Benarkah letusan gunung berapi di Indonesia bisa dijadikan atraksi wisata? Sampai saat ini, wacana yang  dilontarkan Presiden Jokowi tersebut masih menuai pro dan kontra. Presiden menyampaikan wacana tersebut menyikapi letusan Gunung Agung di Bali beberapa waktu yang lalu. Menurut Presiden, manajemen bencana saat ini sudah terkoordinasi dengan baik sehingga wisatawan tak perlu ragu untuk tetap datang ke Bali, sekaligus menjadikan erupsi Gunung Agung sebagai sebuah tontonan yang menakjubkan.
"Wisatawan tak perlu ragu datang ke Bali. Bahkan mungkin mereka bisa mendapat tontonan tambahan yaitu atraksi gunung berapi. Mereka bisa melihat bagaimana gunung itu erupsi. Yang penting keselamatan masyarakat terjaga dengan baik," kata Presiden.
Menjadi sebuah pertanyaan, apakah pernyataan Presiden tersebut didukung dengan data dan fakta yang benar?
Yang terjadi adalah sebaliknya. Erupsi Gunung Agung tidak membuat wisatawan lokal atau mancanegara berbondong-bondong datang ke Bali. Kondisi Gunung Agung, yang sempat melontarkan awan panas setinggi 700 meter tersebut membuat banyak negara mengeluarkan travel warning bagi warganya untuk tidak datang ke Bali. Imbasnya, tingkat hunian hotel-hotel di Bali pun menurun drastis, bahkan mencapai titik terendah. Beberapa pusat wisata seperti Ubud, Kuta, dan Legian juga mendadak sepi.
Hampir lumpuh, itulah yang dialami bisnis pariwisata di Bali saat Gunung Agung meletus. Ketika erupsi memuncak, Bandara Ngurah Rai pun ditutup total selama 2 hari. Imbasnya, wisatawan luar yang hendak ke Bali harus membatalkan kunjungan mereka. Begitu pula dengan wisatawan di Bali yang akan pulang, terpaksa harus menunda, atau mengalihkan penerbangan mereka melalui bandara lain yang terdekat seperti Lombok atau Surabaya.
Penundaan kepulangan inilah yang kemudian dimanfaatkan para wisatawan untuk mengabadikan detik-detik meletusnya Gunung Agung. Sebuah kejadian yang langka, dan mungkin tidak akan pernah mereka saksikan kembali. Berbagai foto dengan latar belakang Gunung Agung yang meletus menghiasi dunia maya, disertai tagar #BaliTetapAMan.
Begitu bandara Ngurah Rai dibuka kembali, belum terlihat juga ledakan kedatangan wisatawan. Padahal, bulan Desember ini adalah musim puncak pariwisata. Kemungkinannya, para wisatawan masih menunggu status Gunung Agung, apakah masih berpotensi meletus atau benar-benar sudah aman sehingga mereka bisa berkunjung ke Bali.
Kembali ke wacana atraksi wisata letusan gunung berapi, apakah itu memungkinkan bisa dilakukan saat Gunung Agung meletus? Sebagaimana yang dinyatakan Deputi bidang Pencegahan dan Kesiapsiagaan BNPB Wisnu Wijaya. Menurut Wisnu, Bali bisa menjadikan fenomena gunung meletus sebagai salah satu atraksi wisata. Kata dia, ini bukan ide yang mengada-ada sebab hal serupa juga pernah diterapkan di Hawai yang menggunakan fenomena aliran lava sebagai objek foto yang indah. "Hawai kan pulau gunung api lavanya kita tahu lava cair keluar dan mengalir kemudian menyala dan jadi objek foto bagus," katanya.
Pada dasarnya, bisa atau tidaknya letusan gunung berapi menjadi atraksi wisata harus dilihat terlebih dahulu pada karakteristik letusan gunung berapi tersebut. Menyamakan letusan gunung Agung dengan letusan gunung berapi di Hawaii jelas sangat tidak mendasar karena karakteristik erupsi gunung Agung sangat berbeda dengan gunung berapi di Hawai.
Menurut pakar vulkanologi Surono, erupsi Gunung Agung termasuk letusan freatik yang disebabkan adanya kontak air dengan magma. "Begitu air kontak langsung dengan panas atau proses pemanasan yang disebut konduksi, air itu akan berubah fase dari air menjadi uap. Karena itu, tekanannya lebih tinggi dan ingin keluar. Pada saat keluar itulah menjadi letusan freatik yang didominasi uap air," kata pria yang akrab dipanggil Mbah Rono.
Sementara gunung berapi di Hawai cenderung berkarakteristik erupsi magma dengan tipe Hawaiian, yaitu erupsi yang umumnya berupa semburan lava pijar seperti air mancur dan pada saat bersamaan diikuti leleran lava pada celah-celah gunung berapi atau kepundan. Semburan ini bisa berlangsung selama berjam-berjam hingga berhari-hari. Karena sangat cair, semburan lava ini bisa mengalir berkilometer-kilometer jauhnya dari puncak gunung.
Jauh berbeda dengan model erupsi dari Gunung Agung. Alih-alih leleran lava pijar, Gunung Agung justru melontarkan gulungan asap hitam. Dengan kondisi ini, area yang terdampak dari erupsi ini lebih luas dibanding jika hanya mengeluarkan leleran lava. Fakta ini hendaknya bisa dipahami bahwa dengan tipe erupsi seperti itu, letusan Gunung Agung tidak bisa dijadikan sebuah atraksi wisata layaknya di Hawaii.
Selain fakta tersebut, beberapa faktor lain juga tidak mendukung letusan Gunung Agung bisa dijadikan atraksi wisata yang berpotensi menarik wisatawan untuk datang melihatnya. Seperti ditutupnya Bandara andai aktivitas letusan semakin meningkat. Selain itu, paparan abu vulkanik yang semakin luas juga sangat mengganggu kenyamanan wisatawan yang masih tinggal di area sekitar gunung.
Perekonomian di Bali memang sebagian besar ditopang industri pariwisata. Pernyataan Presiden diatas juga bisa dimaknai sebagai obat penenang untuk menumbuhkan kepercayaan pada wisatawan untuk tetap datang ke Bali. Tapi, ide untuk menjadikan letusan gunung berapi di Indonesia sebagai atraksi wisata baru yang out of the box justru menjadi ide yang sangat naif.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI