Mohon tunggu...
Himam Miladi
Himam Miladi Mohon Tunggu... Penulis - Penulis

Penulis Konten | warungwisata.com | Email : himammiladi@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Bola Pilihan

Menantang Pemerintah untuk Membekukan PSSI Sekali Lagi

29 November 2018   14:49 Diperbarui: 29 November 2018   14:56 770
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bola. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Meski mendapat sorotan dan kritik tajam dari publik sepakbola tanah air, PSSI tetap tak bergeming. Ketua Umum PSSI menolak untuk mundur dan PSSI sendiri juga tidak ada rencana untuk mengganti posisi yang kini dijabat Edy Rachmayadi.

Wakil Ketua Umum PSSI Joko Driyono menyiratkan bahwa PSSI belum ada agenda untuk membahas pergantian Ketua Umum PSSI pada Kongres PSSI 2019 nanti.

"PSSI akan membuat edaran tanggal kongres pada 20 Januar 2019. Empat pekan menjelang kongres, kami akan terbitkan undangan sekaligus tempatnya," kata Wakil Ketua Umum PSSI, Joko Driyono dikutip dari Bolasport.com

"Minggu kedua Desember akan ada rapat koordinasi kepentingan PSSI agar program tahun depan benar-benar komprehensif dan bisa mengakomodir gagasan kami. Itu agendanya, "kata pria yang akrab disapa Jokdri. Ia juga menambahkan, Komite Exco PSSI langsung mengagendakan rapat untuk evaluasi kegagalan timnas Indonesia di Piala AFF 2018.

Semenjak Edy Rachmayadi terpilih sebagai Gubernur Sumatera Utara dan menolak melepas jabatannya sebagai Ketua Umum PSSI, publik sepakbola Indonesia bersuara keras memintanya mengundurkan diri. Posisi rangkap jabatan Edy dinilai menghambat kinerja PSSI yang berujung pada minimnya prestasi timnas Indonesia.

Tapi Edy Rachmayadi tak tegoyahkan. Mantan Pangkostrad ini bersikukuh untuk tetap rangkap jabatan. Tak ada alasan bagi dirinya untuk mengundurkan diri karena meski banyak berkantor di Sumatera Utara, Edy menilai PSSI tetap bisa terpantau dengan baik.

Pemerintah sendiri, dalam hal ini Kemenpora, enggan ikut campur. Mereka bahkan terkesan melemparkan sepenuhnya masalah ketidakpuasan terhadap Edy Rachmayadi kepada publik. Hal ini terlihat ketika Sekretaris Menpora Gatot S Dewabroto menanggapi usulan publik untuk menjadikan mantan gubernur DKI Jakarta, Basuki Tjahaya Purnama atau Ahok sebagai ketua umum PSSI.

"Kriteria itu ada di Ahok, tapi apakah Ahok bisa memenuhi persyaratan yang diatur di PSSI? Saya kenal baik Ahok, terutama saat kasus Lebak Bulus tentang lapangan, kemudian di Incheon pada saat serah terima Asian Games. Kriteria-kriteria itu ada di Ahok, tapi kan kita tidak ingin mengajarkan orang peraturan diterabas. Kecuali ada adendum atau perubahan. Kalau enggak, sama saja Kemenpora mengajarkan melanggar aturan," terang Gatot dikutip dari Indosport.com.

Sikap Kemenpora ini jauh bertolak belakang dengan apa yang pernah mereka lakukan pada Ketua Umum PSSI sebelumnya, La Nyalla Matalitti (LNM). Ketika itu, Menpora Imam Nahrawi membekukan PSSI hanya karena alasan yang terbilang sepela, "maladministrasi".

La Nyalla Matalitti menolak untuk mengakui klub Persebaya (sebelumnya Persebaya 1927). LNM juga tidak mau mengakomodir Persebaya untuk bisa berlaga di Liga Indonesia (ISL) dan lebih memilih klub Surabaya United (yang sebelumnya diklaim sebagai Persebaya dan sekarang bernama Bhayangkara United).

Akibat dari pembekuan Menpora, ditambah dengan manuver "pengkhianatan" mendadak dari beberapa anggota Komite Eksekutif yang sebelumnya mendukung LNM, Kongres Luar Biasa PSSI berhasil digelar. Hasilnya, Edy Rachmayadi terpilih menjadi Ketua Umum PSSI periode 2016-2020.

Melihat fakta tersebut, tak salah apabila timbul pertanyaan, apakah nyali Kemenpora ciut dihadapan Edy Rachmayadi? Jika LNM yang hanya melakukan maladministrasi saja bisa dibekukan, mengapa hal yang sama tidak berlaku untuk Edy Rachmayadi?

Menanggapi desakan publik supaya Edy Rachmayadi diganti, Kemenpora -- yang diwakili oleh Sesmenpora -- mengatakan "tidak ingin mengajarkan orang untuk melanggar peraturan". Namun ketika publik mendesak LNM, Kemenpora justru mengajak mereka melanggar peraturan dengan membekukan PSSI.

Baik LNM maupun Edy tidak melakukan pelanggaran serius terhadap statuta PSSI atau aturan organisasi. Tapi bobot kesalahan Edy dinilai lebih berat daripada LNM. Selain rangkap jabatan, Edy juga dianggap mengubah kultur organisasi PSSI. Yakni ketika ia mengganti posisi Iwan Budianto, dari sebelumnya mendaftar dan terpilih sebagai Wakil Ketua Umum PSSI menjadi Kepala Staff Ketua Umum. Posisi yang bahkan tidak dikenal di federasi sepakbola negara lain.

Jika Kemenpora sadar bahwa mengganti ketua umum PSSI tidak bisa dilakukan dengan melanggar peraturan, Kemenpora seharusnya menanggapi dinamika dan keresahan publik sepakbola tanah air secara wajar pula. Begitu pula dengan pecinta sepakbola Indonesia. Mereka seharusnya tahu ada peraturan organisasi yang tidak bisa begitu saja dirubah atau diganti di tengah jalan, tanpa menabrak aturan tersebut.

Menyuarakan ketidakpuasan terhadap PSSI sah-sah saja. Itu adalah bagian dari kritik terhadap organisasi publik. PSSI semestinya juga menanggapi kritik ini dengan bijak. Jangan lantas membentengi diri di balik hukum statuta PSSI.

Mereformasi PSSi tidak bisa dilakukan hanya dengan memenggal kepalanya dan menggantinya dengan kepala yang lain. Ibarat tubuh yang sakit, keseluruhan bagian tubuh PSSI sudah terjangkit kanker. Tidak ada jalan lain untuk mengobatinya selain mengganti organ-organ tubuh yang sudah terkena kanker tersebut.

Terkait dengan hal ini, ada satu celah yang mungkin bisa dimanfaatkan Kemenpora dan publik sepakbola Indonesia. Dalam sebuah acara bertajuk PSSI Bisa Apa yang dipandu Najwa Shihab di salah satu stasiun televisi, terungkap ada kasus match fixing yang melibatkan salah satu anggota Komite Eksekutif.

Pemerintah memang tidak diperbolehkan ikut campur dalam urusan federasi sepakbola di negaranya. Namun melalui kasus ini, pemerintah bisa mendesak PSSI untuk mengusut tuntas dan mengupayakan KLB secepatnya. Dengan agenda pemilihan anggota Komite Eksekutif yang baru. Pemerintah bisa beralasan tindakan ini adalah bentuk komitmen dan integritas PSSI dalam upaya mereka menjadikan sepakbola Indonesia lebih berprestasi dan bermartabat.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bola Selengkapnya
Lihat Bola Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun