Kata "hamur" lebih dipilih daripada "hamo" (pembalikan dari kata omah), "ayas" lebih dipilih daripada "uka", "rudit" daripada "urut","nakam" daripada "nangam" dan sebagainya.
Hal ini menunjukkan terjadinya kesepakatan pada penggunaan kosakata bahasa yang hendak dibalik. Seperti yang terjadi pada kata "ngalup" yang berasal dari kata "pulang". Kata ini mendapat saingan dari kata "holem" yang berasal dari kata "moleh" (pulang). Beberapa pengguna masih memakai "ngalup", namun sebagian yang lain memilih untuk memakai "holem".
Adanya kesepakatan terhadap penggunaan kosakata bahasa yang dibalik juga terlihat dari fakta bahwa tidak semua kata ketika diucapkan dalam satu kalimat mengalami pembalikan. Contohnya:
"ker, numpak libom ae yo, enak kadit sanap...."
(Rek, naik mobil saja ya, enak tidak panas...)
Dari contoh diatas bisa dilihat, kata "numpak" tidak mengalami pembalikan. Padahal, bisa saja kata ini mengalami modifikasi seperti menjadi "kampun", atau jika mengambil dari bahasa Indonesia menjadi "kian". Hal yang sama dialami oleh kata "enak" yang dibiarkan tetap pada bentuk aslinya.
Siapa cepat, dia dapat
Siapapun bisa menciptakan bahasa walikan. Selain harus memenuhi dua kaidah utama di atas, ada satu syarat tambahan, yakni adanya kesepakatan untuk diterima, dalam arti kata walikan yang diciptakan bisa menyebar dengan cepat untuk kemudian diterima sebagai bagian dari osob kiwalan. Contohnya pada kata "kanelop". Kata ini berasal dari dua kata bahasa Jawa, yakni "enak" (dibalik jadi "kane") dan "pol" (artinya banget/sangat, yang dibalik menjadi "lop").Â
Satu dekade lalu, tidak ada yang menggunakan kata "kanelop" dalam pembicaraan sehari-hari. Hingga seorang penjual bakso di daerah Bunul memberi nama warung baksonya dengan nama "Bakso Kanelop". Kosakata baru ini pun kemudian menyebar cepat dan akhirnya diterima menjadi bagian dari Osob Kiwalan.
Perkembangan bahasa walikan yang akhirnya menjadi identitas khas dari masyarakat Malang membuat institusi pemerintah ikut menggunakan Osob Kiwalan dalam penyampaian program-program mereka.Â
Pihak Polres Malang, Pemkot Malang, dan parpol pun turut menggunakan Osob Kiwalan agar ungkapan-ungkapan yang digunakan sebagai iklan layanan masyarakat dapat lebih mengena. Hal ini menandakan kecintaan masyarakat Malang terhadap produk asli daerah mereka sendiri sangatlah kuat.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H