Mohon tunggu...
Himam Miladi
Himam Miladi Mohon Tunggu... Penulis - Penulis

Penulis Konten | warungwisata.com | Email : himammiladi@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Kurma Pilihan

Mengenang Makna Sebuah Titipan dari WS Rendra

29 Mei 2018   14:08 Diperbarui: 29 Mei 2018   14:19 1519
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"Kekuasaan pemerintah yang absolut menjadi berhala yang mengobrak-abrik tatanan nilai moral dan peradaban, sehingga terjadilah proses erosi kemanusiaan dalam kehidupan berbangsa..."

Kutipan diatas saya ambil dari tulisan Si Burung Merak almarhum W.S Rendra dalam buku kecilnya " Rakyat Belum Merdeka". Buku ini kemungkinan besar tidak akan pernah anda jumpai di toko buku manapun. Wajar, karena buku kecil dan tipis ini dicetak dan diedarkan terbatas.

Buku yang berisi curahan kegelisahan Rendra pasca reformasi ini saya dapatkan langsung dari si Burung Merak, lengkap dengan parafnya yang khas. Momen ketika bertemu dan berdiskusi langsung dengan salah satu penyair, sastrawan dan budayawan besar yang pernah dimiliki Indonesia ini menjadi salah satu kenangan yang tak pernah saya lupakan.

Ketika itu saya masih aktif di pergerakan pers mahasiswa. Suatu ketika, salah seorang teman sesama aktivis pers (yang kini menjadi istri saya) mengajak saya untuk bertandang ke kediaman sastrawati Ratna Indraswari Ibrahim. Katanya, ada acara bedah buku dari seorang penulis besar. Dia tidak mengatakan siapa penulis besar yang dia maksud.

Sesampainya di rumah Mbak Ratna, terlihat beberapa teman sesama aktivis pers sedang duduk melingkar di ruang tamu. Magnet dari pertemuan itu ternyata WS Rendra! Rumah Mbak Ratna memang sering kedatangan tamu seniman atau penulis. Tapi baru kali ini saya menjumpai seniman sekelas WS Rendra datang secara incognito. Dan baru kali itu pula saya membaca karya Rendra yang bukan berupa sajak.

Orang memang mengenal Rendra sebagai penyair. Karya-karya puisinya melintas jaman. Sajak Rendra tak hanya bertema sosial kebangsaan. Malah banyak sekali sajak bertema religi yang dibuat si Burung Merak. Rendra adalah penyair yang mempunyai pandangan unik dalam hal tafsir keagamaan. Tentu bukan soal kepindahan agamanya yang membuat sajak-sajaknya menarik. Dalam beberapa puisi religinya, Rendra menyanjung Tuhan, sekaligus mengkritik praktik ritual keagamaan dari umat-Nya. Tafsiran puisi Rendra tentang Tuhan tetaplah Tuhan yang dicitrakan demikian dekat dengan sisi kemanusiaan manusia sendiri.

Salah satu sajak religi Rendra yang sangat menginspirasi saya adalah puisi "Makna Sebuah Titipan". Sebagaimana AA Navis yang menyindir perilaku umat melalui sosok Haji Sholeh dalam novel "Robohnya Surau Kami", begitu pula dengan Rendra melalui sajak Makna Sebuah Titipan. Hanya saja Rendra mewakilkan kritik itu dalam sudut pandang dirinya sendiri.

Sering kali aku berkata, ketika orang memuji milikku,
bahwa sesungguhnya ini hanya titipan
Bahwa mobilku hanya titipan Nya, bahwa rumahku hanya titipan Nya,
bahwa hartaku hanya titipan Nya
Tetapi, mengapa aku tidak pernah bertanya, mengapa Dia menitipkan padaku?
Untuk apa Dia menitipkan ini padaku?

Dan kalau bukan milikku, apa yang harus kulakukan untuk milik Nya ini?
Adakah aku memiliki hak atas sesuatu yg bukan milikku?
Mengapa hatiku justru terasa berat, ketika titipan itu diminta kembali oleh Nya?

Ketika diminta kembali, kusebut itu sebagai musibah,
kusebut itu sebagai ujian, kusebut itu sebagai petaka,
kusebut dengan panggilan apa saja yang melukiskan bahwa itu adalah derita

Ketika aku berdoa, kuminta titipan yg cocok dengan hawa nafsuku,
aku ingin lebih banyak harta, lebih banyak mobil, lebih banyak rumah,
lebih banyak popularitas, dan kutolak sakit, kutolak kemiskinan.

Seolah semua "derita" adalah hukuman bagiku
Seolah keadilan dan kasih Nya harus berjalan seperti matematika:
"aku rajin beribadah, maka selayaknyalah derita menjauh dariku,
dan nikmat dunia kerap menghampiriku

Kuperlakukan Dia seolah mitra dagang, dan bukan kekasih
Kuminta Dia membalas "perlakuan baikku" dan
menolak keputusan Nya yang tak sesuai keinginanku,

Gusti, padahal tiap hari kuucapkan, hidup dan matiku hanyalah untuk beribadah...
"Ketika langit dan bumi bersatu, bencana dan keberuntungan sama saja".

Selesai membaca puisi ini, seolah-olah saya dinasehati. Untaian kalimat itu menghunjam sanubari saya. Mengingatkan manusia arti harta - benda yang dititipkan Allah kepadanya. Betapa angkuhnya manusia ketika barang titipanNya diambil oleh yang punya.

Makna Sebuah Titipan tidak hanya jeritan hati Rendra yang kehilangan seseorang yang sangat dicintainya. "Gugatan" Rendra terhadap Tuhan tersebut seakan mewakili apa yang selalu kita keluh kesahkan kala kehilangan orang atau sesuatu yang kita cintai. Padahal nyata kita paham, semua itu hanya sekedar titipan.

Kedua, perlakuan kita dalam berdoa dan beribadah yang menjadikan Allah sebagai mitra dagang. Apa beda mitra dagang dan kekasih? Rendra sudah menjelaskannya. Melalui bait paragraf terakhirnya, Rendra juga menyindir betapa munafik dan ironisnya kita yang setiap hari sholat, membaca do'a iftitah "hidup dan matiku hanyalah untuk beribadah..." tapi ternyata kita memperlakukan ibadah itu sebagai praktik jual beli.

Padahal Allah telah berfirman; "Dan sungguh akan Kami berikan cobaan kepadamu, dengan sedikit ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa dan buah-buahan. Dan berikanlah berita gembira kepada orang-orang yang sabar. (yaitu) orang-orang yang apabila ditimpa musibah, mereka mengucapkan: "Inna lillaahi wa innaa ilaihi raaji'uun." (Al-Baqoroh 155 -- 156).

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kurma Selengkapnya
Lihat Kurma Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun