Mohon tunggu...
Himam Miladi
Himam Miladi Mohon Tunggu... Penulis - Penulis

Penulis Konten | warungwisata.com | Email : himammiladi@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Analisis Pilihan

Pada Dasarnya, Semua Daerah yang Dimenangkan Jokowi dan Prabowo Termasuk Garis Keras

29 April 2019   23:47 Diperbarui: 29 April 2019   23:55 303
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Analisis Cerita Pemilih. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/GARRY LOTULUNG

Tidak ada garis yang keras, karena setiap garis itu kalau tidak lurus ya melengkung!

Itu guyonan seorang teman menanggapi istilah "Garis Keras" yang mendadak viral kembali. Gara-gara mantan ketua Mahkamah Konstitusi Mahfud MD melontarkan pernyataan bahwa daerah-daerah dimana pasangan capres/cawapres nomor 02 memperoleh suara terbanyak dulunya dianggap sebagai provinsi "Garis Keras".

"Kemarin itu sudah agak panas dan mungkin pembelahannya sekarang kalau lihat sebaran kemenangan ya mengingatkan kita untuk lebih sadar segera rekonsiliasi. Karena sekarang ini kemenangan Pak Jokowi ya menang dan mungkin sulit dibalik kemenangan itu dengan cara apapun.

Tapi kalau lihat sebarannya di beberapa provinsi-provinsi yang agak panas, Pak Jokowi kalah. Dan itu diidentifikasi tempat kemenangan Pak Prabowo itu adalah diidentifikasi yang dulunya dianggap provinsi garis keras dalam hal agama misal Jawa Barat, Sumatera Barat, Aceh dan sebagainya, Sulawesi Selatan juga."

Sontak, pernyataan Mahfud MD ini memicu reaksi keras dari tokoh politik dan tokoh masyarakat, terutama di daerah yang dimaksud Mahfud MD. Koordinator juru bicara BPN Prabowo-Sandi, Dahnil A Simanjuntak mengkritik pernyataan anggota BPIP ini. 

Menurut Dahnil, pernyataan Mahfud MD bertolak belakang dengan ajakan rekonsiliasi yang dikehendakinya. Dengan menyebut provinsi "Garis Keras" dalam hal agama, narasi Mahfud MD justru memecah belah dan penuh kebencian.

Menanggapi berbagai kritikan tersebut, Mahfud MD melalui akun twitternya kemudian menjelaskan apa yang dia maksud dengan penggunaan istilah "Garis Keras".

"Garis keras itu sama dengan fanatik dan sama dengan kesetiaan yang tinggi. Itu bukan hal yang dilarang, itu term politik. Sama halnya dengan garis moderat, itu bukan hal yang haram," tulis Mahfud, Minggu (28/4/2019).

Pernyataan Mahfud MD yang mengaitkan kemenangan Prabowo di beberapa daerah dengan menyebutnya sebagai provinsi "Garis Keras" itu memang benar, tapi sekaligus salah. Istilah yang digunakan sudah tepat, tapi Mahfud MD keliru dalam menempatkan arti sesungguhnya dari istilah "Garis Keras".

Ditinjau dari segi bahasa, arti dari "Garis Keras" menurut KBBI adalah:

strategi dan taktik untuk memperjuangkan paham dan sebagainya dengan perlawanan atau oposisi.

Nah, dalam konteks pernyataan Mahfud MD, daerah yang dimenangkan Prabowo-Sandi bisa digolongkan dalam daerah Garis Keras. Karena di daerah tersebut mayoritas masyarakatnya "memperjuangkan paham dan sebagainya dengan perlawanan atau oposisi". Artinya, dalam kontestasi pilpres ini, mayoritas masyarakat di provinsi yang dimenangkan Prabowo-Sandi memperjuangkan pilihan mereka (paslon nomor 02) dan bertindak sebagai oposisi terhadap pemerintah/petahana. 

Karena itu, istilah Garis Keras semestinya tidak hanya dilekatkan pada daerah-daerah yang dimenangkan Prabowo-Sandi saja. Daerah-daerah lain dimana pasangan nomor 01 menang juga harus diberi label Garis Keras.

Sampai pada titik ini, dalam konteks pilpres kali ini, semua daerah yang dimenangkan Jokowi dan Prabowo harus dikategorikan dan diidentifikasikan sebagai garis keras. Semua daerah dan masyarakatnya memiliki kesamaan dan tidak ada pembeda yang terlampau jauh, karena semuanya pada pilpres 17 April yang lalu sedang memperjuangkan prinsip serta keyakinannya masing-masing, terkait figur pemimpin negara kita nanti.  

Jadi, dengan hanya menyebutkan daerah yang dimenangkan Prabowo-Sandi saja sebagai daerah Garis Keras (meskipun dikaitkan dalam hal agama), Mahfud MD jelas salah.

Apabila dikaitkan dalam hal agama (seperti pernyataan Mahfud MD sendiri), Mahfud MD juga benar. Orang Minang dan orang Aceh yang menjadi mayoritas di daerah pulau Sumatera yang dimenangkan Prabowo-Sandi, terkenal gigih dalam hal memperjuangkan ajaran paham/agama, yakni Islam.

Dalam menanggapi kritik dari berbagai tokoh terhadap pernyataannya tersebut, Mahfud MD kemudian melebar penjelasannya hingga mengaitkan istilah Garis Keras ini dengan sejarah perlawanan yang pernah terjadi di provinsi-provinsi tersebut. Seperti pemberontakan DI/TII hingga pemberontakan PRRI/Permesta. Sekali lagi, Mahfud MD memang benar. Hanya saja kurang lengkap dan tidak tepat.

Jika dimaknai secara harfiah dalam konteks sejarah, maka hampir seluruh daerah di Bumi Nusantara ini tergolong garis keras. Bukankah di jaman pemerintahan penjajah Belanda dulu hampir semua daerah pernah melakukan perlawanan/pemberontakan? Bukankah hampir semua daerah di Indonesia dulu pernah memperjuangkan paham Indonesianya dengan perlawanan dan menjadi oposisi bagi penjajah Belanda?

Sebenarnya, timbulnya reaksi keras tokoh politik dan masyarakat terhadap pernyataan Mahfud MD ini adalah karena ada pembelokan makna dari istilah Garis Keras. Istilah ini dibelokkan artinya dari yang semula bermakna biasa saja menjadi istilah yang berkonotasi tendensius dan cenderung dianggap negatif. Coba lihat arti harfiahnya menurut KBBI, bukankah itu biasa saja?

Namun dalam perkembangannya, istilah Garis Keras sering dimaknai dan ditempelkan pada pihak yang in-toleran, kelompok yang anti ke-bhinekaan, kelompok yang anti Pancasila yang memecah belah dan berpikiran sempit.

Karena sudah digeser maknanya dan terserap secara mendalam pada pikiran kita masing-masing, adalah wajar apabila banyak masyarakat yang kemudian tidak suka dan cenderung tersinggung apabila dicap sebagai Garis Keras.  

Di luar konteks istilah Garis Keras, ketersingunggan tokoh politik dan masyarakat, terutama pendukung pasangan calon nomor 02 atas pernyataan Mahfud MD ini adalah di bagian: Karena sekarang ini kemenangan Pak Jokowi ya menang dan mungkin sulit dibalik kemenangan itu dengan cara apapun.

Bagaimana mungkin tokoh sekelas Mahfud MD menyatakan hal seperti ini? Meskipun pihak Prabowo-Sandi dan kubu petahana sudah saling mengklaim kemenangan, tapi siapa yang meraih mayoritas suara dalam pilpres belum diumumkan KPU. Keputusan siapa yang memenangkan kontestasi pilpres ini belum final. 

Sebagai pihak luar, artinya di luar struktur tim kampanye dan pemenangan masing-masing calon, tidak sepatutnya Mahfud MD mengeluarkan pernyataan seperti ini. Seolah-olah Mahfud MD sudah yakin betul bahwa pemenangnya adalah pasangan calon nomor 01, tanpa mengindahkan proses perhitungan suara yang masih dilakukan oleh KPU.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Analisis Selengkapnya
Lihat Analisis Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun