Mohon tunggu...
Himam Miladi
Himam Miladi Mohon Tunggu... Penulis - Penulis

Penulis Konten | warungwisata.com | Email : himammiladi@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Menggagas Masa Depan Pariwisata Kota Malang Melalui "Urban Tourism"

20 Oktober 2018   11:26 Diperbarui: 20 Oktober 2018   12:07 1005
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Peta wisata heritage di Kampung Kayutangan (dok.pribadi)

Perlu kerja keras dan sinergi dari semua pemangku kepentingan. Untuk membranding Kota Malang sebagai City Heritage, brand value yang dibawa harus lahir dari nilai yang mengakar di masyarakat sehingga strategi branding Malang City Heritage bisa sejalan dengan kehidupan warganya.

Salah satu kebijakan yang sudah dilakukan pemerintah Kota Malang untuk mewujudkan hal ini adalah dengan menerbitkan Perda nomor 1 tahun 2018 tentang bangunan Cagar Budaya. Dengan adanya perda ini, beberapa bangunan atau situs yang sudah ditetapkan sebagai cagar budaya menjadi lebih terlindungi. Meski begitu, harus ada upaya lebih keras, salah satunya adalah sosialisasi yang massiv  tentang pentingnya menjaga kawasan dan bangunan-bangunan heritage lainnya supaya nilai ini mengakar kuat di masyarakat.

Malang Halal sebagai pusat Halal Tourism

Begitu pula dengan konsep kerangka kerja Malang Halal, yang berambisi menjadikan Kota Malang sebagai pusat wisata kuliner halal. Menurut Ketua Asosiasi Pengusaha Kafe dan Restoran Indonesia (Apkrindo) Kota Malang, Indra Setiyadi dalam kesempatan diskusi panel tersebut, belum tampak upaya dan tindak lanjut yang lebih jauh dari pemerintah kota Malang untuk mewujudkan ambisi tersebut. Salah satunya adalah sertifikasi halal pada rumah-rumah makan/restoran serta produk-produk kuliner lokal.

Perlu ada sosialisasi tentang perlunya sertifikasi halal untuk kafe dan restoran (dok.pribadi)
Perlu ada sosialisasi tentang perlunya sertifikasi halal untuk kafe dan restoran (dok.pribadi)
Memang, ini bukan semata tanggung jawab pemerintah Kota Malang saja. Karena, proses sertifikasi halal itu menjadi wewenang bagi Badan Jaminan Penyelenggara Produk Halal. Meski begitu, pemerintah Kota Malang bisa bertindak sebagai fasilitator dengan mengupayakan sosialisasi yang lebih intensif tentang perlunya sertifikasi halal ini dalam upaya mereka mewujudkan Malang Halal, pusat Halal Tourism.

Lebih jauh lagi, harus ada standarisasi yang jelas untuk semua hal yang sudah disebutkan diatas. Hal ini terkait dengan strategi pemasaran pariwisata. Segmentasi pasar mana yang hendak dibidik Kota Malang? Apakah cukup puas membidik wisatawan lokal saja atau hendak menggiring wisatawan mancanegara?

Harus ada Standar dan Strategi Branding Pariwisata yang jelas 

Mengenai hal ini, pemerintah Kota Malang bisa mencontoh Pemerintah Kabupaten Banyuwangi, yang dalam acara yang sama memaparkan beberapa poin keberhasilan mereka mengubah pariwisata Banyuwangi ke standar pariwisata internasional. Secara singkat, pemkab Banyuwangi menerapkan standar pariwisata yang tinggi seperti pembatasan investasi hotel bintang 2 kebawah, pembatasan minimarket modern dan strategi penjualan pariwisata yang melibatkan kontribusi penduduk setempat.

Pemkab Banyuwangi sepertinya memahami penuh faktor psikologi wisatawan, dimana wisatawan asing menghendaki experience by nature saat mereka memilih destinasi wisata. Dengan melibatkan penduduk setempat dan menata produk wisatanya secara alami, pemkab Banyuwangi mampu meraih berkah dari limpahan wisatawan mancanegara dari Bali yang sebelumnya lebih memilih pulau Lombok sebagai tempat wisata alternatif.

Sekali lagi, perlu upaya dan kerja keras dari jajaran pemerintah Kota Malang dan sinergi serta kontribusi masyarakat untuk bisa mewujudkan mimpi masa depan Kota Malang di sektor pariwisata tersebut. Jangan sampai pemerintah Kota Malang hanya puas dengan tagline dan peraturan pokok saja tanpa upaya eksplorasi makna lebih jauh yang kemudian diterapkan dalam perilaku serta karakter kota dan warganya.

***

Daftar Pustaka:

Handinoto, 1996. Perkembangan Kota dan Arsitektur Kolonial Belanda di Malang, Petra, Surabaya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun