Dalam koleksi keputusan yang dikeluarkan Konvensi Nasional Prancis pada tahun 1793, ada sebuah pernyataan menarik:
The people's representatives will reach their destination, invested with the highest confidence and unlimited power. They will show great character. They must consider that great responsibility follows inseparably from great power. To their energy, to their courage, and above all to their prudence, they shall owe their success and their glory.
Para pemimpin terkemuka seperti Lord Melbourne, Winston Churchill, Teddy Roosevelt, dan Franklin D. Roosevelt membuat pernyataan serupa di masa-masa berikutnya. Sementara kita yang hidup di era modern, mengenal kutipan ini melalui karakter superhero Spiderman.
Dalam komik Amazing Fantasy yang terbit di bulan Agustus 1962, diceritakan Peter Parker menyesali kematian pamannya, Ben Parker karena dia tidak sempat menggunakan kekuatan supernya untuk bisa menyelamatkan pamannya tersebut.
Namun, kata-kata itu tidak diucapkan oleh karakter utama, Peter Parker, maupun oleh Paman Ben-nya. Sebagai gantinya, suara narasi (yang dipercaya ditulis oleh Stan Lee) mengucapkan kalimat berikut:
And a lean, silent figure slowly fades into the gathering darkness, aware at last that in this world, with great power there must also come--great responsibility!
Kita tak perlu menyangsikan kebenaran kutipan tersebut. Setiap pribadi yang memiliki kekuatan atau kekuasaan dituntut harus memiliki tanggung jawab yang besar pula untuk bisa mengendalikan kekuatan/kekuasaannya tersebut. Bila tidak, kekuatan itu akan rentan disalahgunakan.
Di era modern yang serba digital ini, kekuatan seseorang serupa dengan popularitas yang dia dapatkan. Popularitas yang tinggi membuat seseorang seolah mendapatkan kekuatan yang tinggi pula. Karena itu, bolehlah sekiranya kita mengganti dua kata dari kutipan tersebut, sehingga menjadi With great popularity comes great control.
Serupa, dan memiliki makna yang sama. Kekuatan dan kekuasaan harus diikuti dengan tanggung jawab. Popularitas harus diikuti dengan kontrol pribadi.
Popularitas sering melenakan seseorang sehingga dia menjadi lepas kontrol. Ketika sedang berada dalam puncak popularitasnya, seseorang cenderung menjadi terbuai, sehingga kerap tidak lagi bisa berpikir dahulu sebelum bertindak.
Mentang-mentang sedang populer atau karena ingin menjadi populer, seseorang seringkali lepas kendali. Setiap ucapan dan tindakan dilepas begitu saja tanpa dipikirkan terlebih dahulu.
Apalagi di era media sosial sekarang ini, dimana like and share menjadi begitu penting bagi setiap individu yang tak bisa lepas dari gawainya. Kita sering menyaksikan, banyak tokoh yang populer atau orang yang ingin populer terpeleset dan melakukan hal-hal yang semestinya tak perlu dia lakukan.
Popularitas ibaratnya sebuah angin sepoi-sepoi, yang ketika berhembus membuat kita merasa mengantuk sehingga tidak bisa lagi berpegangan erat pada nilai-nilai moral dan prinsip hidup yang kita pegang. Ada sebuah afismora menarik yang bisa menggambarkan hal ini.
Diceritakan, tiga jenis angin sedang berkompetisi untuk menjatuhkan seekor monyet dari pohon kelapa. Yang pertama adalah angin topan. Dia sesumbar bisa membuat monyet jatuh dari pohon kelapa dalam waktu satu jam.
Kemudian, berhembuslah angin topan dengan sekuat-kuatnya. Tapi, monyet tersebut mampu bertahan dengan cara berpegangan erat di pucuk pohon. Waktu satu jam pun sudah terlewati, dan monyet itu masih bertengger dengan nyaman di pohon kelapa.
Angin kedua, yakni angin puyuh sesumbar bisa menjatuhkan monyet hanya dalam waktu 30 menit saja. Tapi, sama saja dengan hasil yang diraih angin topan, monyet tersebut tetap bertahan di pucuk pohon kelapa.
Angin ketiga, yakni angin sepoi-sepoi mengatakan dia tidak bisa menentukan berapa lama waktu yang dibutuhkan untuk menjatuhkan monyet, tapi dia berani menjanjikan bahwa monyet itu pasti akan terjatuh. Dan benar saja, perlahan namun pasti, angin sepoi-sepoi berhembus, tenang tapi menghanyutkan.
Monyet di pohon, yang ketika dihempas angin kencang masih bisa berpegang erat dan bertahan. Namun ketika angin sepoi-sepoi itu berhembus, monyet merasa nyaman, mengantuk dan ingin tidur. Hasilnya sudah bisa kita tebak, monyet itu pun terjatuh dari pohon kelapa.
Begitu pula dengan popularitas, bisa menjadi godaan yang menghanyutkan. Jika tidak diimbangi dengan kontrol diri yang ketat, popularitas bisa menjatuhkan seseorang kedalam lumpur kehinaan.
Di dunia digital sekarang, tak terhitung banyaknya orang yang terkena godaan ini. Hanya karena ingin populer, hanya karena ingin di like and share sebanyak-banyaknya, hanya karena merasa sudah memiliki follower yang banyak, dia mengunggah konten yang semestinya tidak perlu diunggah. Dia menjadi terpeleset akibat ucapan dan tindakannya tidak dipikirkan dahulu.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H