Bila ada kesempatan berkunjung ke Tulungagung, cobalah bertanya tentang Kopi Ijo. Bisa dipastikan telunjuk orang-orang akan mengarah ke Desa Bolorejo, Kecamatan Kauman. Dan jika ditanyakan lagi perihal Kopi Ijo apa yang paling terkenal, semua orang akan bilang Kopi Bubuk Waris. Namanya melegenda hingga ke negeri tetangga.
Sebelum saya bercerita tentang Kopi Ijo Waris, ada baiknya saya jelaskan dulu, apa perbedaan Kopi Ijo, Kopi Hijau dan kopi  biasa. Kopi Hijau, adalah terjemahan dari Green Coffee. Yakni biji kopi mentah yang belum disangrai. Biji kopi ini berwarna hijau kering.
Kopi biasa (tanpa embel-embel warna), tentu saja merujuk pada biji kopi yang sudah disangrai, berwarna coklat gelap (tergantung tingkat kematangannya), siap digiling untuk kemudian diseduh. Â Oleh orang-orang dari dunia kopi disebut Coffee Bean.
Kopi Ijo, ini yang agak unik. Kata "ijo", adalah penyebutan bahasa Jawa untuk warna hijau. Tapi, Kopi Ijo bukanlah biji kopi mentah, sebagaimana yang dimaksud sebagai arti dari Kopi Hijau sebenarnya.Â
Kopi Ijo adalah kopi bubuk yang sudah disangrai, yang bila diseduh kemudian akan tampak berwana hijau kehitaman. Dan sentra produksi dari Kopi Ijo ini ada di Desa Bolorejo, Kecamatan Kauman, Kabupaten Tulungagung.
Tidak ada literatur yang pasti dan bisa memberitahukan kita sejak kapan Kopi Ijo ini mulai ada dan diproduksi di Desa Bolorejo. Keberadaan Kopi Ijo ini juga tak lepas dari budaya Nyethe, atau Cethe. Yakni melukis/membatik puntung rokok dengan ampas kopi.
Sebenarnya, ada banyak warung kopi sejenis yang bertebaran di beberapa tempat di Kecamatan Kauman. Tapi, Warung Kopi Waris lebih dikenal orang sebagai pusat produksi Kopi Ijo. Awalnya, Warung Kopi Waris hanya membuat kopi sendiri untuk dijual di warung. Menurut Hariyanto, satu dari 10 anak Pak Waris, orang tuanya mulai buka usaha warung kopi sejak 1978.Â
"Itu setelah ada banjir bandang tahun 1976," kata Haryanto. Lambat laun, banyak orang yang memesan untuk dibawa pulang. Baik untuk dikonsumsi sendiri maupun untuk dijual kembali.
Popularitas Kopi Bubuk Waris pun semakin menanjak. Setelah Pak Waris meninggal dunia, usahanya diteruskan oleh istrinya, Sutijah atau yang akrab dipanggil Mak Waris.Â
Kini, Kopi Bubuk Waris sudah dikelola oleh generasi kedua. Beberapa anggota keluarga Pak Waris membuat kopi bubuk sendiri-sendiri berdasarkan resep/racikan peninggalan Pak Waris. Meski dibuat terpisah, dengan logo atau kemasan yang berbeda, namun semuanya memakai nama Waris dibelakangnya.
Hariyanto menuturkan, saat kopi bubuk Waris mulai dipesan orang luar untuk dibawa pulang, dirinya mulai mengurus Sertifikat Produksi Pangan -- Industri Rumah Tangga (P-IRT) dari Dinas Kesehatan Kabupaten Tulungagung. Dengan nama industri Warung Kopi Waris dan merek produk adalah Kopi Bubuk Waris.
Mengapa disebut Kopi Ijo?
Selain karena warna bubuk kopi dan cairannya yang hijau kehitaman saat diseduh, penyebutan Kopi Ijo juga didasarkan pada pemilihan bahan baku. Umumnya, kopi bubuk biasa dibuat dari biji kopi yang berasal dari buah kopi (cherry) yang sudah matang benar, atau yang berwarna merah.Â
Sementara Kopi Ijo, menurut penuturan salah seorang keluarga Pak Waris, dibuat dari biji kopi yang berasal dari buah kopi yang masih agak mentah, alias buah kopi yang sebagian besar masih berwarna hijau.
Rahasia lainnya terletak pada proses penyangraian. Biji kopi yang sudah dikeringkan secara alami (dijemur biasa/natural processing) kemudian disangrai dengan menggunakan kayu bakar yang benar-benar kering dalam wajan/penggorengan dari tanah liat. Karena itu, aroma kayu bakar atau aroma sangit masih terbawa ketika kopi ijo diseduh.
Keistimewaan lain dari Kopi Bubuk Waris ini adalah bubuk kopinya yang fresh from the oven. Artinya, bubuk kopi yang dijual adalah hasil dari penyangraian pada hari itu juga. Untuk satu kali penyangraian, Warung Kopi Waris bisa menyangrai hingga 50 kilogram biji kopi.Â
Karena kapasitas wadah penyangraian yang terbatas, proses penyangraian dilakukan hingga tiga kali, tergantung ketersediaan bahan baku dan kayu bakarnya. Bagi pembeli yang hari itu tidak kebagian, mereka harus menunggu keesokan harinya.
Selain memberi keuntungan bagi keluarga Waris, Kopi Bubuk Waris juga membawa berkah tersendiri bagi masyarakat sekitar. Tak hanya karena Warung Kopi Waris-nya yang selalu ramai, para tetangga sekitar juga ikut menangguk rejeki dengan menjadi penjual/reseller dari kopi khas keluarga Waris ini. Hariyanto sendiri kini lebih fokus mengurusi produksi kopi. Meski kadang ada beberapa orang yang membeli langsung di warung kopinya.
Salah satu reseller Kopi Ijo Waris ini adalah pak Ari. Menurutnya, banyak pesanan yang datang dari luar kota Tulungagung, bahkan dari luar Jawa. Beberapa warga di Tulungagung dan sekitarnya yang menjadi TKI di negeri Jiran juga kerap membawa Kopi Ijo saat mereka kembali bekerja ke negeri tetangga. Tak heran, kopi Ijo Waris bisa melegenda di kalangan para TKI di Malaysia hingga Hongkong.Â
Untuk pengiriman, Pak Ari menyerahkan pilihan kurirnya pada pembeli. Biasanya, pembeli yang berasal dari daerah Jawa Timur memilih JNE karena ongkos kirimnya lebih murah untuk sesama kota Jawa Timur. Rata-rata cuma 8 ribu rupiah untuk paket JNE Reguler yang dengan waktu antar 2-3 hari.
Keberadaan JNE sebagai perusahaan kurir benar-benar dirasakan manfaatnya bagi para pelaku UMKM. Menginjak usianya yang ke-28 tahun, JNE berkembang pesat menjadi perusahaan kurir yang terpercaya.
Hingga saat ini, JNE sudah memiliki lebih dari 6 ribu titik layanan yang menjangkau ke seluruh penjuru tanah air. JNE membantu industri UMKM untuk terus berkembang dengan memberi pelayanan pengiriman yang cepat dan biaya kirim terjangkau supaya produk-produk UMKM tersebut bisa dipasarkan lebih luas lagi.Â
Tidak hanya terbatas pada daerah masing-masing saja. Dengan demikian, produk-produk UMKM di Indonesia bisa lebih dikenal luas, menjadi local brand yang kuat dan bisa menjadi penopang perekonomian daerah.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H