Apa yang dilakukan presiden Belarusia ini mungkin bisa ditiru, setidaknya oleh media, pembuat konten hingga penguasa di Indonesia. Alexander Lukashenko, presiden Belarusia yang dijuluki "Diktator Eropa Terakhir" (menjadi presiden sejak 1994 sampai sekarang) menciptakan konsep "Famous for being Famous" yang berbeda dengan apa yang dilakukan media saat ini.
Lukashenko membuat sebuah kompetisi nasional yang bisa diikuti oleh semua warganya. Kompetisi ini memberi penghargaan pada setiap warga Belarusia yang dinilai "terbaik, berprestasi dan bisa memberi manfaat atau inspirasi" dalam kehidupan sehari-hari mereka.
Maka, ada Elena yang dianugerahi penghargaan sebagai "Pemerah Susu Terbaik" di daerah Slutsk (selatan ibu kota Belarus). Lalu ada Sasha, "Tukang Las Terbaik di Republik" tahun 2013.
Para pemenang penghargaan nasional (yang hadiahnya diberikan langsung oleh presiden) dijadikan terkenal, setara dengan pembawa acara talk show televisi, supermodel, bintang film atau enterpreneur dan taipan di negeri lain. Mereka dipandang sebagai orang yang "mewujudkan cita-cita yang memang seharusnya dicita-citakan semua orang".
Mereka menjadi terkenal, tetapi bukan karena mereka seperti apa yang kita pikirkan tentang bagaimana orang-orang itu seharusnya terkenal; rupawan, seksi, apalagi bertingkah laku konyol. Di Belarusia, kriteria untuk menjadi terkenal itu sederhana saja; jadilah yang terbaik dalam melakukan sesuatu yang mendasar dan berguna -- seperti membesarkan keluarga dengan baik, menjadi pemerah susu terbaik, petani terbaik, tukang las terbaik dan lain-lain sesuai pekerjaan dan kehidupan nyata kita sehari-hari. Bukan kehidupan yang kita ciptakan dan dibuat-buat.
Baca juga: Tren "OOTD" di Media Sosial, Bagi-bagi Inspirasi atau Cari Sensasi?
Di era kapitalisme modern sekarang ini, apapun yang terlihat menguntungkan akan dimanfaatkan. Seperti yang dilakukan Grab, penyedia layanan ride sharing ini langsung menunggangi momen kasus Adi Saputra dengan memposting di cuitan di twitter yang isinya menawarkan jasa ojek untuk gadis yang dibonceng Adi Saputra.
Tolong kasih tau ke mbaknya, kita bakal kasih gratis naik Grab selama sebulan. Please twitter, do your magic! https://t.co/As22umejI6--- Grab Indonesia (@GrabID) February 7, 2019
Melihat betapa aksi konyol dan nyeleneh justru berhasil memikat perhatian publik, beberapa perusahaan malah mempromosikan orang-orang seperti itu. Mengambil keuntungan dari jumlah pengikut yang mereka miliki atau pengguna media sosial yang mengikuti beritanya.Â
Secara tidak langsung, mereka mengirim pesan terutama kepada generasi muda kita, yang mudah dipengaruhi, bahwa apa yang orang-orang konyol lakukan itu adalah "rute cepat untuk menjadi terkenal dan tidak masalah jika kamu bertindak bodoh, kasar atau bahkan ofensif untuk mencapai ketenaran seperti itu '.