Mohon tunggu...
Himam Miladi
Himam Miladi Mohon Tunggu... Penulis - Penulis

Penulis Konten | warungwisata.com | Email : himammiladi@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Kurma Artikel Utama

Muhammad He dan Keberadaan Masjid untuk Mengenangnya

4 Juni 2018   01:49 Diperbarui: 4 Juni 2018   19:45 1592
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
replika kapal dan wajah Cheng Hoo di dinding taman luar masjid (dokumentasi pribadi)

Barangkali jika disebutkan nama Muhammad He, orang akan mengerutkan kening dan bertanya siapa dia? Tapi jika disebutkan nama Laksamana Cheng Hoo, anak sekolah dasar pun akan sigap menerangkan biografi singkatnya.

Namanya memang Muhammad He, berasal dari suku Hui. Dia adalah penjelajah lautan pertama di dunia, jauh sebelum masa penjelajah dari bumi belahan barat seperti Columbus, Vasco Da Gama, Bartholomeuz Diaz atau Ferdinand de Magellan.

Ketika Kaisar YongLe, kaisar ketiga dinasti Ming (dalam kisah silat Kho Ping Hoo disebut kaisar Yung Lo) menyerbu suku Hui, Muhammad He ikut ditangkap dan kemudian dijadikan kasim. Karena prestasi dan kecakapannya dalam memimpin, Muhammad He naik pangkat menjadi kepala seluruh kasim, sampai kemudian dipercaya memimpin pasukan ekspedisi untuk misi penjelajahan kerajaan.

Saat itu, mayoritas penduduk daratan Tiongkok berasal dari suku Han. Berhubung Muhammad He berasal dari suku Hui, yang berbeda dengan suku Han yang mayoritas, Kaisar kemudian memberi gelar marga Zhang supaya tidak muncul ketidakpercayaan terhadapnya perihal masalah kesukuan. Maka, jadilah Muhammad He dikenal sebagai Zhang He, atau dunia luar seperti kita mengenalnya sebagai Cheng Hoo.

Biografi singkat Cheng Hoo itu saya baca di plakat prasasti Masjid Muhammad Cheng Hoo, Surabaya. Masjid ini memang secara khusus didedikasikan untuk Cheng Hoo. Sebagai bentuk kekaguman akan pribadinya sebagai muslim yang taat, sekaligus penghargaan  atas perjalanan ekspedisinya menjelajahi samudra hingga singgah ke bumi Nusantara.

Masjid Muhammad Cheng Hoo yang terletak di jalan Gading, Surabaya diresmikan pada 28 Mei 2003. Pembangunannya diprakarsai oleh organisasi Pembina Iman Tauhid Indonesia (PITI, dulunya Persatuan Islam Tionghoa Indonesia). 

Masjid ini tercatat sebagai masjid pertama yang memiliki arsitektur mirip dengan sebuah kelenteng, dan yang pertama pula di Indonesia dan di dunia menggunakan nama Muhammad Cheng Hoo.

Desain masjidnya unik. Bangunan utama masjid dengan luas sekitar 11 x 9 m2 ini hanya cukup untuk menampung jamaah sholat sekitar 5 shaf saja. Namun, di depan masjid terhampar lapangan tertutup yang bisa menampung jamaah sholat hingga seribu orang. Jika tidak sedang digunakan untuk sholat, lapangan tertutup kanopi yang menjulang tinggi ini digunakan untuk kegiatan olahraga seperti basket atau bulutangkis oleh murid sekolah dan warga komplek perumahan. 

Sebuah gedung berlantai dua yang digunakan untuk ruang kantor pengurus terdapat di sisi timur tepat di pinggir jalan. Menutupi bangunan masjid sehingga bagi yang kurang jeli tidak akan tahu ada masjid bernuansa unik di dalamnya.

Karena mengadopsi arsitektur kelenteng, banyak ornamen bernuansa Tiongkok yang menghiasi setiap sudut masjid. Warna merah dengan kombinasi kuning dan hijau menyala mendominasi dinding masjid. Beberapa lampu gantung atau lampion khas kelenteng tergantung di beberapa titik masjid bagian luar. 

Alih-alih bertuliskan huruf Mandarin, lampu gantung dan lampion itu dihiasi kaligrafi bertuliskan Allah dan Muhammad. Di sisi luar masjid sebelah utara, terdapat taman kecil kolam ikan. 

Pada dindingnya terdapat lukisan batu menggambarkan wajah seorang Tionghoa dengan replika kapal mengapung diatasnya. Itulah wajah Muhammad He, atau Laksamana Cheng Hoo.

ornamen masjid Cheng Hoo Surabaya (dok.pribadi)
ornamen masjid Cheng Hoo Surabaya (dok.pribadi)
Meski terkesan minimalis, banyak kegiatan keagamaan yang dilakukan pengurus masjid Muhammad Cheng Hoo. Masjid ini juga terkenal akan kedermawanan jamaahnya, yang didominasi umat Islam keturunan Tionghoa. 

Di bulan Ramadan misalnya, menjelang waktu berbuka puasa suasana masjid sudah ramai. Lapangannya ditutup dengan terpal plastik yang bersih. Diberi kain pembatas untuk membedakan tempat bagi jamaah putri. Banyaknya orang yang hendak berbuka puasa di masjid ini kadang membuat lapangan masjid tidak mampu menampungnya.

Orang-orang yang datang untuk berbuka puasa di sini sebagian besar bukan dari daerah sekitar komplek perumahan di mana masjid ini berada. Menu berbuka puasa di masjid bisa dibilang "wah" jika dibandingkan masjid-masjid yang lain. 

Setiap hari selama bulan puasa menu berbukanya adalah nasi kotak, atau minimal nasi padang. Dan jumlahnya pun ratusan, kadang sampai tersisa banyak. Tak hanya di bulan Ramadan saja, di bulan lainnya setiap pagi usai shalat dan kuliah subuh, jamaah sholat akan mendapatkan kupon sarapan pagi.

suasana menunggu waktu berbuka puasa di masjid Cheng Hoo Surabaya (dok.pribadi)
suasana menunggu waktu berbuka puasa di masjid Cheng Hoo Surabaya (dok.pribadi)
Selain di Surabaya, ada pula Masjid Muhammad Cheng Hoo di Pandaan, Pasuruan yang mempunyai arsitektur bernuansa Tiongkok pula. Bedanya, bangunan utama masjid ini cukup luas. Di depannya terdapat lahan parkir luas yang bisa menampung sekitar 5 bus besar sekaligus. Karena letaknya yang strategis, di arah putaran balik jalan raya Pasuruan-Surabaya, masjid ini sering menjadi jujukan para wisatawan yang pulang dari arah Malang.

Keberadaan dua masjid Cheng Hoo yang bernuansa oriental tersebut menjadi bukti nyata adanya asimilasi budaya Islam dan masyarakat Tionghoa yang sudah terjalin sejak dulu kala. Perpaduan budaya seperti inilah yang menambah kekayaan khazanah Islam di Indonesia, yang semestinya harus tetap kita jaga.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kurma Selengkapnya
Lihat Kurma Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun