Mohon tunggu...
Himam Miladi
Himam Miladi Mohon Tunggu... Penulis - Penulis

Penulis Konten | warungwisata.com | Email : himammiladi@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Inovasi Artikel Utama

4 Alasan Fungsi Kertas Tak Tergantikan di Era Digital

10 April 2018   12:29 Diperbarui: 10 April 2018   21:27 4538
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
ilustrasi (Syd Wachs/unsplash.com)

Sejak ditemukan oleh Tsai Lun tahun 105 Masehi yang lampau di Cina, kertas seolah menjelma menjadi salah satu kebutuhan pokok manusia. Berbagai segi kehidupan di dunia ini banyak ditunjang oleh keberadaan kertas.

Penggunaan kertas, dulunya, hanya untuk sekadar mencatat ilmu, berita, dan informasi kini sudah meluas. Beberapa barang yang sering digunakan dalam aktivitas keseharian sebagian besar berbahan baku kertas. 

Namun, seiring dengan semakin banyaknya permintaan akan kertas, kita pun dihadapkan pada dilema. Permintaan yang meningkat akan kertas berbanding lurus dengan penebangan pohon sebagai bahan baku pengolahan kertas. Dan seketika itu pula kita sadar, kita tidak bisa terus menerus menebang pohon hanya untuk memenuhi kebutuhan kertas kita.

Karena itu di era digital ini, segala cara dilakukan untuk mengurangi penggunaan kertas. Isu-isu tentang pemanasan global, penggundulan hutan untuk industri kertas terus dihembuskan supaya masyarakat beralih atau mengurangi penggunaan kertas dalam setiap aspek kehidupan mereka. Tetapi, kalau mau jujur, kita pun harus mengakui bahwa se-digital apapun kehidupan sekarang, kertas tetap tidak tergantikan.

Rasa Kepemilikan

Dalam dunia literasi (baca-tulis), digitalisasi buku atau media informasi tetap tidak bisa menggantikan fungsi kertas dalam beberapa faktor. Alasannya, yang pertama, adalah rasa kepemilikan.

Setiap hari, kita berinteraksi dengan dua jenis benda.  Jenis benda pertama  bisa diperoleh dan dibagi seketika, tidak berbobot, tahan terhadap kerusakan, mudah disesuaikan, dan hampir tidak mungkin hilang. Bahkan seorang anak pun bisa membawa ribuan benda tersebut sekaligus.  

Jenis benda kedua membutuhkan perjalanan untuk mendapatkan atau membaginya, sulit untuk diubah, tidak praktis, mudah hilang, dan bisa rusak dengan berbagai cara. Hanya sedikit dari jenis benda kedua ini  yang bisa dijejalkan ke dalam satu tas.

Benda yang pertama adalah barang digital, sedangkan yang kedua adalah barang fisik, termasuk diantaranya adalah buku. Saat ini, berbagai macam benda cetak manual seperti buku, surat kabar, majalah, hingga foto boleh diganti dalam cetakan digital. Tapi, itu tidak akan membuat pemiliknya mempunyai sebuah rasa kepemilikan yang erat jika dibandingkan barang-barang itu berbentuk fisik.

Rasa memiliki sebuah buku yang ada fisiknya jauh berbeda jika kita hanya memiliki salinan digitalnya. Lemari atau rak di ruang tamu akan lebih nyaman dan indah dipandang ketika kita menempatkan koleksi buku yang kita miliki di sana. Bandingkan jika kita hanya memiliki koleksi e-book di gawai yang kita punya.  Keindahan apa yang bisa terlihat dari deretan file e-book yang tersusun di folder ruang penyimpanan gawai?

Kita juga bisa melihat ribuan foto yang ada dalam gawai, namun rasanya akan berbeda ketika kita melihat sebuah foto yang  dicetak dalam kertas foto, dipigura dan dipajang di lemari atau dinding rumah.  Kita bisa menyentuh foto digital, namun hubungan batin tidak akan terasa seperti ketika kita menyentuh foto orang tercinta yang dipigura.

Faktor Kesehatan

Faktor kedua adalah penggunaan kertas dalam dunia literasi cenderung lebih menyehatkan di era digital. Beberapa fungsi syaraf dan psikologi manusia lebih berkembang saat mereka membaca dan menulis pada selembar kertas dibandingkan menulis atau membacanya pada layar komputer.

Tiga penelitian yang dipublikasikan di jurnal Psychological Science menemukan bahwa siswa yang mencatat dengan tangan secara signifikan lebih banyak melakukan pertanyaan konseptual daripada siswa yang mencatat di laptop mereka. Peneliti Pam Mueller dan Daniel Oppenheimer dalam laporan penelitiannya menyimpulkan bahwa:

... kecenderungan mencatat pelajaran di laptop untuk mentranskripsikan ceramah secara verbal daripada memproses informasi dan membingkai ulang kata itu dengan sendirinya sangat merugikan pembelajaran.

Tak hanya itu, menulis pada kertas juga membantu kita untuk belajar dan mengingat secara efektif. Mekanika gerakan tangan kita saat menulis tangan lebih menstimulasi ingatan dibandingkan saat mengetikkan jari di papan ketik.

Dalam bukunya berjudul Write It Down, Make it Happen, penulis Henriette Anne Klauser menjelaskan: "Menulis dapat memicu Reticular Activating System (RAS), yang pada gilirannya mengirimkan sinyal ke korteks serebral: 'Bangun! Perhatian! Jangan lewatkan detail ini!' Begitu Anda menuliskan sebuah tujuan, otak Anda akan bekerja lembur untuk melihat Anda mendapatkannya, dan akan mengingatkan Anda pada tanda dan sinyal bahwa sesuatu itu ada di sana selama ini".

Membaca sebuah tulisan pada kertas, lain rasanya dibanding membacanya secara digital, misal melalui gawai. Yang akan membawa dampak buruk pada kesehatan mata akibat radiasi sinar. Kecerahan dan suhu warna pada layar gawai dapat mengganggu ritme sirkadian (jam biologis tubuh) kita dan pada gilirannya, mengganggu tidur kita. Ritme sirkadian yang abnormal menyebabkan insomnia dan telah dikaitkan dengan obesitas, diabetes, depresi, gangguan bipolar dan gangguan afektif musiman. 

Aspek lingkungan yang lebih baik

Tak hanya dalam dunia literasi, dalam sektor lingkungan kertas juga dianggap sebagai solusi ditengah meluapnya sampah-sampah plastik yang tak bisa terdegradasi.

Baru-baru ini, pemerintah Indonesia dikejutkan dengan adanya laporan dari Bank Dunia, yang mengutip dari hasil penelitian Dr. Jenna Jambeck, peneliti dari Universitas Georgia, yang mengatakan bahwa Indonesia adalah penyumbang sampah laut terbesar kedua di dunia setelah Cina. Dampak dari laporan tersebut, pemerintah, dalam hal ini Kementrian Maritim dan Kementrian Kominfo tengah menggalakkan kampanye Lautku Bebas Sampah.

Selain berisi ajakan untuk tidak membuang sampah sembarangan, juga ajakan pada masyarakat untuk mengurangi penggunaan kantong plastik, atau menggantinya dengan kantong kertas yang ramah lingkungan.

Otentifikasi dan Keamanan Data Pribadi

Fungsi lain dari kertas yang tak kalah penting dan masih belum dapat digantikan adalah tentang otentifikasi pribadi dan keamanan. Pernahkah kita berpikir mengapa di era digital sekarang, kita masih harus membubuhkan tanda tangan diatas kertas pada setiap dokumen resmi? Ini karena dalam dunia digital, orang lebih mudah memalsukan apapun dibandingkan secara manual. Itulah sebabnya selalu ada kertas dalam setiap perjanjian resmi, atau dokumen-dokumen lain yang membutuhkan otentifikasi pribadi. Buku tabungan, surat perjanjian, kartu identitas diri, itu semua membutuhkan otentifikasi pribadi yang hanya bisa didapatkan diatas selembar kertas. Sebagus apapun personalisasi digital, seketat apapun kata kunci akun-akun pribadi, dunia maya lebih rawan pencurian dan pemalsuan identitas pribadi.

Dilema penggunaan kertas

Di atas semua itu, di mana kita masih belum bisa menemukan pengganti kertas dalam banyak aspek kehidupan, kita dihadapkan pada dilema. Banyak kebutuhan kertas, berarti banyak pohon yang harus ditebang. Padahal, kita membutuhkan pohon-pohon itu bukan karena sebab sebagai bahan baku kertas saja. Kita membutuhkan pohon sebagai paru-paru dunia, sebagai benteng terhadap ancaman banjir, dan juga sebagai kelangsungan hidup kita sendiri. 

Karena itulah, harus ada kesadaran baik pada diri kita sebagai konsumen, maupun pada perusahaan industri kertas sebagai produsen.

Sebagai konsumen, kita dituntut untuk ikut bertanggung jawab merawat lingkungan hidup. Kontribusi utama kita berawal dari merubah pola pemikiran. Kita butuh kertas, maka kita harus menjaga sumber daya bahan baku kertas tersebut. Setelah tertanam, barulah kita wujudkan dalam perilaku sehari-hari. Misalnya, hemat penggunaan kertas. Gunakan kertas recycle dalam penggunaan non dokumen resmi. Simpan kantong kertas dan gunakan berkali-kali saat berbelanja. Jangan menebang pohon sembarangan.

Tanggung jawab menjaga sumber daya kertas tentu tak hanya dipikul oleh konsumen saja.  Justru tanggung jawab itu semakin besar dipikul oleh pabrik-pabrik kertas.

Mereka hidup dari pohon-pohon di hutan. Seyogianya mereka juga cepat merestorasi dan mereboisasi hutan-hutan yang pernah mereka tebang pohonnya. Dengan demikian, siklus fungsi dan penggunaan kertas di era digital ini tetap akan berlangsung dengan aman.

Referensi: 1| 2 |

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun