Begitulah. Sepakbola bisa mengubah seseorang yang dalam kesehariannya mungkin tidak pernah mengikuti perkembangan sepakbola dunia, menjadi komentator dan pengamat sepakbola yang handal. Piala Dunia juga bisa mengubah seorang bapak tua yang mungkin tidak pernah menerima pelajaran geografi dunia menjadi kenal dengan nama-nama negara atau daerah lain yang sebelumnya tidak pernah di dengar. Seperti ketika saya bertanya, "Yang sebelum ini siapa yang bertanding tadi pak?"
"Oh, tadi Kosta Rika lawan Siberia".
Nah, apa saya bilang. Bahkan bapak tua itu kenal dengan nama Siberia, sebuah kawasan di Rusia sana. Padahal maksudnya adalah Serbia.
Pertandingan pun berakhir dengan kekalahan Jerman. Saya kemudian beranjak dan hendak membayar. "Berapa bu?"
"Nasi satu kopi dua 7 ribu, gorengannya berapa?"
"Enam", jawab saya.
"Berarti 7 ribu tambah 3 ribu, 10 ribu mas".
Usai membayar dan melangkah keluar, saya mengkalkulasi harga dari hidangan di warung kopi tadi. Tujuh ribu untuk nasi dan 2 cangkir kopi, anggap saja secangkir kopi 2 ribu rupiah, berarti nasinya seharga 3 ribu rupiah. Sedangkan gorengannya lima ratus rupiah per biji. Murah meriah, seperti murah meriahnya Piala Dunia yang bisa kita nikmati gratis di Indonesia. Sayangnya, warung kopi tadi tidak menyediakan Kacang Garuda. Padahal tahu sendiri kan, jangan nonton bola tanpa Kacang Garuda.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H