Kegundahan hati Nina akhirnya menemui jalan terang sembilan bulan kemudian ketika seorang lelaki bernama Jarwo Susanto bersedia mengambilnya sebagai istri. Dan Nina pun mengucapkan sumpah, bahwa ia akan berhenti dunia prostitusi semenjak resmi menjadi istri Jarwo.
Meskipun jalan ceritanya mirip dengan film Pretty Woman, Jarwo bukan Richard Gere yang memerankan sosok pengusaha kaya. Jarwo hanya berjualan kopi di sebuah warung di dekat wisma tempat Nina bekerja.
Usai menikah, Jarwo pun kian hari semakin merasa cinta pada Nina ketika melihat istrinya tersebut rela hidup susah. Padahal, sebelumnya Nina sudah terbiasa mengantongi penghasilan jutaan rupiah dalam sebulan ketika dia masih menjadi PSK.
Setelah Dolly ditutup Pemerintah Kota Surabaya, Jarwo dan Nina berjualan Tempe. Keduanya pun berbagi tugas, Nina yang membuat tempe, Jarwo yang menjualnya. Dengan bantuan Pemerintah Kota Surabaya dan beberapa LSM, usaha tempe mereka sukses. Omzetnya bahkan mencapai 10 juta per bulan.
Jarwo dan Nina pun kerap diundang untuk mengisi seminar di beberapa perguruan tinggi. Keduanya berbagi motivasi wirausaha, serta menjadikan kisah hidup mereka sebagai contoh bagaimana bangkit dan mentas dari kehidupan yang kelam.
Dalam bukunya Markesot Bertutur, Cak Nun menuliskan bahwa apa yang dilakukan seorang pria yang mengangkat derajat kaum wanita, mengeluarkannya dari lembah kehinaan prostitusi seperti yang dilakukan Jarwo tersebut merupakan satu konteks dengan perbuatan Nabi yang mengantarkan masyarakat kafir dari jurang kegelapan menuju cahaya Ilahi.
***
Bagi PSK kelas teri seperti Nina, motif ekonomi selalu dijadikan tameng pembenaran terhadap pekerjaan mereka. Melacurkan diri adalah satu-satunya jalan pintas yang paling mudah mereka lakukan untuk memperbaiki kehidupan. Â
Bagaimana dengan para pelacur-pelacur high class? Apakah mereka juga terjun ke dunia prostitusi dengan alasan motif eknomi?
Saya kira bukan. Saya tidak yakin seorang wanita sekelas Vanessa Angel, atau wanita lain yang sudah terbiasa hidup mapan dan nyaman lalu terjun ke dunia prostitusi dengan alasan tuntutan ekonomi.
Yang terjadi adalah karena tuntutan gaya hidup. Kehidupan yang glamour, hedonisme serta konsekuensi dari gaya hidup bebas yang senantiasa mereka lakukan bisa menjadi penyebab utama mereka "rela" terjun ke dunia prostitusi.