Sepertinya terlihat lucu, gemas sekaligus menjengkelkan. Bagaimana tidak, kita harus mengantre hanya untuk mengambil nomor antrean!
Inilah yang saya pikirkan saat hendak membeli tiket kereta api lokal di Stasiun Malang Kota. Matahari masih belum sempurna bangun dari tidurnya, tapi di loket pembelian tiket kereta api Stasiun Malang Kota, sudah terlihat banyak orang menunggu di depan pintu yang belum dibuka.
Awal Maret ini, PT KAI memang baru saja membenahi sistem pembelian tiket kereta api. Tiket kereta api lokal sudah bisa dibeli secara online melalui aplikasi KAI Access.
Selama ini, hanya tiket kereta api jarak jauh yang bisa dibeli secara online, baik itu melalui aplikasi KAI Access atau di situs-situs pembelian tiket lainnya. Sementara untuk tiket kereta api lokal, calon penumpang harus membelinya secara langsung di stasiun terdekat.
Karena itu, antrean panjang sering terlihat di loket KA Lokal. Di Stasiun Malang, loket pembelian baru dibuka mulai pukul 09.00 sampai 16.00. Saking banyaknya calon penumpang yang membeli tiket, kadang baru pukul 11.00 tiket antrean sudah ditutup. Otomatis calon penumpang yang tidak kebagian tiket antrean harus membeli keesokan harinya.
Mereka yang hendak membeli tiket juga harus rela sabar menunggu berjam-jam lamanya. Saya sendiri pernah mengalami, harus menunggu hingga 4 jam sebelum dilayani, hanya untuk membeli tiket KA lokal seharga Rp 12.000!
Mungkin karena tak ingin menunggu lama, banyak calon penumpang yang sengaja datang pagi-pagi untuk bisa mendapatkan nomor antrean yang lebih awal. Sayangnya, banyak orang yang berpikiran serupa. Alih-alih tak perlu antre terlalu lama, ternyata mereka tetap harus mengantre panjang, menunggu lama sampai pintu ruangan loket dibuka. Bukan untuk langsung membeli tiket, tapi hanya untuk mendapatkan nomor antrean!
Untuk mengantisipasi membeludaknya calon penumpang yang antre membeli tiket, pihak stasiun Malang Kota mulai membuka pengambilan nomor antrean sejak pukul 07.00. Namun, sejak pukul 05.30, puluhan calon penumpang yang hendak membeli tiket sudah mengantre di depan pintu ruangan tempat pembelian loket yang belum dibuka. Mereka berbaris memanjang.
Pukul 06.00, pintu ruangan dibuka oleh petugas. Satu per satu, calon pembeli lalu masuk, dan kemudian berbaris lagi sesuai urutan semula di luar pintu tadi. Beberapa calon pembeli yang baru datang memilih untuk duduk di kursi yang sudah tersedia di ruangan tersebut. Mereka memperhatikan dan mengingat, siapa yang ada di posisi sebelum dan sesudahnya. Takut kalau posisi antrean mereka diserobot.
Seorang ibu yang tidak tahu kalau nomor antrean belum dibuka ketika masuk ruangan langsung memencet tombol mesin antrean. Serempak, beberapa penumpang lain mengingatkan ibu tersebut supaya ikut antre dulu. Sambil malu-malu, ibu itu bertanya dia harus antre di belakang siapa karena banyak calon pembeli yang duduk. Jadinya tidak tahu bagaimana urutan antreannya.
Pukul 07.00 tepat, mesin nomor antrean dinyalakan. Beberapa orang terlihat bernapas lega, terutama mereka yang ada di antrean awal. Mungkin saking lelahnya harus menunggu sejak pagi buta. Satu per satu, mereka yang mengantre mengambil nomor antrean.
Karena loket pembelian baru dibuka pukul 09.00, artinya masih ada waktu 2 jam lagi, beberapa calon pembeli memilih untuk pulang. Tak sedikit pula yang tetap berada di stasiun. Mungkin karena jarak rumahnya yang jauh, atau karena sudah tidak ada aktivitas lagi di rumah mereka. Jadi mereka rela menunggu di stasiun saja daripada harus bolak-balik datang kembali.
Fenomena antre hanya untuk mengambil nomor antrean tak hanya terjadi saat hendak membeli tiket kereta api. Di beberapa kantor layanan publik lainnya, terutama yang benar-benar sangat dibutuhkan masyarakat, fenomena ini kerap terjadi.
Seperti di Puskesmas, para calon pasien rela datang jauh lebih pagi untuk mengambil nomor antrean karena layanan Puskesmas baru dibuka pukul 08.00. Usai mendapat nomor antrean, mereka harus menunggu lagi sampai dipanggil oleh petugas bagian administrasi. Setelah dipanggil dan diproses administrasinya, lagi-lagi mereka harus menunggu dan antre di poli masing-masing.
Karena banyak orang yang harus dilayani, dan banyak jalur yang harus dilalui, rata-rata calon pasien harus menunggu 2-3 jam untuk bisa mendapatkan pelayanan.
Melihat fenomena antre untuk mengambil nomor antrean ini, saya jadi ingat dengan anekhdot satire, "Jika bisa dipersulit, buat apa dipermudah?" Saya kira pemerintah atau instansi terkait lainnya bisa mempermudah pelayanan mereka.
Seperti pelayanan tiket kereta api, jam layanan pembelian tiket bisa dibuka lebih awal, bukannya harus menunggu hingga pukul 09.00! Jika itu dirasakan berat, karena harus membayar ongkos lembur pegawai, pengambilan nomor antrean bisa dimulai lebih pagi, tidak harus menunggu hingga pukul 07.00. Mesin tiket antrean juga bisa ditempatkan di luar, supaya calon pembeli tiket tak perlu menunggu di luar pintu ruangan yang belum dibuka.
Dengan demikian, apa yang dislogankan PT. KAI selama ini, bahwa "Anda Adalah Prioritas Kami" memang benar-benar sudah dijalankan. Jangan sampai slogan tersebut hanya menjadi kata-kata penghias dan pemanis saja.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H