Namanya Mbak Wati (nama asli minta disamarkan). Setiap sore pada hari-hari sekolah, Mbak Wati selalu ada di pintu gerbang sebuah SMP Negeri Kota Malang. Di tangan kanannya tergenggam dua botol kecil produk minuman probiotik, sementara tangan kirinya memegang tas plastik yang juga berisi botol minuman yang sama.
Saat anak-anak mulai keluar satu per satu dari sekolahnya, dengan senyum ramah Mbak Wati menyapa dan mulai menawarkan barang dagangannya.
"Yakult-nya Dik, biar usus kita tetap sehat."
Beberapa anak yang masih menyisakan uang saku mereka lalu mendekat, kemudian membeli barang satu atau dua botol. Sesekali ada pula orang tua murid yang sedang menjemput putra-putri mereka membeli satu slop sekaligus yang berisi 7 botol.
Baca juga : Menilik Bakteri Baik Lactobacillus Casei Shirota Strain Pada Produk Yakult
Mbak Wati adalah satu dari sekian ribu Yakult Lady yang tersebar di kota-kota besar di Indonesia. Meski ada embel-embel Lady-nya, jangan membayangkan para penjual minuman probiotik ini adalah sosok wanita muda, cantik, dan berpakaian seksi. Sebaliknya, para Yakult Lady justru didominasi oleh ibu-ibu rumah tangga, wanita-wanita dari kelompok masyarakat pinggiran yang berpakaian sopan dan beradab.
Baca juga : Keseruan Kunjungan ke Pabrik Yakult
Mungkin ini tak lepas dari segmen pasar Yakult yang menyasar keluarga, bukan konsumen dari kelompok usia tertentu atau berdasarkan gender khusus.
Yakult Lady adalah salah satu strategi Direct Sales yang dilakukan oleh PT. Yakult Indonesia Persada selaku produsen minuman Yakult. Selain itu, keberadaan Yakult Lady juga merupakan bentuk tanggung jawab sosial perusahaan atau Corporate Social Responsibility (CSR) untuk memberdayakan kaum perempuan. Mereka bisa mendapatkan penghasilan untuk mencukupi kebutuhan keluarga.
"Selama ini, masyarakat memersepsikan CSR hanya penghijauan, pendidikan, atau kesehatan; padahal cakupannya sangat luas. Yakult Lady juga merupakan salah satu CSR.Â
Sebab, kaum perempuan yang tadinya bukan siapa-siapa dan tidak memiliki penghasilan, kini bisa memiliki income untuk mencukupi kebutuhan keluarganya," jelas Wakil Presiden Direktur Yakult Indonesia Persada, Hiroyuki Kawada seperti dikutip dari advertorial di Suara Merdeka.
Penghasilan yang bisa diperoleh seorang Yakult Lady terhitung lumayan besar. Menurut Mbak Wati, dalam satu bulan ia bisa memperoleh tambahan penghasilan sekitar 1,5 -- 2 juta rupiah. Penghasilan sebesar itu ia peroleh dengan jam kerja rata-rata 5 jam sehari yang waktunya fleksibel atau bisa ia tentukan sendiri.
Baca juga : Bakteri Baik dalam Sebotol Yakult
Biasanya, ia mulai berjualan diatas jam 9 pagi. Pada waktu tersebut ibu-ibu rumah tangga sudah banyak yang tidak disibukkan lagi dengan urusan rumah tangga mereka. Usai mengambil Yakult di sebuah agen distributor di kawasan Sawojajar, Mbak Wati berkeliling di beberapa komplek perumahan selama 3 jam.Â
Selain mencari pembeli baru, Mbak Wati juga rutin bertandang ke rumah-rumah yang sudah menjadi langganannya. Ia sempatkan menyapa ibu-ibu yang sudah ia kenal dan bertanya apakah persediaan Yakult mereka masih ada atau sudah habis. Mbak Wati mengatakan, ia tidak ada beban meski saat berkeliling ke rumah langganannya mereka tidak membeli.
"Yah, hitung-hitung silaturahim dan mempererat hubungan Mas. Kalau tidak ditelateni seperti ini, bisa-bisa mereka tidak mau membeli Yakult dari saya lagi," kata Mbak Wati.
Setelah istirahat siang di rumah, Mbak Wati kembali berkeliling, biasanya di perumahan atau kawasan yang dekat dengan sekolahan. Menjelang sore saat anak-anak pulang sekolah, ia bersiap dan berjaga di pintu gerbang sekolah untuk menawarkan Yakult.
"Kalau ke anak-anak sekolah saya jualnya per botol. Kalau ke rumah-rumah biasanya saya tawarkan satu atau beberapa slop sekaligus buat persediaan."
Yakult Lady adalah contoh pemberdayaan kaum perempuan tanpa harus mengeksploitasi sisi feminin dan sensualitas mereka. Selama ini, masyarakat cenderung dan terlanjur menganggap tenaga penjual perempuan itu haruslah yang mempunyai wajah cantik dan bentuk fisik menarik.
Persepsi ini dibentuk melalui penggambaran iklan-iklan yang hanya menonjolkan seksualitas wanita semata. Tak jarang pula ada anggapan miring bahwa tenaga penjual wanita kerap menggoda dan melancarkan jurus rayuan, apalagi bila segmen pasar yang dituju adalah kaum pria.
Namun, hal ini diputar balikkan oleh Yakult Lady. Tanpa harus mengeluarkan rayuan, tanpa harus berwajah cantik dan bentuk tubuh menarik, mereka bisa menjadi ujung tombak andalan perusahaan yang mempekerjakan mereka. Dari produksi Yakult Indonesia Persada sebanyak 3,8 juta botol per hari, hampir separuh atau sekitar 1,9 juta botol per hari berhasil dijual oleh para Yakult Lady.
Saat ini, Yakult Lady di Indonesia sudah mencapai lebih dari 6 ribu orang yang tersebar di banyak kota-kota besar. Sebelum diterjunkan langsung ke lapangan untuk menjual, Yakult Lady memperoleh pelatihan dan pembekalan tentang penguasaan produk dan prinsip-prinsip marketing selama tiga bulan. Hampir semua Yakult Lady fasih dalam menjelaskan fitur dan manfaat dari produk yang mereka jual.
Sama-sama menjual secara direct sales di lapangan, membandingkan Yakult Lady dengan Sales Promotion Girl (SPG) rokok bagaikan bumi dan langit. Yang satu menampilkan pakaian sopan dan beradab, yang satunya lagi menonjolkan daya tarik kewanitaannya dengan berpakaian serba mini dan seksi.Â
Dari sisi penguasaan produk pun begitu. Jika ada SPG rokok yang menawarkan produknya, coba tanyakan padanya, apa manfaat rokok sehingga kita harus membelinya?
Tak urung, SPG itu pastinya akan gelagapan tidak bisa menjawab. Ujung-ujungnya, seutas senyum manis nan menggoda ia tebar seraya mengucapkan kata-kata rayuan dengan suara mendesah lirih yang tak jarang bisa meruntuhkan hati lelaki hingga ia membeli.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H