Dua bulan terakhir ini, Jokowi seperti kesulitan untuk mengumpulkan massa. Meskipun sudah dibalut dengan kegiatan resmi sebagai presiden aktif. Sebaliknya, Prabowo-Sandi seperti tidak kesulitan mengumpulkan massa mereka. Apa rahasianya?
Militansi. Pendukung Prabowo-Sandi lebih militan dibandingkan pendukung Jokowi-Ma'ruf. Mau itu di dunia maya atau di dunia nyata. Survei Litbang Kompas pun menjelaskan fenomena tersebut. Dari 6 indikator yang diukur, pendukung Prabowo-Sandi jauh lebih unggul.
Enam indikator tersebut meliputi: selalu mengikuti informasi, menyebarkan hal positif, membela bila ada informasi yang merugikan, kesediaan mengikuti kampanye, kesediaan memberi sumbangan materi, dan mengajak orang lain mendukung pasangan calon.
Khusus tiga indikator terakhir, pendukung Prabowo-Sandi unggul telak. Tanpa ada gimmick dan pemanis hiburan musik, pendukung Prabowo-Sandi berduyun-duyun datang dan menyambut setiap kedatangan Prabowo atau Sandi di manapun mereka kampanye.Â
Tentang kesediaan memberi sumbangan materi, jangan ditanya lagi. Mulai dari golongan berada sampai yang pendapatannya hanya cukup untuk kehidupan sehari-hari dengan sukarela menyumbang dana kampanye, berapapun nominalnya.
Kondisi yang sangat kontras bisa kita lihat dari pendukung Jokowi. Jika tidak ada pengerahan massa, pemanis hiburan musik atau dibalut dengan acara resmi pemerintah, panggung kampanye Jokowi-Ma'ruf bisa dipastikan sepi. Tengok saja acara Apel Kebangsaan yang digelar pemerintah Provinsi Jawa Tengah. Â
Yang terbaru adalah batalnya acara Istighosah Akbar dalam rangka Hari Lahir Nahdlotul Ulama di Monas. NU memang menjadi tulang punggung dan diharap bisa menjadi lumbung suara dari pasangan Jokowi-Ma'ruf.
Untuk memperingati Harlah NU ke-96 ini, rencananya, PBNU akan menggelar Istighosah Akbar pada 23 Maret 2019. Acara ini konon ditargetkan bisa mengumpulkan massa sebanyak 10 juta warga Nahdliyin dari berbagai daerah. Namun mendadak PBNU membatalkan acara tersebut. PBNU mengganti acara Istighosah Akbar di Jakarta dengan instruksi melaksanakan istighosah di masing-masing ranting, cabang dan wilayah masing-masing serempak pada 23 Maret 2019.
Identitas Otentik Prabowo-Sandi.
Dalam setiap kampanyenya, Prabowo-Sandi selalu membawa identitas otentik. Pasangan capres-cawapres ini tidak pernah tampil dengan kepura-puraan. Prabowo-Sandi tak pernah mau dicitrakan dengan berperan dan memakai busana luar ala rakyat sederhana. Prabowo-Sandi tak pernah diperlihatkan berperan sebagai pengemudi becak, tukang tambal ban, penjual makanan keliling yang sedang mendorong gerobaknya, dan lain-lain.
Kalau memang dirinya kaya, untuk apa berpura-pura sederhana? Mungkin seperti itu yang ada di pikiran Prabowo-Sandi. Ketika diserang Jokowi perihal kepemilikan tanah konsesi ribuan hektar, Prabowo pun tidak mengelak. Dia malah mengakui hal tersebut sembari menjelaskan bahwa lahan itu adalah lahan HGU.
Bahkan, sewaktu menjawab tantangan Jokowi untuk melepas lahan HGU, Prabowo dengan terus terang mengatakan lahan konsesi yang dimilikinya tidak seluas 200 ribu hektar, melainkan lebih luas lagi, 400 ribu hektar. Dan dirinya berjanji, maksimal 10 hari setelah terpilih sebagai presiden, seluruh saham dari perusahaan yang memiliki tanah konsesi itu akan dilepas.