Kalau sudah niat, buat apa menunggu tahun baru?
Benar tidak?
Hanya karena ada satu kata yang populer diucapkan orang menjelang pergantian tahun, kita lantas menunda niat dan tujuan kita untuk menjadi lebih baik. Kata itu adalah RESOLUSI.
Misalnya: ibu-ibu, emak-emak, gadis-gadis, yang merasa punya kelebihan khusus yakni berat badan yang tidak proporsional, menjelang akhir tahun seperti ini biasanya bilang, "Tahun baru nanti harus bisa menurunkan berat badan."
Atau ketika seorang host di acara talkshow di televisi bertanya pada bintang tamunya, seorang selebriti, "Apa resolusi kamu di tahun baru nanti?"
Dan selebriti itu menjawab," Pingin ngelanjutin resolusi yang tahun ini tertunda, main film horor atau film action."
Selalu demikian, mengulang apa yang sudah gagal kita lakukan di tahun ini dan entah mengapa mencoba berharap tahun baru nanti bisa membawa hasil yang berbeda.
Terlepas dari rekam jejak yang sangat beragam dari sebuah RESOLUSI tahun baru, ini adalah cara yang salah untuk mencapai tujuan kita menjadi versi terbaik dari diri kita sendiri:
Mengapa RESOLUSI itu sebuah kesalahan?
Sebuah survei menunjukkan fakta bahwa empat dari lima orang pada akhirnya akan melanggar resolusi tahun baru mereka. Satu survei lain menunjukkan tingkat keberhasilan yang lebih tinggi.
Meski begitu, kedua survei ini sepakat bahwa sebuah resolusi tidak pernah berhasil melewati bulan pertama dari tahun yang dilaluinya.
Kegagalan resolusi ini sebagian besar terletak pada kesalahan individu yang meremahkan berapa lama waktu yang dibutuhkan untuk membuang kebiasaan jelek dan menggantinya dengan kebiasaan baru yang mendukung resolusi tersebut.
Sebuah penelitian menyatakan, setiap orang rata-rata membutuhkan waktu 66 hari untuk mengadopsi kebiasaan baru dan membuatnya menjadi otomatis.
Misalnya, bagi kaum hawa yang ingin diet dan menurunkan berat badan. Saat membuat resolusi berat badan mereka harus turun, tentunya mereka harus mengubah kebiasaan makan dan pola konsumsi.
Merujuk pada penelitian diatas, di hari-hari pertama resolusi itu dijalankan memang berhasil. Tapi, sebelum 66 hari, mereka akhirnya gagal, menyerah dengan berbagai godaan yang menerpa mereka. Ujung-ujungnya malah menyalahkan orang lain.
"Kamu sih, udah tahu aku lagi diet malah traktir segala."
Meremahkan waktu ini juga menjadi penyebab kita selalu menunda komitmen. Mentang-mentang namanya resolusi tahun baru, banyak yang beranggapan waktunya itu lama, satu tahun penuh.
"Ah, masih bulan Februari, masih banyak waktu untuk memenuhi resolusiku."
Itulah mengapa saya katakan, resolusi itu cara yang salah untuk mencapai tujuan yang kita harapkan.
("Kalau bukan resolusi, terus apa dong namanya? Kita kan juga ingin berubah menjadi lebih baik dari tahun sebelumnya?")
Saya lebih suka menyebutnya Goals with Intentions, Tujuan dengan Niat. Tujuan itu orientasinya masa depan, sedangkan niat berakar pada masa kini. Karena tujuan ada di masa depan dan pada tingkat tertentu merupakan sebuah abstraksi, mereka lebih merupakan produk dari pikiran.
Niat, yang berakar pada pengalaman langsung kita saat ini, cenderung berasal dari hati. Mengapa kita harus membatasi diri pada tujuan yang didasarkan pada pikiran atau niat yang berpusat pada hati ketika kita dapat memiliki keduanya?
Tujuan memotivasi kita dan memberikan makna bagi kehidupan kita. Digabungkan dengan niat, kita akan mendapatkan kebaikan dari kolaborasi pikiran dan hati.
Bagaimana caranya?
Kembali lagi pada pertanyaan yang saya ajukan di awal, kalau sudah menjadi niat, mengapa harus ditunda dan menunggu pergantian tahun? Mengapa tidak kita lakukan saat ini juga?
("Tapi, kalau untuk mencapai tujuan yang lebih besar kan butuh waktu dan perencanaan? Tidak bisa dilakukan secara instan dan langsung begitu saja cuma dengan merapalkan kata NIAT?")
Memang betul. Tujuan itu harus punya perencanaan. Sebuah pepatah lama mengatakan,
" Jika kamu gagal dalam perencanaan, kamu memang merencanakan untuk gagal."
Suatu tujuan itu harus spesifik, dapat dicapai, dan dapat diukur. Bagi banyak orang, tujuannya adalah angka pada skala.
Jangan terlalu ambisius dengan tujuan yang besar. Bersikaplah realistis tentang apa yang dapat kamu lakukan. Tetap sederhana namun tepat sasaran. Tujuan yang semacam ini tentunya akan dapat kita terapkan dengan sebuah niat dalam keseharian kita.
Contohnya nih, bagi yang ingin diet atau menurunkan berat badan. Alih-alih menunggu pergantian tahun, niatkan tujuan itu mulai sekarang. Buatlah program perencanaan yang realistis dan bisa dilakukan sehari-hari. Seperti: "Saya akan berhenti makan cemilan dan menggantinya dengan minum air putih setiap tiga malam sekali selama dua minggu".
Atau bagi yang punya tujuan ingin berhenti merokok. Jika itu dilakukan langsung, tentu saja sangat berat. Kamu bisa mencoba dengan perencanaan yang lebih terukur, seperti, "Saya akan mengurangi satu batang rokok dari jumlah yang biasa saya hisap setiap harinya selama seminggu."
Contoh lainnya, bagi kamu yang suka menulis. Untuk menjadi penulis yang baik, katakanlah kamu punya tujuan "One day one article". Tujuan ini masih bersifat abstrak. Satu artikel itu berapa banyak kata? Artikel yang panjang atau cukup dua paragraf saja?
Mengapa tidak langsung kamu tetapkan saja jumlah kata dalam tulisannya? "Saya ingin menulis 2000 kata setiap hari,". Ini baru lebih terencana, lebih terukur dan lebih konkrit.
Intinya adalah, seberapa besar tujuanmu, itu harus bisa diniatkan untuk dilakukan setiap harinya.Â
Ketika proses itu bisa kita lewati setiap harinya, coba bayangkan setelah beberapa waktu kemudian, katakan saja di akhir tahun, kamu sudah mencapai sebuah tujuan yang besar. Yang awalnya cuma mengurangi cemilan dan mengganti dengan air putih, ternyata berhasil diet dan tubuhnya jadi langsing.
Yang awalnya mengurangi satu batang rokok setiap hari, ternyata bisa berhenti merokok sama sekali. Yang awalnya hanya berniat menulis 2000 artikel setiap hari, ternyata bisa menerbitkan buku.
Jika kita bisa mengembangkan praktik teratur dalam menetapkan niat harian yang penuh perhatian, kita dapat mendorong hati dan pikiran kita untuk bekerja bersama satu sama lain saat kita bergerak menuju potensi tertinggi kita.
Yang perlu diingat, apa yang saya tulis diatas hanya satu dari sekian banyak strategi untuk meraih kesuksesan, untuk mencapai tujuan -apapun bentuknya- dan menjadi yang terbaik menurut versi diri kita sendiri. Setiap orang tentunya memiliki persepsi dan strategi masing-masing.
Hanya saja, jangan sampai terjebak dalam perangkap sebuah kata RESOLUSI. Jangan sampai kita hanya tertarik oleh janji akan awal baru, yang selalu ditawarkan setiap tahun baru. Tujuan dengan niat, bisa menjadi sebuah cara yang lebih tepat untuk merangkul peluang kesuksesan di masa depan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H