak muncul setiap waktu. Namun, bila ia sudah tayang di media televisi, kemunculannya ini selalu menjadi pertanda lahir akan datangnya bulan yang penuh kemuliaan. Bulan Ramadan, bulan penuh hikmah, berkah dan kebaikan.

Bulan yang paling dinantikan umat Islam seluruh dunia. Bulan yang kedatangannya sudah dirindukan, disambut dengan penuh suka cita. Ucapan selamat datang untuk Ramadan pun hilir mudik di berbagai media. Marhaban Ya Ramadan. Selamat datang wahai Ramadan.

Mengapa harus Marhaban? Jika hendak mengatakan selamat datang dalam bahasa Arab, bukankah ada ucapan Ahlan wa Sahlan?

Perbedaan Marhaban dan Ahlan Wa Sahlan

Memang benar. Dalam bahasa Arab, kata selamat datang bisa diucapkan dengan perkataan Marhaban, atau Ahlan wa Sahlan. Dalam bukunya Lentera Hati: Kisah dan Hikmah Kehidupan (Penerbit Mizan, 1994), Quraish Shihab menjelaskan perbedaan kata Marhaban dan Ahlan wa Sahlan serta alasan penggunaannya mendahului kata Ramadan.

Kata Marhaban, yang sudah diserap KBBI, diartikan sebagai "kata seru untuk menyambut atau menghormati tamu (yang berarti selamat datang)". Sedangkan Ahlan wa Sahlan, yang belum terserap dalam KBBI, jika diterjemahkan dalam bahasa Indonesia juga memiliki arti selamat datang. Tapi, dilihat dari etimologinya, Marhaban dan Ahlan Wa Sahlan memiliki perbedaan yang mendasar. 

Frasa Ahlan wa Sahlan dibentuk dari dua kata, yakni; Ahlan yang berakar dari  kata ahl yang berarti "keluarga", dan sahlan yang berakar dari kata sahl yang berarti "mudah" (sahl juga berarti "dataran rendah" karena mudah dilalui oleh para pejalan kaki, tidak seperti tanjakan tinggi). 

Ahlan wa sahlan adalah ungkapan selamat datang yang di celahnya tersirat arti "(Anda berada di tengah) keluarga dan (kemanapun anda melangkahkan kaki anda akan) dimudahkan (oleh keluarga yang menjadi tuan rumah)".

Sedangkan Marhaban dibentuk oleh kata rahb yang berarti "luas atau lapang". Dari akar kata yang sama muncul kata rahiba yang artinya selamat datang dan rahbat yang bisa berarti "ruangan luas untuk kendaraan, untuk memperoleh perbaikan atau kebutuhan pengendara guna melanjutkan perjalanan." 

Sehingga kata Marhaban secara etimologi literalnya bisa dimaknai ungkapan selamat datang pada tamu yang disambut dan diterima dengan dada yang lapang, penuh kegembiraan, serta dipersiapkan baginya ruangan yang luas untuk melakukan apa saja yang diinginkannya.

Melihat makna dan pengertian dua kata tersebut, para ulama terdahulu menggunakan kata Marhaban daripada kata Ahlan wa Sahlan karena lebih tepat dan lebih tersambung apabila digabungkan dengan makna bulan Ramadan. 

Maka kalimat Marhaban Ya Ramadan memiliki makna "kami menyambutmu (Ramadan) dengan penuh kegembiraan dan kami persiapkan untukmu tempat yang luas agar engkau bebas melakukan apa saja, yang berkaitan dengan upaya mengasah dan mengasuh jiwa kami."

Alasan Kita Harus Menyambut Bulan Ramadan dengan Gembira

1. Datangnya Tamu Agung Malam Lailatul Qadr

Bulan Ramadan memang harus disambut dengan gembira. Karena di bulan Ramadan, ada Tamu Agung yang kebaikan dan kemuliaan yang dibawanya tidak mungkin akan diraih kecuali oleh orang-orang tertentu saja. Orang-orang yang sudah mempersiapkan diri sejak dini untuk menyambutnya.

Tamu Agung itu adalah malam Lailatul Qadr, malam yang kemuliaannya senilai seribu bulan. Hanya orang-orang yang sudah mencapai satu tingkat kesadaran dan kesucian, hasil dari pencapaian puasa Ramadan yang sudah dilakukannya, mereka lah yang bisa menjumpai Lailatul Qadr.

Menurut Quraish Shihab, apabila jiwa telah siap, kesadaran telah mulai bersemi dan Lailatul Qadr datang menemui, maka malam kehadirannya menjadi saat Qadr, saat yang paling menentukan bagi perjalanan hidupnya di masa-masa mendatang. Bagi yang bersangkutan, saat itu adalah titik tolak guna meraih kejayaan dan kemuliaan hidup di dunia dan di akhirat kelak.

2. Adanya Jejak Sejarah Kemenangan dan Kegemilangan Umat Islam di Bulan Ramadan

Bulan Ramadan memang harus disambut dengan gembira. Karena di bulan ini tersimpan jejak karya besar Rasulullah dan kejayaan Islam. Di bulan Ramadan Rasulullah dan pasukan para sahabatnya meraih kemenangan dalam Perang Badar. Di bulan Ramadan Rasulullah bersama para Muhajirin dan Anshar berhasil menguasai kota Makkah.

Demikian pula umat islam sepeninggal Rasulullah dan para sahabatnya, banyak menorehkan jejak sejarah kemenangan dan kegemilangan di masing-masing jamannya. Kemenangan di Andalusia (Spanyol), kemenangan menghadapi Perang Salib, kemenangan melawan bala tentara Tartar, ini semua hanya beberapa contoh sejarah gemilang yang berhasil ditorehkan umat Islam di bulan Ramadan.

Bila ditarik pada batas negara kita, Indonesia, banyak pula peristiwa penting yang menggembirakan terjadi di bulan Ramadan. Salah satunya adalah Proklamasi Kemerdekaan Indonesia, yang tercapai pada bulan Ramadan.

Marhaban Ya Ramadan, Ahlan Wa Sahlan Presiden Baru

Dalam konteks kekinian, bulan Ramadan pada tahun ini juga harus kita sambut dengan penuh kegembiraan. Di bulan Ramadan tahun ini, Rakyat Indonesia akan memiliki pemimpin baru, presiden baru!

Kontestasi politik yang sudah kita lalu dengan segala jerih payahnya, hingga mengorbankan begitu banyak nyawa, kita harapkan bisa menghasilkan pemimpin yang benar-benar membawa amanah. Kita harapkan bisa menghasilkan pemimpin yang benar-benar mencerminkan keinginan dan harapan rakyatnya.

Dalam suasana Ramadan, bulan penuh hikmah dan keberkahan, patutlah apabila kita menyambut pemimpin terpilih nanti dengan dengan hati yang lapang. Dengan dada yang terbuka luas agar pemimpin terpilih ini bisa melakukan tugas dan kewajibannya dengan baik, dalam kaitannya dengan upaya menyejahterakan seluruh rakyat yang dipimpinnya.  

Sebagaimana kita menyambut Ramadan dengan kata Marhaban, maka terhadap pemimpin baru nanti, terhadap presiden baru yang sudah disahkan secara konstitusional nanti, layak pula kita ucapkan Ahlan wa Sahlan:

"Selamat datang pemimpin baru. Anda berada di tengah keluarga, dan kemanapun anda melangkahkan kaki, semoga anda akan dimudahkan oleh kami, keluarga yang menjadi tuan rumah dalam upaya menyejahterakan dan memakmurkan rakyat Indonesia".

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun