Mohon tunggu...
Himam Miladi
Himam Miladi Mohon Tunggu... Penulis - Penulis

Penulis Konten | warungwisata.com | Email : himammiladi@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Memperingati Maulid Nabi sebagai Wujud Syukur Atas Nikmat Kelahiran Rasulullah SAW

20 November 2018   09:51 Diperbarui: 21 November 2018   07:16 1255
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Hakekat dari hadist tersebut adalah kita dianjurkan untuk memperbanyak shalawat kepada Rasulullah SAW sebagai bentuk pemuliaan terhadap pribadi beliau. Tak hanya dikhususkan pada satu hari saja. Setiap hari, setiap saat senantiasa lidah kita dianjurkan untuk menyenandungkan dzikir kepada Allah dan shalawat kepada Rasulullah SAW.

Dengan demikian, kita memperingati Maulid Nabi SAW sebagai salah satu cara untuk memuliakan beliau bukan hanya tepat pada hari kelahirannya saja. Melainkan selalu dan selamanya, di setiap waktu dan setiap kesempatan ketika kita mendapatkan kegembiraan.

Perayaan Maulid Nabi Sebagai Wujud Syukur atas Kelahiran Rasulullah SAW

Tanggal kelahiran Nabi Muhammad, yang pada masa kini selalu kita peringati dalam perayaan Maulid Nabi SAW, tidak ada kaitannya dengan ibadah tertentu. Dan tidak pula kita disyariatkan untuk melakukan ibadah tertentu. Tanggal tersebut hanyalah sebagai penanda untuk mengingatkan kita bahwa pada tanggal 12 Rabiul Awwal Tahun Gajah, telah dilahirkan sosok mulia bernama Muhammad bin Abdullah bin Abdul Muthalib. Yang kemudian dalam perjalanan hidupnya membawakan cahaya Iman dan Islam bagi seluruh penduduk dunia.  Salahkah jika kita mengingat-ingat kembali hari yang penuh kenikmatan tersebut?

Bukankah Rasulullah sendiri juga selalu mengingat hari kelahiran beliau?

Dari Abu Qatadah Al-Anshari r.a, Rasulullah SAW pernah ditanya mengenai puasa pada hari Senin, lantas beliau menjawab,

 "Hari tersebut adalah hari aku dilahirkan, hari aku diutus atau diturunkannya wahyu untukku." (HR. Muslim, no. 1162).

Habib As-Sayyid Muhammad Alwi Al-Maliki Al-Hasani Al-Makki mengatakan, "Tidak layak seorang yang berakal bertanya, 'Mengapa kalian memperingatinya?' Karena, seolah-olah ia bertanya, 'Mengapa kalian bergembira dengan adanya Nabi SAW?"

Dengan kata lain, jika kita bahagia dengan kelahiran Nabi Muhammad, maka kita sudah merayakan Maulid Nabi tersebut. Tidakkah kita bergembira dengan kelahiran Nabi Muhammad SAW?

Ekspresi kegembiraan dan rasa syukur kita atas kelahiran beliau memang tidak boleh dirupakan dalam bentuk perayaan yang hingar bingar. Rasa syukur tersebut seyogyanya kita wujudkan dalam bentuk amal perbuatan yang mencontoh setiap tindak-tanduk dan budi pekerti Rasulullah SAW.

Meski begitu, dari segi dakwah berkumpulnya orang banyak saat memperingati Maulid Nabi juga menjadi kesempatan yang berharga untuk mengingatkan kembali kepada mereka tentang Nabi, baik akhlaqnya, hal ihwalnya, sirahnya, muamalahnya, maupun ibadahnya sehingga menjadikan beliau sebagai suri tauladan dalam kehidupan di dunia ini. Terlebih di era globalisasi seperti sekarang, dimana ajaran-ajaran agama sudah mulai banyak ditinggalkan. Anak-anak muda sudah banyak yang tidak bisa mengingat kembali kisah hidup Rasulullah SAW. Sebuah pelajaran yang semestinya mereka dapatkan sejak kecil dahulu.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun