Mohon tunggu...
Himam Miladi
Himam Miladi Mohon Tunggu... Penulis - Penulis

Penulis Konten | warungwisata.com | Email : himammiladi@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Memupus Mental Miskin Masyarakat Melalui Program Keluarga Harapan

4 Februari 2019   16:50 Diperbarui: 6 Februari 2019   14:56 317
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
ilustrasi PKH (sumber foto: Antara Foto/Irsan Mulyadi)

Masalah kemiskinan penduduk selalu menjadi perhatian serius bagi setiap pemerintah. Oleh karena itu, salah satu prioritas utama dari kebijakan pemerintah adalah program pengentasan kemiskinan. Terutama bagi negara-negara berkembang, seperti Indonesia.

Menurut data Biro Pusat Statistik (BPS) per bulan Maret 2018, jumlah penduduk miskin (penduduk dengan pengeluaran per kapita per bulan di bawah Garis Kemiskinan) di Indonesia mencapai 25,95 juta orang (9,82 persen). Angka ini berkurang sebesar 633,2 ribu orang dibandingkan dengan kondisi September 2017 yang sebesar 26,58 juta orang (10,12 persen).

Meskipun terjadi penurunan jumlah penduduk miskin dari tahun sebelumnya, namun secara basis data jumlah penduduk miskin di Indonesia masih terlalu banyak. 

Kondisi inilah yang membuat pemerintah hingga saat ini masih terus gencar melaksanakan program pengentasan kemiskinan. Harapannya, selain jumlah penduduk miskin berkurang, juga untuk meningkatkan perekonomian masyarakat ke arah yang lebih baik. Dengan demikian, kondisi perekonomian negara juga ikut membaik.

Salah satu program pengentasan kemiskinan yang saat ini tengah gencar disosialisasikan dan dilakukan pemerintah adalah Program Keluarga Harapan (PKH). Program ini mengadopsi program perlindungan sosial yang dirancang Bank Dunia untuk negara-negara berkembang yang dikenal dengan nama Conditional Cash Transfer (CCT/Transfer Tunai Bersyarat).

Bermula dari program Conditional Cash Transfer di Brasil dan Meksiko

Sesuai dengan namanya, CCT adalah program yang mentransfer uang tunai, umumnya ke rumah tangga miskin, dengan syarat bahwa mereka harus melakukan investasi pada sumber daya manusia sesuai syarat yang telah ditentukan sebelumnya. Dalam laporan penelitian Conditional Cash Transfer yang dikeluarkan Bank Dunia tahun 2009, CCT pada awalnya diterapkan di Brasil dan Meksiko pada tahun 1997.

Di Brasil, program ini dimulai di kota Brasilia dan Campinas dengan nama Bolsa Program Escola. Program ini kemudian direplikasi oleh pemerintah daerah lain hingga akhirnya dijadikan sebagai program nasional dengan nama Bolsa Familia. Pada tahun 2009, Bolsa Familia sudah melayani 11 juta keluarga ( 46 juta penduduk miskin).

Pada tahun yang sama, pemerintah Meksiko menerapkan program Progresa yang awalnya hanya mencakup 300 ribu rumah tangga. Satu dekade kemudian, program yang berganti nama menjadi Oportunidades ini sudah melayani 5 juta rumah tangga.

Keberhasilan Brasil dan Meksiko dalam menerapkan CCT untuk mengentaskan kemiskinan akhirnya menular dan diikuti oleh beberapa negara lain, termasuk Indonesia yang mulai mengadopsinya pada tahun 2007. Di Indonesia, program perlindungan sosial ini disebut Program Keluarga Harapan.

PKH Lebih Efektif dibanding program pemberdayaan masyarakat yang lain

Sebelum dan selama PKH dilaksanakan, pemerintah sudah memiliki beberapa program pengentasan kemiskinan lain. Sayangnya, beberapa program kebijakan ini dinilai tidak efektif dan salah sasaran dalam upaya pemberdayaan masyarakat yang bertujuan untuk mengentaskan kemiskinan.

Program Bantuan Langsung Tunai (BLT) misalnya, yang digagas untuk penyelesaian masalah kemiskinan dinilai tidak dapat mencerdaskan masyarakat karena bentuk progam BLT yang langsung memberikan uang tunai tanpa tahu akan diapakan uang tersebut oleh penerima bantuan. Sementara Program PNPM (Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat) juga belum bisa menjawab penyelesaian masalah kemiskinan. Implementasi dari program PNPM sebagian besar mengarah pada pembangunan fisik tanpa memperhatikan pemberdayaan masyarakat setempat.

Adanya PKH yang diadopsi dari kesuksesan program CCT di beberapa negara berkembang diharapkan bisa menutupi ketidakefektifan beberapa program perlindungan sosial lainnya. Sebagai program bantuan sosial bersyarat, maka ada beberapa syarat dan kondisi tertentu yang harus dipenuhi oleh penerima bantuan.

Sasaran dan syarat penerima bantuan PKH

Sasaran dari PKH adalah penduduk yang masuk dalam kelompok Rumah Tangga Sangat Miskin (RTSM) yang sudah terdaftar dalam Data Terpadu Program Penanganan Fakir Miskin. Keluarga Penerima Manfaat (KPM) dari PKH ini harus memiliki tiga komponen persyaratan. Yang pertama adalah komponen kesehatan dengan kriteria ibu hamil/menyusui, anak berusia nol sampai dengan enam tahun. 

Komponen pendidikan dengan kriteria anak SD/MI atau sederajat, anak SMA/MTs atau sederjat, anak SMA /MA atau sederajat, dan anak usia enam sampai 21 tahun yang belum menyelesaikan wajib belajar 12 tahun. Sedangkan komponen ketiga adalah kesejahteran sosial dengan kriteria lanjut usia diutamakan mulai dari 60 (enam puluh) tahun, dan penyandang disabilitas diutamakan penyandang disabilitas berat.

Setelah terdaftar dalam PKH, Kelompok Penerima Manfaat diwajibkan memenuhi beberapa bentuk investasi sumber daya manusia sesuai dengan kriteria komponen yang disyaratkan. Di bidang kesehatan, KPM harus melakukan pemeriksaan kandungan bagi ibu hamil, pemberian asupan gizi dan imunisasi serta timbang badan anak balita dan anak prasekolah.

Sedangkan kewajiban di bidang pendidikan adalah mendaftarkan dan memastikan kehadiran anggota keluarga PKH ke satuan pendidikan sesuai jenjang sekolah dasar dan menengah. KPM yang memiliki komponen kesejahteraan sosial berkewajiban memberikan makanan bergizi dengan memanfaatkan pangan lokal, dan perawatan kesehatan minimal satu kali dalam satu tahun terhadap anggota keluarga lanjut usia mulai dari 70 (tujuh puluh) tahun. KPM juga bisa meminta tenaga kesehatan yang ada untuk memeriksa kesehatan, merawat kebersihan, mengupayakan makanan dengan makanan lokal bagi penyandang disabilitas berat.

Penyaluran bantuan sosial PKH diberikan kepada KPM yang ditetapkan oleh Direktorat Jaminan Sosial Keluarga. Penyaluran bantuan diberikan dalam empat tahap dalam satu tahun.

Merujuk pada Surat Keputusan Direktur Jenderal Perlindungan dan Jaminan Sosial Nomor 26/LJS/12/2016 tanggal 27 Desember 2016 tentang Indeks dan Komponen Bantuan Sosial Program Keluarga Harapan Tahun 2017, komponen bantuan dan indeks bantuan PKH pada tahun 2017, adalah sebagai berikut:

a. Bantuan Sosial PKH Rp. 1.890.000

b. Bantuan Lanjut Usia Rp. 2.000.000

c. Bantuan Penyandang Disabilitas Rp. 2.000.000

d. Bantuan Wilayah Papua dan Papua Barat Rp. 2.000.000

Untuk tahun 2019, pemerintah berencana untuk menaikkan nilai bantuan sosial PKH dari semula 1,89 juta menjadi 2 juta per keluarga per tahun. Hingga tahun 2018, jumlah penerima manfaat PKH sebanyak 9,877 berdasarkan data dari Kantor Staf Kepresidenan. Diharapkan penerima manfaat PKH akan bertambah hingga 10 juta keluarga pada tahun 2020.

Masalah Validitas Data Kemiskinan yang jadi Acuan Penerima PKH

Meskipun program PKH dinilai efektif untuk mengurangi kemiskinan dan menurunkan kesenjangan ekonomi antar kelompok masyarakat, PKH masih dibayangi permasalahan klasik. Yakni terkait penggunaan data kemiskinan yang dijadikan acuan untuk menentukan siapa yang berhak menerima manfaat dana bantuan sosial ini.

Banyak yang menilai data kemiskinan atau data penduduk miskin belum terlalu valid sehingga masih saja ada penduduk yang tidak masuk kategori miskin bisa menerima bantuan sosial dari pemerintah. Kita bisa berkaca pada kasus dana BLT dimana ada penduduk tidak miskin yang bisa menerima BLT. Kita juga bisa berkaca pada kasus penyalahgunaan Surat Keterangan Tidak Mampu oleh beberapa penduduk hanya supaya anak mereka bisa bersekolah gratis, padahal secara ekonomi orang tuanya mampu untuk membiayai.

Ketidakvalidan data kemiskinan ini biasanya karena ada permainan dari oknum-oknum pemerintah yang karena alasan kekerabatan memasukkan data kerabat dekat atau kenalannya ke dalam kriteria penduduk miskin. Di luar itu, kesalahan data penduduk miskin juga disebabkan karena masyarakat kita banyak yang memiliki mental miskin. Mereka mengaku-ngaku miskin hanya untuk mendapatkan bantuan sosial dari pemerintah. Padahal secara faktual mereka adalah keluarga yang sejahtera, baik dari sisi ekonomi maupun sosialnya.

PKH diharapkan bisa Memutus Rantai Kemiskinan sekaligus Memupus Mental Miskin Masyarakat

Pelaksanaan Program Keluarga Harapan yang baik dan benar diharapkan bisa memupus mental miskin dari masyarakat kita. Contohnya adalah seperti yang baru-baru ini diunggah oleh seorang pengguna Facebook di laman pribadinya. 

Dalam foto-foto agenda penempelan sticker "KELUARGA SANGAT MISKIN /MISKIN PENERIMA PROGRAM PKH" di Dusun Lamaran, Desa Sitanggal, Kecamatan Larangan, Kabupaten Brebes, pengguna Facebook bernama Qonitah Zahirah Humaira menuliskan, beberapa keluarga di dusun tersebut akhirnya memutuskan untuk tidak bersedia menerima bantuan PKH. Hal ini karena pada dinding rumah mereka harus ditempeli sticker besar bertuliskan Keluarga Sangat Miskin/Miskin. 

petugas pendamping PKH sedang menempelkan sticker Keluarga Miskin (sumber foto: akun Facebook Qonitah Zahirah Humaira)
petugas pendamping PKH sedang menempelkan sticker Keluarga Miskin (sumber foto: akun Facebook Qonitah Zahirah Humaira)
Sementara kenyataannya jauh bertolak belakang. Dari foto-foto yang diunggah di laman Facebook tersebut, rumah milik keluarga yang terdata berhak menerima bantuan PKH tergolong cukup mewah. Berlantai ubin mengkilap, bahkan nampak ada sepeda motor baru yang tengah diparkir di teras rumah. Foto-foto penempelan sticker PKH dan pengunduran diri penduduk yang menerima bantuan ini menjadi viral dan sejak diunggah pada 1 Februari 2019 kemarin hingga kini sudah dibagikan 11 ribu pengguna Facebook.

petugas pendamping PKH dengan penduduk yang mengundurkan diri untuk menerima bantuan PKH (sumber foto: akun Facebook Qonitah Zahirah Humaira)
petugas pendamping PKH dengan penduduk yang mengundurkan diri untuk menerima bantuan PKH (sumber foto: akun Facebook Qonitah Zahirah Humaira)
Inilah yang dimaksud mental miskin itu. Mungkin pada awalnya mereka tidak mengira rumah mereka akan ditempeli sticker Keluarga Sangat Miskin, sehingga tanpa malu mereka mendaftar dan ikut dalam Program Keluarga Harapan. Ketika tahu bahwa rumah mereka harus ditempeli sticker sebagai tanda Keluarga Penerima Manfaat, mereka menolak karena mungkin malu jika sampai diketahui tetangga dan lingkungan sekitar. Bahwa mereka yang secara sosial ekonomi mampu ternyata mengaku miskin dan menerima bantuan dari pemerintah.

sticker yang ditempel di rumah penduduk penerima bantuan PKH (sumber foto: akun Facebook Qonitah Zahirah Humaira)
sticker yang ditempel di rumah penduduk penerima bantuan PKH (sumber foto: akun Facebook Qonitah Zahirah Humaira)
Langkah seperti ini patut diapresiasi, dan bila perlu stickernya diperbesar, atau dijadikan papan petunjuk yang ditancapkan di depan rumah yang bersangkutan. Ini diperlukan untuk memberi efek jera pada penduduk yang masih sering mengaku-ngaku miskin demi mendapatkan bantuan sosial. Mental miskin yang dimiliki sebagian masyarakat kita ini menjadi salah satu sebab utama program pemberdayaan masyarakat yang digagas pemerintah kerap salah sasaran dan tidak efektif.

Dengan pelaksanaan PKH yang efektif, didukung oleh data kemiskinan yang valid, diharapkan program ini tak hanya bisa mengurangi kemiskinan dan menurunkan kesenjangan ekonomi saja. Lebih dari itu, PKH juga bisa memupus mental miskin dari masyarakat kita supaya mereka menjadi lebih sadar dan peduli bahwa masih banyak orang lain yang lebih berhak menerima bantuan pemerintah dibandingkan keluarga mereka sendiri.

Referensi:

1. Data penduduk miskin BPS

2. Conditional Cash Transfer Policy Research

3. CNN Indonesia: Nilai bantuan PKH Naik

4. Republika: Jumlah penerima PKH akan ditingkatkan

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun