Hanya orang yang tidak suka membaca saja yang tidak kenal nama Agatha Christie. Dame Agatha Mary Clarissa Christie, DBE, pencipta tokoh detektif Hercule Poirot itu, namanya disejajarkan dengan Sir Arthur Conan Doyle, pencipta tokoh detektif Sherlock Holmes.
Selama hidupnya, Agatha Christie sudah menghasilkan lebih dari 80 novel. Sebagian besar berkisah tentang petualangan dan penyelesaian berbagai kasus kejahatan serta misteri dari dua tokoh detektif terkenal yang diciptakannya, yakni Hercule Poirot dan Miss Jane Marple.
Dalam menceritakan kisah detektifnya, Agatha Christie selalu teliti dan bermain adil terhadap pembaca bukunya. Dalam arti, dia selalu memastikan bahwa semua informasi yang dibutuhkan untuk menyelesaikan teka-tekinya memang sudah diberikan.
Meski novel detektifnya memiliki alur cerita yang serius dan penuh misteri, Agatha Christie sesungguhnya orang yang humoris.
Dalam setiap novelnya, dia selalu menyelipkan humor dengan begitu halusnya sehingga kadang saat kita membacanya akan terlewat begitu saja. Sebagian besar humor yang diselipkan Agatha Christie merupakan personifikasi dari tokoh-tokoh karakter ciptaannya dan bergaya satire.
Dari sekian banyak novel detektif yang menceritakan kisah Hercule Poirot, ada satu novel yang menurut saya menarik--selain karya besarnya yakni novel Pembunuhan Atas Roger Ackryod yang terkenal akan akhir ceritanya yang menakjubkan--yakni Death in the Clouds (Maut di Udara).
Dalam novel itu Agatha Christie memasukkan humor satire tentang bagaimana seorang wartawan memelintir hasil wawancara sehingga bisa menghasilkan sebuah berita, tentu dengan sudut pandang yang diinginkan si wartawan tersebut.
Novel ini menceritakan terbunuhnya Madam Giselle, salah seorang penumpang pesawat Promotheus. Yang menjadi misteri bagi pihak polisi adalah, Madam Giselle disangka dibunuh dengan sumpit dan panah berisi racun Curare, sebuah racun yang biasa digunakan penduduk pribumi dari hutan-hutan Amerika Selatan. Siapa dan bagaimana caranya Madam Giselle dibunuh? Inilah yang menjadi tugas Hercule Poirot. Karena dalam pemeriksaan pendahuluan, dewan juri menuduh detektif berkumis tebal ini sebagai pelakunya karena sumpit yang disangka sebagai alat pembunuh ditemukan di balik sandaran tempat duduknya.
Pemeriksaan pendahuluan itu menarik perhatian publik. Selain karena kasusnya yang sensasional, juga karena keterlibatan beberapa tokoh masyarakat di dalamnya.
Para wartawan yang meliput pemeriksaan itu berlomba-lomba membuat judul yang bombastis. Disinilah letak humor yang disajikan Agatha Christie.Â
Cara penulis novel ini dalam meletakkan humornya begitu halus dan pendek-pendek, sehingga menyatu dalam satu alur cerita yang menegangkan. Jika ada yang membaca terlalu cepat, mungkin akan terlewatkan. Namun bagi pembaca yang teliti, bisa dipastikan dia akan tersenyum sendiri saat sampai di bagian ini.