Mohon tunggu...
Himam Miladi
Himam Miladi Mohon Tunggu... Penulis - Penulis

Penulis Konten | warungwisata.com | Email : himammiladi@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Beda Nasib antara Vanessa dan Nina

12 Januari 2019   07:01 Diperbarui: 12 Januari 2019   07:23 506
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

"Mas sudah yakin dan mantap ingin menikah denganku? Aku...aku bekas pelacur Mas."

Jarwo menjawab pertanyaan Nina yang diucapkan terbata-bata itu dengan anggukan mantap. Ditatapnya wajah Nina dengan tegas seolah ingin meyakinkan pendiriannya tak akan goyah.

"Aku memang ingin menikah denganmu Nin. Bagiku, kamu sama terhormatnya dengan wanita-wanita lainnya," kata Jarwo meyakinkan Nina.

"Bagaimana dengan keluarga Mas nanti? Apa mereka juga bisa menerima keadaanku yang seperti ini?" tanya Nina masih tidak yakin.

"Sudahlah Nin, kamu tidak perlu risau dengan tanggapan keluargaku. Biar aku yang menjelaskannya pada mereka. Insyaallah mereka mengerti dan bisa menerimamu sebagai bagian keluarga juga. Yang penting adalah jawabanmu. Apakah kamu mau menikah denganku?"

"Kalau pendirianmu sudah bulat Mas, aku bersedia menikah denganmu. Aku berjanji akan meninggalkan pekerjaanku saat ini, meniti hidup yang baru bersamamu. Bagaimanapun rejeki kita nanti, aku berjanji tidak akan terjerumus lagi dalam lembah kehinaan ini."

***

Kisah diatas bukan karangan atau cerita fiksi. Kisah yang mirip dengan cerita film Pretty Woman ini adalah kisah nyata dari pasangan Jarwo Susanto dan Nina (belakangan diketahui nama aslinya Munasipah atau akrab dipanggil Eva) yang terjadi 5 tahun lalu.

Nina adalah seorang Pekerja Seks Komersial (PSK) yang setiap hari mangkal di kawasan lokalisasi Dolly, Surabaya sebelum ditutup. Sebagaimana alasan klise dari banyak kaum hawa yang terjun ke lembah hitam prostitusi, demikian pula dengan Nina.

"Saya ingin menghidupi keluarga dan anak semata wayang di desa," kata Nina menjelaskan alasannya.

Di sudut hatinya yang paling dalam, Nina tahu pekerjaannya ini salah dan berdosa. Tapi kegundahan hatinya ini tertutupi oleh tuntutan ekonomi, ingatan pada wajah keluarga dan anaknya yang menggantungkan hidup padanya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun