Mohon tunggu...
Himam Miladi
Himam Miladi Mohon Tunggu... Penulis - Penulis

Penulis Konten | warungwisata.com | Email : himammiladi@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Salahkah Jika Mengutip dan Merujuk pada Sebuah Novel?

23 Maret 2018   13:42 Diperbarui: 23 Maret 2018   14:00 690
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
cover novel Ghost Fleet (ghostfleetbook.com)

Ketua umum Partai Gerindra Prabowo Subianto kembali menjadi topik perbincangan banyak kalangan. Sebelumnya, dalam sebuah unggahan video di Facebook Partai Gerindra, Prabowo Subianto menyebut Indonesia bakal bubar pada 2030. Alasannya ada ketimpangan penguasaan kekayaan dan tanah. Belakangan diketahui, analisa dan prediksi tentang bakal bubarnya Indonesia di tahun 2030 didapatkan Prabowo dalam sebuah novel berjudul Ghost Fleet.

Novel berjudul lengkap Ghost Fleet, A Novel of the Next World War ditulis oleh P.W Singer dan August Cole, yang diterbitkan Eamon Dolan Book, Houghton Miflin Harcourt dan pertama kali dipublikasikan di tahun 2016. Ghost Fleet bercerita tentang terjadinya Perang Dingin abad-21, ketika Amerika Serikat, Rusia dan Cina saling unjuk kekuatan militer mereka.

Pertempuran kemudian meledak dan melibatkan segala sesuatu mulai dari serangan drone robotik tersembunyi hingga kapal perang tua dari "armada hantu" angkatan laut. Pilot pesawat tempur melepaskan serangan gaya Pearl Harbor; Veteran Amerika menjadi pemberontak berteknologi rendah; pertempuran peretas remaja di taman bermain digital; Milyarder Silicon Valley memobilisasi untuk perang cyber; dan seorang pembunuh berantai melakukan dendamnya sendiri.

Dalam penutup ulasannya, editor dan penerbit berpromosi, "Tidak peduli ini tampak nyata atau hanya fiksi ilmiah, apa yang ada dalam novel ini bisa segera terjadi".

Jadi sumber kutipan dan rujukan ilmiah

Ini bukanlah jenis novel kacangan, yang ditulis oleh penulis amatiran. P.W Singer adalah direktur Brookings Institution's Twenty-first Century Defense Initiative, dan saat ini menjadi konsultan Departemen Pertahanan Amerika Serikat dan FBI. Sementara rekannya August Cole adalah analis dan konsultan serta mantan jurnalis khusus industri pertahanan di Wall Street Journal.

Novel Ghost Fleet sendiri sudah 17 kali dikutip dan menjadi rujukan pada beberapa buku dan jurnal ilmiah. Salah satunya ada dalam Australian Defence Force Journal, yang ditulis oleh Marcus Thompson dengan judul The ADF and Cyber Warfare. Buku-buku dan jurnal ilmiah lainnya yang mengutip novel Ghost Fleet semuanya berkisar tentang apa yang akan terjadi setelah Perang Dingin, Cyberwar, perang ekonomi, politik luar negeri terbaru dan strategi pertahanan negara.

Berbagai kutipan dan rujukan ini menunjukkan bahwa novel Ghost Fleet adalah prediksi dan analisa militer yang ilmiah yang disamarkan dalam bentuk novel fiksi.

Tom Clancy dan Ramalan terjadinya peristiwa 9 September

Penyamaran analisa dan prediksi militer atau bidang lain dalam  sebuah karya fiksi bukanlah hal yang baru. Ini bisa kita lihat pada novel-novel dari Tom Clancy. Bagi penggemar novel spionase dan peperangan modern, nama Tom Clancy sudah tidak asing lagi. Buku novelnya selalu menjadi best seller.

Pada tahun 1984, Tom Clancy menerbitkan novel techno-thriller pertamanya, The Hunt for Red October. Sebuah novel yang menceritakan perebutan kapal selam nuklir. Buku inilah yang pertama kalinya memperkenalkan Jack Ryan sebagai tokoh utama dan kemudian berlanjut pada sekuel novel berikutnya seperti Patriot Day, The Sum of The Fears, Executive Orders dan Dragon and The Bear. Novel Ghost Fleet sendiri kata editornya sedikit terinspirasi dari novel The Hunt for Red October.

Tom Clancy merupakan pelopor dalam genre tecno-thriller. Ia ahli dalam membangun fiksi berdasarkan insiden-insiden yang benar-benar terjadi dalam dunia nyata. Banyak juga yang percaya, apa yang ditulis dalam novel-novel Tom Clancy adalah sebuah prediksi dan analisa militer. Karena beberapa adegan yang digambarkan dalam novelnya kemudian terjadi dalam kehidupan nyata.

Dalam novel Executive Orders yang pertama kali terbit tahun 1996, diceritakan ada peristiwa bunuh diri dengan cara menabrakkan pesawat pada Capitol Building yang mengakibatkan tewasnya presiden AS dan banyak anggota Senat. Insiden ini akhirnya memicu peperangan di kawasan Timur Tengah saat sekelompok orang memproklamirkan berdirinya negara Republik Islam Bersatu. Penggemar teori konspirasi kemudian menghubungkan isi novel ini dengan terjadinya peristiwa 9 September dan munculnya ISIS.

Max Havelaar dan Kutipan Ilmiahnya

Lalu, apakah salah jika novel fiksi dijadikan rujukan atau kutipan ilmiah? Tentu saja tidak, namun ada syarat dan ketentuan yang berlaku. Yang pertama tentu saja kredibilitas dan latar belakang si penulis. Meskipun bergaya fiksi, adakalanya novel yang ditulisnya mencantumkan informasi nyata yang berlandaskan kaidah ilmiah. Atau ketika novel tersebut bisa menggambarkan dan mengungkapkan sebuah keadaan lingkungan yang dialami oleh penulisnya sendiri.

Saya mengambil contoh buku Max Havelaar, Koffie-Veilingen der Nederlandsche Handelmaatschapij karya Multatuli, nama pena dari Eduard Douwes Dekker. Buku ini sering menjadi rujukan dari buku-buku ilmiah tentang sejarah perkebunan dan kopi di Indonesia.

Ini karena dalam novel tersebut Multatuli menggambarkan dengan detil kehidupan para petani kopi dan bagaimana ordonasi yang disebut Sistem Priangan dari pemerintah Hindia Belanda memeras dan memberatkan para petani kopi. Salah satu buku ilmiah yang mengutip novel Max Havelaar ini adalah buku Keuntungan Kolonial dari Kerja Paksa Sistem Priangan dari Tanam Paksa Kopi di Jawa (1720-1870) yang ditulis Jan Breman (Yayasan Penerbit Obor.2014).

Bung Karno dan Novel The Great Pacific War

Pada tahun 1925, penulis Charles Hector Bywater menerbitkan sebuah novel berjudul The Great Pacific War. Bywater adalah wartawan perang Amerika yang fokus pada intelejen angkatan laut. The Great Pacific War itu sendiri, meski hanya sebuah novel, ternyata isinya berupa prediksi mengenai kemungkinan pecah perang antara Amerika dan Jepang. Dan seperti sejarah membuktikan, ramalan Bywater benar adanya.

Dikisahkan pula, Bung Karno pernah membaca buku ini. Setelah menangkap informasi yang disamarkan dalam novel tersebut, Bung Karno mulai mengingatkan berbagai kalangan agar mereka siap sedia untuk merdeka begitu Jepang kalah dalam perang pasifik melawan Amerika. Hingga kini, novel The Great Pacific War sering dijadikan rujukan oleh buku-buku dan jurnal ilmiah tentang sejarah kemiliteran dan peperangan.

Ucapan Prabowo dan Lemahnya Budaya Literasi Kita

Prabowo sendiri ketika ditanya maksud dari pernyataannya yang mengutip novel The Ghost Fleet menjelaskan bahwa konteks negara Indonesia bubar 2030 adalah saat sumber daya Indonesia sepenuhnya dikuasai asing.

"Karena banyak yang iri sama kita banyak yang tidak punya sumber daya alam jadi mereka inginnya menjadi kaya dari kita," kata Prabowo di Hotel Millenium, Jakarta, Kamis (22/3).

Meski berbentuk Novel, Prabowo mengatakan bahwa buku tersebut disusun dari kajian ilmiah yang ditulis oleh ahli intelejen dan strategi P. W. Singer dan August Cole. "Jadi diluar negeri itu ada skenario writing memang bentuknya mungkin novel tapi yang nulis itu ahli ahli intelegen startegis, dibaca dong," pungkasnya

Saya jelas termasuk yang sepakat dengan ucapan terakhir Prabowo; "dibaca dong". Kelemahan kita adalah kurangnya budaya literasi dan kurangnya wawasan global. Prabowo tidak sedang mengajak kita untuk pesimis perihal nasib bangsa Indonesia. Prabowo hanya mengajak kita untuk waspada. 

Bicara mengenai sikap pesimis, saya jadi ingat ketika pasangan Anies-Sandi terpilih jadi Gubernur dan Wakil Gubernur DKI Jakarta. Banyak pihak yang pesimis bahkan ada beberapa selebritis media sosial mengibaratkan Jakarta bakal jadi Suriah.

Ketika pernyataan Prabowo diterjemahkan sebagai sikap pesimis, tiba-tiba saja banyak yang mengajak kita untuk membangun sikap optimis. Dengan kata lain, pernyataan Prabowo tersebut pada akhirnya berhasil membangunkan optimisme kita.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun