Â
Pada contoh (1), terjadi pembalikan huruf secara keseluruhan. Yakni pada kata oskab yang awalnya adalah bakso dan nayamul yang berasal dari lumayan. Ini sudah sesuai dengan kaidah pertama.
Bandingkan dengan contoh (2) pada kata uklam yang berasal dari kata mlaku. Jika menurut kaidah pertama, kata mlaku yang dibalik seharusnya menjadi ukalm. Tapi karena bunyi katanya menjadi tidak enak didengar, akhirnya huruf / l/ ditempatkan setelah /k/.
Dari contoh nomor 2 diatas, ada kaidah dasar lain yang akhirnya bisa dimengerti.
Selain membalikkan susunan huruf, kaidah dasar kedua adalah kata yang dibalik harus mudah diucapkan dan enak/nyaman di dengar.
Perhatikan contoh lain berikut ini:
Osob kiwalan iku jenise kanyab...
"Bahasa kebalikan itu jenisnya banyak..."
Kiwalan berasal dari kata walikan. Seharusnya, jika susunan hurufnya dibalik secara penuh menjadi nakilaw. Pengucapan kata ini terdengar tidak nyaman. Akhirnya terjadi perubahan tidak lazim. Bukan susunan hurufnya yang dibalik, tetapi hanya merubah susunan suku kata saja. Akhiran --an tetap dipakai, tetapi diawali dengan terjadinya modifikasi dan pertukaran pada dua suku kata sebelumnya. Suku kata /wa/ dan /lik/ ditukar menjadi /ki/dan /wal/ yang kemudian ditutup dengan /an/.
Begitu pula dengan kata "banyak", yang jika dibalik seharusnya menjadi "kaynab". Karena tidak nyaman didengar, posisi huruf /y/ditukar dengan huruf /n/ sehingga menjadi "kanyab".
Sumber Bahasa
Osob kiwalan tidak menggunakan satu sumber bahasa saja. Meski berada dalam kultur Jawa Timur-an, banyak kosakata osob kiwalan yang berasal dari bahasa Indonesia. Kata-kata seperti "hamur, ayas, umak, nawak, nakam, rudit, sam, kadit, kubam, kanyab" adalah pembalikan dari kata-kata bahasa Indonesia "rumah, saya, kamu, kawan, makan, tidur, mas, tidak, mabuk, banyak". Dalam bahasa Jawa, kata-kata tersebut tidaklah terlalu sulit untuk diucapkan seandainya mengalami pembalikan. Tapi pengguna lebih memilih untuk membalikkan kata bahasa Indonesia tersebut daripada membalikkan kata-kata dari bahasa Jawa.