Mohon tunggu...
Himam Miladi
Himam Miladi Mohon Tunggu... Penulis - Penulis

Penulis Konten | warungwisata.com | Email : himammiladi@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Mengendalikan Dampak Negatif Pornografi Pada Anak dengan Program Kaligrafi

27 Oktober 2018   21:50 Diperbarui: 27 Oktober 2018   21:50 1354
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Tim Kaligrafi dan dr. Ariani menyimak pertanyaan dan keluhan dari para guru SD Kota Malang (dok.pribadi)

"Mbak sudah pernah 'malam pertama'"? 

tanya seorang anak SD pada Rafri Dinda, mahasiswi Fakultas Kedokteran Universitas Brawijaya. Pertanyaan itu adalah satu dari sekian banyak contoh paparan pornografi pada anak SD yang ditemui Dinda, panggilan akrab Rafri Dinda Berbudi Mulia, ketika melakukan studi kasus di SDN 1 Karang Besuki, Sukun, Kota Malang.

Dinda merupakan salah seorang inisiator Program Kaligrafi, singkatan dari Kendali Perilaku Negatif Kasus Pornografi. Bersama 6 rekan mahasiswa lainnya, mereka mencoba mengobservasi bagaimana perilaku anak-anak SD terkait pornografi.

Kegiatan ini mereka lakukan dalam rangka Program Kreativitas Mahasiswa. Sebelum menciptakan Program Kaligrafi, Dinda dan kawan-kawan melakukan survei dan studi kasus di SDN 1 Karang Besuki. Hasilnya cukup mengejutkan. Sebagian besar anak-anak SD sudah mengenal istilah-istilah yang menjurus pada pornografi.

Kasus pornografi pada anak memang sudah sangat mengkhawatirkan. Tak hanya tentang pengaruh dan dampak negatifnya saja, kasus kekerasan seksual pada anak-anak juga semakin meningkat.

Keterbukaan informasi akibat meluasnya penggunaan internet hanya menjadi salah satu faktor utama. Yang lain adalah ketidakpedulian orang tua dalam hal pengasuhan dan tumbuh kembang anak itu sendiri.

Perilaku anak-anak sekolah dasar yang terkena dampak negatif dari pornografi biasanya lebih cepat dikenali oleh guru-guru mereka di sekolah. Hal ini dikatakan oleh dr. Ariani, Mkes., SpA(K) dari divisi Tumbuh Kembang Departemen Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Universitas Brawijaya selaku pembimbing dari Tim Kaligrafi. Dr. Ariani juga menuturkan pernah menjumpai teman-teman anaknya di sekolah dasar memperagakan adegan yang menjurus pornografi, meskipun itu dianggap sebagai bahan candaan belaka.

Karena itu, selain perhatian penuh dari orang tua, peran guru SD juga tidak kalah pentingnya dalam menjaga anak didik mereka untuk tidak terkena dampak negatif pornografi. Atas dasar studi kasus dan rentetan kasus pornografi pada anak yang banyak diberitakan di media massa, Dinda dan kawan-kawan menciptakan program khusus sebagai upaya mengurangi pengaruh negatif pornografi terhadap anak didik dengan deteksi antipornografi dan pengembangan potensi motorik siswa.

Bekerja sama dengan Dinas Pendidikan Kota Malang, hasil dari penerapan Program Kaligrafi ini kemudian dibagikan pada guru-guru SD dalam acara Pelatihan Program Kaligrafi untuk Guru SD se-Kota Malang, yang bertempat di Aula Dinas Pendidikan Kota Malang pada Sabtu (27/10/2018) pagi.

Rafri Dinda, salah seorang inisiator Tim Kaligrafi sedang mempresentasikan Program Kaligrafi (dok.pribadi)
Rafri Dinda, salah seorang inisiator Tim Kaligrafi sedang mempresentasikan Program Kaligrafi (dok.pribadi)
Tim Kaligrafi terdiri dari 7 orang mahasiswa lintas fakultas dan universitas. Mereka adalah Rafri Dinda Berbudi Mulia (Fak. Kedokteran Univ. Brawijaya), Athifah Rosi Widiyani (Fak. MIPA Univ. Brawijaya), Indra Fahrizal (Fak. Ilmu Komputer Univ. Brawijaya), Abdullah Bakhrudinsyah K.W (Fak. Kedokteran Univ. Brawijaya), Sabil Prihastomo Seputro (Fak. Ilmu Komputer Univ. Brawijaya), Adhelia Rochmatika (Fak. Psikologi Univ. Negeri Malang) dan Yan Ruziqa (Fak. Ilmu Komputer Univ. Brawijaya). Dua dosen pembimbing menyertai para mahasiswa ini dalam pembuatan metode Kaligrafi, yaitu dr. Ariani, Mkes., SpA(K) dan dr. Prasetya Ismail, MBiomed., SpA, keduanya dari Departemen Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Universitas Brawijaya Malang.

Seperti apa program Kaligrafi itu?

Pada dasarnya program ini dilakukan dalam tiga sesi kegiatan. Pertama adalah Pre test dan pengelompokan, pengajaran dan pendampingan, serta monitoring dan post test .

Pada sesi pre test, kader (pelaksana metode) melakukannya dengan dua cara, yakni memakai aplikasi digital (software permainan/gim yang dikembangkan sendiri oleh tim Kaligrafi) dan kemudian dilengkapi dengan wawancara pada orang tua serta anak-anak. 

Pre test ini dilakukan dengan memberikan soal pilihan ganda dalam bentuk permainan gim yang masing-masing soal memiliki bobot penilaian. Sementara wawancara lisan bertujuan untuk mengetahui perilaku anak dan studi pengelompokan minat potensi motorik. Hasil dari pre test ini kemudian digabungkan dengan hasil wawancara secara lisan untuk mengetahui perilaku yang menggambarkan anak telah terindikasi terpapar pornografi.

screenshot aplikasi Kaligrafi untuk pre test dan post test (dok. Tim Kaligrafi)
screenshot aplikasi Kaligrafi untuk pre test dan post test (dok. Tim Kaligrafi)
Pada sesi pengajaran dan pendampingan, ada dua hal yang perlu dilakukan. Yakni penyampaian materi dan pelatihan terpadu. Materi yang diberikan pada anak didik antara lain mengenai pendalaman agama, pendidikan seksual (untuk anak sekolah dasar) dan penggunaan internet sehat.

Sedangkan pelatihan terpadu diberikan dengan tujuan untuk mengasah potensi motorik dari setiap anak didik. Hal ini perlu dilakukan supaya anak didik dapat memaksimalkan potensinya tersebut tanpa harus terpengaruh oleh pornografi. Dengan kata lain, semakin banyak aktivitas motorik sesuai dengan potensi anak, semakin cepat pula anak-anak melupakan masalah pornografi yang mungkin pernah mereka terima dalam pergaulan sehari-hari. Latihan terpadu ini meliputi aktivitas motorik halus (menggambar) dan kasar (perlindungan diri).

Khusus untuk perlindungan diri, anak-anak harus diperkenalkan sejak dini tentang yang mana sentuhan yang boleh dan mana sentuhan yang tidak boleh. 

Artinya, sentuhan boleh adalah sentuhan seseorang pada kepala, tangan dan kaki anak. Sedangkan sentuhan tidak boleh adalah sentuhan yang dilakukan pada bagian badan yang tertutup baju atau baju dalam. Selain itu, anak-anak juga harus diberikan pengertian, bahwa jika ada yang menyentuh, siapapun itu, jika menyebabkan rasa tidak nyaman maka termasuk sentuhan yang tidak boleh.

Sesi pendampingan ini juga digunakan untuk melatih anak didik dalam hal kemampuan berbicara, yang meliputi deskripsi diri dan deskripsi lingkungan. Dalam deskripsi diri, seorang anak diharapkan mampu mengenali identitas diri mereka yang mencakup aspek pengetahuan diri, aspek harapan diri dan aspek penilaian diri. Sedangkan yang dimaksud deskripsi lingkungan adalah mengenai hal-hal yang dapat menjadi media pengakses pornografi seperti gawai, internet, lingkungan sekitar dan sosial masyarakat.

Materi terakhir dari sesi pendampingan ini berupa aktivitas elaborasi pikiran. Anak didik diajak untuk belajar berdiskusi mengenai permasalahan/kasus yang (pernah) mereka alami. Proses diskusi ini penting supaya anak didik bisa belajar untuk berpikir secara kritis, kreatif dan ilmiah. Proses diskusi ini kemudian ditutup dengan materi refleksi diri dalam bentuk fun games.

Setelah proses pengajaran dan pendampingan selesai, tim Kaligrafi kemudian melakukan monitoring dengan melakukan post test dan wawancara kembali. Post test dilakukan sama halnya dengan saat melakukan pre test, yaitu melalui pengerjaan soal pilihan ganda yang ada di aplikasi digital, dan kemudian dilengkapi dengan hasil wawancara individu.

Tim Kaligrafi kemudian melakukan monitoring program untuk menilai keberhasilan dari pelaksanaan program ini. Mekanismenya menggunakan jurnal penilaian  dimana nilai skornya akan menunjukkan apakah anak didik berhasil dalam mengikuti program tersebut.

Menutup rangkaian program ini, tim Kaligrafi mengadakan pertunjukan untuk menampilkan bakat dan minat dari anak didik, sebagaimana yang sudah mereka ketahui saat melakukan pendampingan. Tujuan dari pertunjukan (pentas seni) ini adalah untuk mengimplementasikan nilai-nilai yang telah ditanamkan selama pelaksanaan program Kaligrafi.

Berharap Program Kaligrafi Bisa Diterapkan Secara Luas

Secara keseluruhan, pemaparan program Kaligrafi ini di depan para guru SD se-Kota Malang mendapat apresiasi dan atensi penuh. Dalam sesi tanya jawab, banyak guru yang membenarkan hasil temuan tim Kaligrafi, bahwa ada beberapa anak didik mereka yang terkena paparan dan dampak negatif dari pornografi. Bahkan, usai acara presentasi dan pelatihan, guru-guru SD tersebut meminta tim Kaligrafi untuk mengadakan program yang sama di sekolah mereka.

Athifah Rosi Widiyani, salah seorang inisiator Tim Kaligrafi berharap program ini bisa diterima dan diterapkan secara luas. Indikasi keberhasilan yang mereka dapatkan saat melaksanakan program ini di SDN 1 Karang Besuki menjadi bukti bahwa metode Kaligrafi bisa mengurangi dampak negatif pornografi pada anak-anak sekolah dasar.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun