1. Egoisme
Menurut Orwell, setiap penulis memiliki keinginan/obsesi untuk terlihat pintar, untuk dibicarakan orang lain, untuk diingat setelah kematiannya, untuk menunjukkan siapa dirinya saat ini pada orang dewasa yang pernah mengolok-oloknya di masa kecil, dan lain-lain. Adalah bohong besar untuk berpura-pura bahwa egoisme ini bukan motif yang (paling) kuat. Para penulis berbagi karakteristik ini dengan para ilmuwan, seniman, politisi, pengacara, tentara, pengusaha sukses - singkatnya, dengan seluruh lapisan atas manusia.
Setiap kesuksesan yang diraih manusia pada dasarnya memiliki motif egois seperti yang dikatakan Orwell. Cobalah merenung sejenak, selain motif-motif yang lain, bukankah kita memiliki keinginan untuk dikenang, sekecil apapun itu dirasakan dalam hati dan pikiran kita.
Kita ingin tulisan kita dibaca, untuk kemudian orang mengingat bahwa tulisan itu kita lah yang menulisnya. Apalagi ketika karya tulis kita mencetak kesuksesan yang besar. Buku kita menjadi best seller dunia. Rasa egoisme ini akan tumbuh semakin besar.
Boleh saja kita mengelak bahwa apa yang kita tuliskan itu sebagian besar karena kita ingin berbagi ilmu atau karena untuk mencari nafkah. Namun akuilah bahwa di sudut terpencil hati nurani kita, ada setitik keinginan untuk menunjukkan jati diri kita sebagai penulis.
2. Antusiasme pada estetika
Seniman adalah pencipta keindahan. Dan penulis bisa digolongkan dalam kelompok seniman. Persepsi tentang keindahan, bagi seorang penulis ada dalam susunan kata dan pengaturan diksi serta frasa yang tepat.
Menurut Orwell, setiap tulisan memiliki estetika. Bahkan seorang penulis pamflet atau penulis buku teks sekalipun memiliki kata-kata dan frasa kesayangan yang menarik dan ingin ia tunjukkan pada pembaca. Pertimbangan lebar margin tulisan, tipografi hingga pola kelurusan tulisan, ini semua juga termasuk dalam nilai estetika karya tulis. Tidak ada satu pun buku yang bebas dari pertimbangan estetika.
Meski begitu, motif akan antusiasme terhadap estetika bagi Orwell sangat lemah, dan tidak banyak dimiliki oleh penulis.
3. Dorongan historis
Orwell melihat motif dorongan historis ini dari sudut jurnalisme. Menurut Orwell, motif ini didorong oleh hasrat untuk melihat segala sesuatu sebagaimana adanya, untuk mencari tahu fakta yang sebenarnya dan menyimpannya (menuliskannya) agar kelak bisa diketahui oleh generasi mendatang.