Prabowo juga tidak pernah memaksakan dirinya harus naik angkutan umum untuk menampilkan kesan merakyat. Hal ini mengundang sindiran dari TKN Jokowi-Ma'ruf yang mengatakan Prabowo tidak merakyat. Tapi, apakah untuk merakyat itu harus menunjukkan kepalsuan pribadi? Merakyatnya seorang pemimpin itu dilihat dari kebijakannya, bukan penampilan luarnya yang penuh kepura-puraan.
Identitas otentik dari Prabowo-Sandi ini juga bisa dilihat ketika pasangan capres-cawapres 02 ini menghadiri deklarasi dukungan Aliansi Pengusaha Nasional di Djakarta Theater, 21 Maret 2019. Kedua pasangan beda usia ini tampil lepas. Sambutannya penuh canda tawa.
Saat menerima pijatan Sandi, Prabowo tertangkap kamera tertawa keras-keras. Seperti tidak ada beban di wajahnya. Tidak terlihat bahwa wajah itu adalah wajah seorang calon presiden yang digempur semua survei masih kalah dari pesaingnya dengan selisih hingga puluhan persen!
Kondisi ini tidak pernah terlihat dari pasangan Jokowi-Ma'ruf saat kandidat ini tampil bareng. Seperti ada rasa kikuk diantara mereka berdua. Mengapa bisa terjadi? Karena pasangan ini harus tampil dengan citra. Jokowi harus ditampilkan dengan citra sederhana, dan KH. Ma'ruf Amin harus ditampilkan dengan citra ulama yang sangat agamis.
Anies Baswedan.
Senjata terakhir dan bisa menjadi senjata pamungkas dari pasangan Prabowo-Sandi adalah sosok Anies Baswedan.
"Woy warga Jakarta, boleh tukeran gubernur gak? Tukar tambah gak papa lah, ambil sekalian wakilnya. Gubernur gua sibuk kampanye nih."
Ini adalah komentar dari netizen luar Jakarta saat menanggapi postingan di laman Facebook Gubernur Jakarta Anies Baswedan. Komentar yang mengandung nada iri karena pemimpin daerah mereka sibuk mengkampanyekan Jokowi, alih-alih beraktivitas menjalankan tugas kepemimpinannya.
Anies Baswedan memang berbeda dengan gubernur dan pemimpin daerah lain. Di saat banyak kepala daerah secara terang-terangan mengatakan dan mendukung Jokowi-Ma'ruf, Anies tidak pernah secara terbuka berkata mendukung Prabowo. Meskipun masyarakat umum sudah mengetahui, terpilihnya Anies Baswedan sebagai Gubernur DKI Jakarta tak lepas berkat jasa Prabowo.
Di saat banyak kepala daerah berkampanye untuk Jokowi-Ma'ruf, Anies Baswedan malah sibuk membenahi wilayah ibukota yang dipimpinnya. Hanya sekali Anies "berkampanye", itu pun hanya melalui gestur dua jari. Pertunjukan gestur ini kemudian mengundang polemik nasional. Anies dipanggil Bawaslu, meskipun kemudian diputuskan tidak melanggar aturan kampanye.
Justru, pemanggilan Anies oleh Bawaslu ini malah melahirkan simpati yang luar biasa besar, yang berefek pada simpati untuk Prabowo. Ditambah dengan aktivitas Anies yang memilih untuk bekerja daripada berkampanye. Sejak Anies dilantik menjadi Gubernur DKI Jakarta (bersama Sandiaga Uno sebelum mengundurkan diri), Prabowo memang menghendaki Anies bekerja, tidak berkampanye untuk dirinya.
Dengan memimpin ibukota disertai pola kebijakannya yang merakyat untuk semua golongan, Anies dianggap sebagai Gubernur Indonesia. Julukan ini kian lekat manakala Anies menyampaikan ucapan bela sungkawa pada korban penembakan brutal di Christchurch, Selandia Baru. Pernyataan bela sungkawa Anies yang disampaikan dalam pidato berbahasa Inggris ini malah mendahului ucapan belasungkawa dari Prabowo, bahkan dari Presiden Jokowi!