Ketua Umum PSSI Edy Rachmayadi didesak untuk mengundurkan diri. Desakan ini menguat seiring hasil buruk yang diraih Timnas Indonesia pada ajang Piala AFF 2018.Â
Tagar #EdyOut menggema sebagai bentuk kekecewaan publik sepakbola Indonesia terhadap kinerja PSSI selama dipimpin oleh Edy.
Diluar terpuruknya prestasi Timnas Indonesia, rangkap jabatan yang dilakukan Edy Rachmayadi juga dinilai memperburuk citra PSSI. Edy dianggap tidak memiliki kepedulian dan komitmen yang pasti terhadap tanggung jawabnya sebagai Ketua Umum PSSI.
Beberapa kandidat calon Ketua Umum PSSI yang baru dimunculkan publik sepakbola tanah air. Mulai dari pengusaha Erick Thohir hingga mantan Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaya Purnama. Â
Menanggapi tagar #EdyOut yang disuarakan suporter sepakbola Indonesia, saya pribadi menganggap Edy Rachmayadi tak perlu mundur dari PSSI. Biarkan dia menjabat hingga selesai masa jabatannya yang kurang 2 tahun lagi.
Setidaknya ada 2 alasan mengapa Edy Rachmayadi tak perlu mengundurkan diri dan tetap menjabat sebagai Ketua Umum PSSI.
Yang pertama, perlu kiranya publik sepakbola Indonesia membaca kembali Statuta PSSI. Disana disebutkan bahwa Ketua Umum PSSI, beserta Wakil Ketua Umum dan anggota Komite Eksekutif lainnya dipilih oleh Kongres PSSI dengan masa jabatan 4 tahun. Jika Ketua Umum PSSI berhalangan untuk sementara atau tetap dalam arti mengundurkan diri, Â tugas-tugasnya akan diemban oleh Wakil Ketua Umum PSSI yang tertua hingga masa Kongres berikutnya.
Dengan demikian, seandainya Edy Rachmayadi mundur sebelum masa jabatannya selesai, Wakil Ketua Umum PSSI, dalam hal ini adalah Joko Driyono akan menggantikan dan menjalankan tugas-tugasnya. Memang, saat Kongres Luar Biasa PSSI tahun 2016 lalu, ada dua wakil ketua umum. Selain Joko Driyono, ada nama Iwan Budianto yang ikut terpilih. Namun, oleh Edy Rahmayadi  Iwan Budianto digeser jabatannya dengan sebuah jabatan baru yakni Kepala Staff Ketua Umum.
Yang kedua, kepemimpinan dalam organisasi PSSI adalah kolektif kolegial yang dijalankan oleh Komite Eksekutif. Dalam menjalankan roda organisasinya, setiap keputusan terhadap pelaksanaan organisasi maupun anggaran diputuskan bersama oleh Komite Eksekutif.
Ketua Umum PSSI memiliki hak suara yang sama dengan anggota Komite Eksekutif lainnya. Tugas Ketua Umum PSSI bukanlah sebagai penentu dan pengambil keputusan. Karena itu, tuntutan mundur bagi Edy Rachmayadi seharusnya juga disuarakan pada anggota Komite Eksekutif lainnya.
Terpuruknya prestasi timnas Indonesia adalah buah dari kepemimpinan kolektif dalam tubuh PSSI. Naif rasanya jika hanya Edy Rachmayadi saja yang dituntut mundur, sementara anggota Komite Eksekutif lainnya tetap memiliki hak dan kewenangan yang sama.
Seandainya Edy Rachmayadi diganti, penggantinya juga tidak bisa berbuat banyak dalam pengambilan keputusan. Apalagi jika arah kebijakannya bertentangan dengan anggota Komite Eksekutif yang lain. Suara terbanyak tetap menjadi pemenang. Baik Erick Thohir atau Basuki Tjahaya Purnama sekalipun tidak bisa sewenang-wenang memutuskan perencanaan organisasi PSSI.
Memang, ada beban tambahan yang menjadi tanggung jawab Ketua Umum PSSI. Sesuai dengan Statuta, Ketua Umum PSSI bertanggung jawab untuk memastikan jalannya roda organisasi sesuai dengan Anggaran Dasar yang sudah ditetapkan. Dalam pelaksanaannya tersebut, Ketua Umum PSSI bertanggung jawab mengarahkan dan mengawasi kinerja Sekjend PSSI yang sudah dipilih oleh Komite Eksekutif. Termasuk dalam hal ini adalah keberlangsungan kompetisi dan prestasi tim nasional.
Dengan melihat fakta ini, desakan supaya Edy Rachmayadi mundur dan kemudian PSSI memilih ketua umum yang baru jelas salah alamat. Seandainya Edy Rachmayadi bersedia mundur atas kesadaran pribadi sekalipun, yang akan menggantikannya adalah Joko Driyono. Tidak secara otomatis Komite Eksekutif bisa langsung menunjuk orang lain untuk menggantikannya.
Yang tepat dan seharusnya dilakukan oleh publik sepakbola Indonesia adalah mendesak Komite Eksekutif PSSI untuk segera menggelar Kongres Luar Biasa dengan agenda pemilihan Ketua Umum PSSI yang baru. Dengan demikian, orang baru tersebut, siapapun orangnya, akan bisa mengawasi dan mengarahkan kinerja Sekjend PSSI dengan baik.
Terlebih, apabila pengganti Edy Rachmayadi kelak memiliki pengaruh yang kuat terhadap anggota Komite Eksekutif lainnya. Melalu pengaruhnya tersebut, dia bisa mengarahkan Komite Eksekutif untuk membuat program-program sepakbola nasional yang rasional, bisa dijalankan dengan baik dan menghasilkan prestasi yang baik pula.
Untuk jangka panjang, publik sepakbola tanah air juga seharusnya mendesak para anggota PSSI, dalam hal ini mereka yang memiliki hak suara, untuk mencalonkan dan memilih anggota Komite Eksekutif yang baru dalam Kongres PSSI berikutnya. Karena setiap kebijakan yang diambil dan dijalankan PSSI saat ini tak lain adalah hasil dari keputusan Komite Eksekutif. Percuma rasanya jika kita hanya mengganti kepalanya, tapi badan organisasinya masih diisi oleh orang-orang yang sama.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H