Mohon tunggu...
Himam Miladi
Himam Miladi Mohon Tunggu... Penulis - Penulis

Penulis Konten | warungwisata.com | Email : himammiladi@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Artikel Utama

"Coffee Break", Antara Sejarah dan Peningkatan Produktivitas Kerja

15 November 2018   17:26 Diperbarui: 17 November 2018   08:21 1462
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
ilustrasi (unsplash.com/@romankraft)

Sekarang ini, tak ada rapat, seminar, workshop, talkshow, pokoknya pertemuan apapun yang memakan waktu seharian penuh tanpa diselingi dengan waktu minum kopi atau lazim kita sebut coffee break.  Selain waktu untuk istirahat makan siang, coffee break juga wajib disediakan penyelenggara pertemuan.

Ini bukanlah sekadar memberikan waktu istirahat sejenak. Untuk melepaskan kepenatan dan kejenuhan peserta pertemuan tersebut. Di balik coffee break, ada sejarah panjang dan, mungkin pula banyak yang belum tahu, ada hubungannya dengan peningkatan produktivitas kerja.

Setiap budaya selalu ada asal-usulnya. Begitu pula dengan budaya coffee break. Sebenarnya,coffee break tidak diberikan hanya sebatas pada suatu rapat atau pertemuan saja. Ditinjau dari sejarahnya, coffee break justru awalnya diberikan pada pekerja atau karyawan pabrik.

Ada banyak versi dan spekulasi tentang siapa, kapan, di mana, dan bagaimana coffee break itu terjadi. Satu sumber mengatakan, coffee break diduga berasal dari kebiasaan wanita imigran di Stoughton, Wisconsin pada akhir abad ke-19. Para wanita yang bertugas menjaga anak ini mengambil waktu istirahat di pagi dan sore hari. Pada saat itu mereka pulang sebentar untuk menikmati cemilan dan minum kopi di rumah.

Sementara menurut sumber lain yang lebih valid, budaya coffee break berasal dari dua perusahaan di New York pada awal abad ke-20. Dua perusahaan ini mengklaim bahwa mereka adalah yang pertama memberikan waktu istirahat semacam itu kepada karyawan mereka sambil menyediakan kopi gratis.

Klaim pertama datang dari seorang pemilik pabrik Italia, Luigi Bezerra. Pada tahun 1901, Bezerra sedang mencari cara untuk mempercepat waktu coffee break karyawannya. Dia membayangkan seandainya dia dapat menyeduh kopi lebih cepat, karyawannya akan minum dan kembali bekerja lebih cepat.

Bezerra kemudian menemukan ide menggunakan tekanan uap untuk memaksa air panas melalui bubuk kopi. Ide Bezzera tentang memaksa air melalui bubuk di bawah tekanan meluncurkan cara baru untuk membuat kopi. Inilah cikal bakal mesin espresso. Kelak, La Pavoni yang kemudian membeli hak paten tersebut menyempurnakan teknik penyeduhan kopi dari mesin espresso milik Bezerra.

Pada saat yang hampir bersamaan, perusahaan manufaktur Barcolo, New York secara resmi menjadikan coffee creak sebagai bagian dari manfaat yang berhak dinikmati oleh karyawannya. Menurut cerita surat kabar lama, budaya ini bermula saat para karyawan Barcolo bernegosiasi untuk istirahat sejenak pada pagi dan sore hari di waktu hari-hari kerja mereka. Salah satu karyawan kemudian menawarkan diri untuk memanaskan kopi selama waktu istirahat tersebut.

Meski budaya coffee break di pabrik dan perusahaan sudah dimulai sejak awal abad ke-20, tapi tidak banyak perusahaan di Amerika sana yang benar-benar mengadopsi dan menjadikannya waktu istirahat resmi. Baru pada tahun 1964, coffee break menjadi masalah nasional. Pada bulan Juni tahun itu, majalah Time melaporkan adanya pemogokan nasional oleh United Auto Workers.

Para karyawan di lini perakitan ini menuntut adanya coffee break selama 15 menit setiap hari dalam kontrak mereka. Tuntutan ini akhirnya dipenuhi tapi dengan beberapa kebijakan tertentu dari perusahaan masing-masing. Seperti waktu coffee break di area yang sudah ditentukan oleh perusahaan. Jadi para karyawan tidak diperbolehkan memanfaatkan waktu coffee break mereka untuk pulang ke rumah. Sementara beberapa negara bagian seperti California mewajibkan setiap perusahaan untuk menawarkan jeda atau waktu istirahat tersebut kepada semua karyawan.

Coffee break tak hanya sekedar memberikan waktu istirahat bagi karyawan saja. Beberapa penelitian menyatakan, pemberian waktu istirahat atau coffee break bisa meningkatkan produktivitas karyawan. Lebih dari itu, coffee break juga dinilai sebagai salah satu kebijakan perusahaan yang paling tepat sebagai bentuk penghargaan bagi karyawannya.

Sebuah artikel di BBC pada 2001 mengutip pernyataan dari psikolog organisasi Profesor Cary Cooper dari Universitas Lancaster tentang nilai menawarkan teh dan kopi gratis kepada para pekerja saat coffee break.

"Sikap perusahaan pada teh dan kopi gratis (bagi pekerja) adalah simbol dari sikap manajemen. Pekerja yang meminta minuman gratis mengatakan "Hargai saya".

Pernyataan ini didukung oleh sebuah jajak pendapat dari Harris Interactive terhadap pekerja di Amerika Serikat dan hasilnya adalah:

  1. 80% pekerja AS yang disurvei merasa lebih dihargai ketika majikan mereka menyediakan kopi gratis.
  2. 76% merasa kopi itu menyebabkan mereka bisa santai.
  3. 79% mengatakan bahwa mereka lebih produktif ketika mereka memiliki akses untuk minum kopi.

Kesimpulan dari survei tersebut, menyediakan pilihan kopi dan minuman di ruang yang disediakan untuk coffee break akan menghasilkan manfaat yang lebih tinggi daripada hampir semua program pengakuan atau penghargaan pekerja lainnya.

Dalam perkembangannya, istilah coffee creak kini semakin meluas. Tak hanya diperuntukkan untuk menyebut hak istirahat sejenak bagi karyawan/pekerja saja. Setiap ada waktu rehat, yang diberikan pada suatu pertemuan atau rapat akhirnya juga disebut sebagai coffee break.

Karenanya, salah satu hidangan wajib saat waktu istirahat tersebut sudah tentu harus ada minuman kopi. Aneh dan lucu bukan jika kita menyebut coffee break tapi yang dihidangkan adalah minuman teh atau es sirop.

Referensi:

1. NPR

2. National Coffee Break

3. Talk about coffee

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun