Mohon tunggu...
Himam Miladi
Himam Miladi Mohon Tunggu... Penulis - Penulis

Penulis Konten | warungwisata.com | Email : himammiladi@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Artikel Utama

BBM Naik Atau Tidak, Masalahnya Ada pada Janji Pemerintah

10 Oktober 2018   20:33 Diperbarui: 11 Oktober 2018   05:57 3117
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi SPBU Pertamina. (KOMPAS/HERU SRI KUMORO)

Sore ini, dua pengumuman penting dari pemerintah menghiasi linimasa media berita dan media sosial. Sekitar pukul 16.00, Menteri ESDM Ignasius Jonan mengatakan pemerintah bakal menaikkan BBM jenis Premium. Di depan awak media, Jonan menyebut, kenaikan BBM Premim bakal berlaku pukul 18.00 WIB alias jam 6 sore ini.

"Premium mulai 18.00 wib bakal naik 7%," kata Jonan, di kawasan Nusa Dua, Bali, Rabu (10/10/2018).

Kenaikan ini dilakukan untuk mengimbangi kenaikan harga minyak dunia dan penguatan dolar amerika serikat (AS) terhadap rupiah yang sudah menyentuh Rp 15.200.

Namun, tidak sampai satu jam kemudian, pemerintah mengumumkan penundaan kenaikan BBM tersebut.

"Sesuai arahan Bapak Presiden, rencana kenaikan harga Premium di Jamali (Jawa, Madura dan Bali) menjadi Rp 7.000 dan di luar Jamali menjadi Rp 6.900 secepatnya Pukul 18.00 hari ini agar ditunda," kata Kepala Biro Komunikasi, Layanan Informasi Publik, dan Kerja Sama Kementerian ESDM Agung Pribadi di Jakarta, Rabu (10/10/2018).

Sebelumnya, pemerintah sudah terlebih dahulu menaikkan harga BBM jenis Pertamax menjadi Rp. 10.500.

Dua pengumuman yang saling kontradiksi hanya dalam waktu yang singkat tentu menimbulkan tanda tanya di kalangan masyarakat.

Apakah tidak ada koordinasi yang jelas dan tegas di tubuh pemerintah sampai ada pembatalan kenaikan BBM dalam waktu tidak sampai satu jam setelah pemerintah sendiri mengumumkan rencana kenaikannya? Bagaimana bisa sebuah pengumuman yang menyangkut hajat hidup rakyat Indonesia dibuat mainan bola ping pong seperti ini?

Masalah BBM memang menjadi buah simalakama tersendiri bagi pemerintah. Di tengah kenaikan harga minyak dunia, ditambah dengan turunnya nilai tukar mata uang rupiah, pemerintah menanggung beban yang sangat berat.

Cadangan devisa sudah terkuras banyak untuk menstabilkan nilai tukar rupiah. Satu-satunya opsi dan jalan pintas tercepat untuk menaikkan cadangan devisa, sekaligus menstabilkan nilai tukar rupiah adalah dengan menaikkan harga BBM.

Tapi, ini juga bukan pilihan yang mudah. BBM bisa menjadi komoditas politik yang panas. Pemerintah tentu tak ingin pihak oposisi menggoreng dan menyerang mereka dengan isu kenaikan harga BBM. Apalagi di awal tahun 2018, pemerintah sudah terlanjur berjanji untuk tidak menaikkan harga BBM hingga tahun 2019.

Ya, BBM naik atau tidak, masalah sebenarnya ada pada janji pemerintah. Demi menjaga elektabilitas petahana dan demi meraih simpati masyarakat, pemerintah mengeluarkan janji manis, tidak akan menaikkan harga BBM. Padahal, saat mengeluarkan janji tersebut, pemerintah paham bahwa harga BBM selalu mengalami fluktuasi, dengan kemungkinan terbesar mengalami kenaikan harga. Tapi pemerintah mengambil resiko tersebut. Sekali lagi, demi menjaga elektabilitas dan meraih simpati masyarakat.

Ketika kondisi perekonomian mengalami defisit neraca anggaran, nilai tukar rupiah jeblok dan harga minyak dunia naik, buah simalakama pun dihidangkan pada pemerintah. Jika dinaikkan, hal ini bisa menjaga cadangan devisa supaya tidak terkuras drastis. Tapi, sudah tentu pula bakal diikuti dengan gejolak ekonomi di masyarakat.

BBM naik berapapun, harga-harga barang di masyarakat ikut naik. Pemerintah akan dituding ingkar janji.Pemerintah juga harus dihadapkan pada ketidakpuasan publik, dan tingkat elektabilitas yang dikhawatirkan akan menurun tajam.

Jika tidak dinaikkan, hal ini tentunya akan menambah beban ekonomi negara. Tapi, masyarakat puas, dan kemungkinan besar tingkat elektabilitas petahana akan terjaga tetap tinggi.

Kembali pada kontradiksi pengumuman pemerintah yang terjadi dalam waktu singkat, masyarakat bisa melihat bahwa ada ketidakmampuan koordinasi yang terjadi. Bagaimana bisa setelah diumumkan akan naik, tapi belum satu jam kemudian diralat dan ditunda kenaikannya? Jika ada koordinasi yang baik, hal seperti ini tidak akan terjadi.

Satu hal yang patut diapresiasi dari pemerintah perihal kenaikan BBM ini, pemerintah bisa menjaga kestabilan gejolak. Dalam arti, praktis tidak ada demonstrasi yang dilakukan masyarakat setiap kali pemerintah mengumumkan kenaikan BBM.

Sungguh sangat berbeda dengan masa-masa pemerintahan SBY. Ketika itu, masyarakat selalu berdemonstrasi setiap kali pemerintah menaikkan harga BBM.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun