Mohon tunggu...
Himam Miladi
Himam Miladi Mohon Tunggu... Penulis - Penulis

Penulis Konten | warungwisata.com | Email : himammiladi@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Bola Pilihan

Menantang Pemerintah untuk Membekukan PSSI Sekali Lagi

29 November 2018   14:49 Diperbarui: 29 November 2018   14:56 770
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Melihat fakta tersebut, tak salah apabila timbul pertanyaan, apakah nyali Kemenpora ciut dihadapan Edy Rachmayadi? Jika LNM yang hanya melakukan maladministrasi saja bisa dibekukan, mengapa hal yang sama tidak berlaku untuk Edy Rachmayadi?

Menanggapi desakan publik supaya Edy Rachmayadi diganti, Kemenpora -- yang diwakili oleh Sesmenpora -- mengatakan "tidak ingin mengajarkan orang untuk melanggar peraturan". Namun ketika publik mendesak LNM, Kemenpora justru mengajak mereka melanggar peraturan dengan membekukan PSSI.

Baik LNM maupun Edy tidak melakukan pelanggaran serius terhadap statuta PSSI atau aturan organisasi. Tapi bobot kesalahan Edy dinilai lebih berat daripada LNM. Selain rangkap jabatan, Edy juga dianggap mengubah kultur organisasi PSSI. Yakni ketika ia mengganti posisi Iwan Budianto, dari sebelumnya mendaftar dan terpilih sebagai Wakil Ketua Umum PSSI menjadi Kepala Staff Ketua Umum. Posisi yang bahkan tidak dikenal di federasi sepakbola negara lain.

Jika Kemenpora sadar bahwa mengganti ketua umum PSSI tidak bisa dilakukan dengan melanggar peraturan, Kemenpora seharusnya menanggapi dinamika dan keresahan publik sepakbola tanah air secara wajar pula. Begitu pula dengan pecinta sepakbola Indonesia. Mereka seharusnya tahu ada peraturan organisasi yang tidak bisa begitu saja dirubah atau diganti di tengah jalan, tanpa menabrak aturan tersebut.

Menyuarakan ketidakpuasan terhadap PSSI sah-sah saja. Itu adalah bagian dari kritik terhadap organisasi publik. PSSI semestinya juga menanggapi kritik ini dengan bijak. Jangan lantas membentengi diri di balik hukum statuta PSSI.

Mereformasi PSSi tidak bisa dilakukan hanya dengan memenggal kepalanya dan menggantinya dengan kepala yang lain. Ibarat tubuh yang sakit, keseluruhan bagian tubuh PSSI sudah terjangkit kanker. Tidak ada jalan lain untuk mengobatinya selain mengganti organ-organ tubuh yang sudah terkena kanker tersebut.

Terkait dengan hal ini, ada satu celah yang mungkin bisa dimanfaatkan Kemenpora dan publik sepakbola Indonesia. Dalam sebuah acara bertajuk PSSI Bisa Apa yang dipandu Najwa Shihab di salah satu stasiun televisi, terungkap ada kasus match fixing yang melibatkan salah satu anggota Komite Eksekutif.

Pemerintah memang tidak diperbolehkan ikut campur dalam urusan federasi sepakbola di negaranya. Namun melalui kasus ini, pemerintah bisa mendesak PSSI untuk mengusut tuntas dan mengupayakan KLB secepatnya. Dengan agenda pemilihan anggota Komite Eksekutif yang baru. Pemerintah bisa beralasan tindakan ini adalah bentuk komitmen dan integritas PSSI dalam upaya mereka menjadikan sepakbola Indonesia lebih berprestasi dan bermartabat.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bola Selengkapnya
Lihat Bola Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun