Mohon tunggu...
Himam Miladi
Himam Miladi Mohon Tunggu... Penulis - Penulis

Penulis Konten | warungwisata.com | Email : himammiladi@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Bola Artikel Utama

Jalan Tengah Konflik Sepakbola Indonesia: Good Cooperative Agreement

4 Agustus 2015   11:39 Diperbarui: 4 Agustus 2015   11:39 1850
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sudah empat bulan SK Pembekuan dari Menpora yang tidak mengakui seluruh kegiatan PSSI, praktis membuat berhenti aktifitas sepakbola di Indonesia. Dan sudah lebih dari dua bulan pula, sanksi FIFA akibat intervensi Menpora/pemerintah ini membuat sepakbola Indonesia harus absen di beberapa event internasional. Dua kubu yang berseteru, yakni Menpora dan PSSI saling tidak mau mengalah. Mereka rela bertarung dan menunjukkan kesombongan ego masing-masing daripada duduk bersama menyelesaikan persoalan sepakbola nasional.

Publik sepakbola Indonesia pun terbelah dua. Disatu sisi ada pendukung Menpora, yang menganggap tindakan Menpora sudah tepat dan sangat berani dibanding Menpora-Menpora sebelumnya yang tidak terpikir untuk membekukan PSSI. Dan menganggap langkah Menpora ini sebagai awal revolusi untuk membersihkan PSSI dari oknum-oknum mafia bola. Disisi lain, ada pendukung PSSI yang menganggap langkah Menpora ini sebagai sebuah kesalahan besar, yang mengakibatkan seluruh aktifitas sepakbola Indonesia, baik itu kompetisi maupun event internasional jadi terhenti.

Jadi, dengan adanya dua kubu yang saling tidak mau mengalah, bisa dibayangan akan berapa lama sanksi FIFA membuat sepakbola Indonesia akan terkucil. Mungkin, rekor Brunei Darussalam sebagai negara dengan waktu sanksi FIFA terlama akan terlewati oleh Indonesia.

Sebenarnya, kunci dari persoalan sengketa sepakbola nasional adalah Good Cooperative Agreement. Sebagaimana yang sudah sukses dijalankan oleh federasi Australia, dan selama ini masih dijalankan oleh banyak federasi-federasi dari negara-negara yang punya tradisi sepakbola kuat dan modern, seperti Inggris, Spanyol, Jerman, Italia, Belanda, dan masih banyak lagi.

Sayangnya, kata kunci Good Cooperative Agreement ini sepertinya belum dipahami oleh Menpora kita dan PSSI. Mereka masih lebih suka unjuk kekuatan, dan saling adu kuat baik melalui meja hijau ataupun lewat pendukungnya masing-masing. Alih-alih berusaha berkomunikasi dan mewujudkan Good Cooperative Agreement ini. Padahal, dibalik adanya dua opsi kubu, yakni Menpora yang menang atau PSSI yang menang, sesungguhnya ada opsi ketiga, yakni Good Cooperative Agreement tersebut.

Karena itu, untuk mewujudkan kerjasama yang baik antara Menpora (pemerintah) dengan federasi (PSSI) serta segenap stakeholder sepakbola nasional, opsi ketiga dari Good Cooperative Agreement ini menuntut kedua belah pihak yang berseteru untuk bisa menjalankan poin-poin sebagaimana berikut:

Untuk Menpora:

1. Meghentikan semua proses yang terkait dengan perlawanan terhadap putusan PTUN yang memenangkan gugatan PSSI atas terbitnya SK Menpora tentang Pembekuan PSSI (Tidak diakuinya semua kegiatan PSSI).

2. Mulai membangun komunikasi yang positif dengan PSSI yang diakui oleh AFC dan FIFA

3. Mulai menyiapkan legal drafting peraturan perundangan, baik itu berbentuk UU maupun setingkat Peraturan Menteri yang membantu proses penataan dan perbaikan olahraga Indonesia khususnya sepakbola, berupa tata aturan mengenai Perlindungan Tenaga Kerja Keolahragaan, Sertifikasi Jasa Usaha Keolahragaan, Insentif Pajak bagi perusahaan dan usaha kecil lainnya yang bergerak dibidang olahraga, pembebasan atau pengurangan bea masuk untuk barang olahraga tertentu khusus atlet dan Penyediaan Infrastruktur Olahraga.

4. Mensinergikan antara pembinaan usia muda olahraga dengan kurikulum pendidikan nasional dan proses revitalisasi sentra-sentra diklat olahraga yang ada saat ini.

5. Menghidupkan kembali Piala Haornas (U-15), Djamiat Dahlar (U-12) dan Piala Menpora (U-17) untuk upaya pembinaan sepakbola usia muda.

6. Bekerjasama dengan institusi yang memiliki kewenangan sesuai dengan undang-undang untuk menegakkan regulasi aturan negara diwilayah kegiatan olahraga. seperti legalitas kelembagaan (Dirjen AHU), Pembinaan Pajak (Dirjen Pajak), Ketenagakerjaan Olahraga (Kemenaker), Penggunaan dana negara (Dirjen Keuangan Kemenkeu), Penggunaan fasilitas negara (Sekretariat Negara dan Kemendagri), Hukum Olahraga (Kemenkumham dan Polri).

7. Mengupayakan adanya insentif pajak dan pemotongan beban biaya transportasi dan akomodasi untuk kegiatan olahraga.

8. Melakukan sosialisasi dan pembinaan terkait pelaksanaan regulasi keolahragaan kepada seluruh stakeholder olahraga sebelum dilakukan proses penegakan aturan tersebut secara tegas.

***

Selain kepada Menpora, tuntutan untuk jalan tengah Cooperative Agreement juga ditujukan PSSI, dengan poin sebagai berikut:

1. Memperbaiki tata kelola organisasi dengan lebih transparan, akuntabel dan menjalankan point-point dalam standar Good Cooperative Agreement; dimulai dengan membentuk tim adhoc yang independen yang bertugas untuk melakukan evaluasi, kajian dan penyusunan peta jalan perbaikan tata kelola sepakbola Indonesia. Tim Independen ini harus bukan bagian dari pihak-pihak yang berseteru selama ini, dan harus dilaporkan ke FIFA sebagai tim yang memungkinkan untuk melakukan komunikasi dan konsultasi terkait perbaikan-perbaikan yang akan dilakukan untuk sepakbola Indonesia. Semua pihak nantinya akan wajib mematuhi dan menjalankan rekomendasi perbaikan dari tim independen tersebut.

2. PSSI harus meminta FIFA/AFC untuk menunjuk auditor independen internasional untuk melakukan audit terhadap posisi keuangan federasi dan hasilnya diumumkan ke publik. Jika ada masalah hukum dari hasil audit ini, PSSI wajib bekerjasama dengan penegak hukum negara.

3. PSSI harus mulai menerapkan standar-standar pengelolaan kompetisi sesuai dengan standar yang telah digariskan didalam regulasi FIFA/AFC dan hukum positif dalam negeri dengan melakukan ratifikasi dan perubahan statuta serta peraturan lain yang mengikat.

4. Membentuk Komite Integritas yang independen sesuai dengan amanat FIFA/AFC yang bertugas untuk menindaklanjuti, memeriksa dan melakukan pengawasan terkait dengan adanya praktek-praktek tidak terpuji dalam sepakbola nasional berupa korupsi, suap, dan pengaturan skor dengan cara melakukan kerjasama institusi penegak hukum Indonesia.

5. Membentuk Badan Penyelesaian Sengketa Pemain, yang bertugas untuk menyelesaikan seluruh persoalan yang dihadapi pemain, terutama yang terkait dengan penyelesaian hak dan kewajiban pemain-klub. Badan ini harus bekerjasama dengan asosiasi pemain yang terafiliasi secara legal dan resmi dengan FIFA.

6. Menjelaskan kepada publik terkait dengan posisi aset Sarana Olahraga Sawangan

7. Menyusun Sistem Informasi Manajemen yang terintegrasi dan dapat diakses publik terkait dengan proses tata kelola sepakbola nasional, baik database pemain, sistem keuangan federasi, pengajuan surat, rekomendasi, ijin, dll.

8. Membangun keterbukaan terkait dengan proses pengelolaan kompetisi, dan hak siar televisi dengan melakukan bidding terbuka.

9. Membangun sistem tata kelola kompetisi profesional yang sehat, kuat dan berintegritas dengan mulai menerapkan standar klub profesional, tata kelola transfer pemain, salary cap, finansial fairplay, sistem promosi degradasi, jadwal kompetisi, manajemen sanksi, manajemen hadiah dan hak siar, database pemain dan statistik, serta adanya jaminan deposit finansial.

10. Revitalisasi tata kelola disemua level Tim Nasional, baik dari sisi manajemen, skuad, official, target dan pengelolaan hak siar serta tiket pertandingan.

***

Pembenahan sepakbola tentu saja tidak hanya melibatkan pihak pemerintah dan federasi saja. Klub, sebagai salah satu stakeholder sepakbola juga harus ikut aktif melakukan perbaikan. Karena itu, tuntutan untuk klub adalah:

1. Mematuhi seluruh ketentuan terkait aspek-aspek hukum negara, baik itu yang berhubungan dengan legalitas, finansial dan fiskal (pajak) dan ketenagakerjaan).

2. Menyatakan kesiapan untuk memenuhi standar pengelolaan klub baik itu profesional, semi profesional maupun amatir sesuai dengan aturan dan ketentuan yang berlaku, termasuk mulai mendirikan akademi sepakbola yang terstandarisasi dengan baik.

3. Siap untuk menyelesaikan seluruh sengketa pelunasan hak pemain dan offisial serta siap menerima konsekuensi sanksi dan hukuman yang berlaku.

4. Siap untuk memenuhi kewajiban untuk menyediakan jaminan terpenuhinya hak-hak pemain dan offisial sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Bila perlu dilakukan deposit finansial sebagai penjamin.

5. Bersedia menunjuk audit independen untuk melakukan audit finansial dan diumumkan ke publik.

6. Menandatangani dan menjalankan pakta integritas untuk menjalankan sepakbola yang lebih bersih dan baik, serta bersedia bekerjasama dengan Komite Integritas dan aparat hukum jika diperlukan dalam proses penyelidikan dan penyidikan kasus tertentu.

Dengan opsi jalan tengah berupa Good Cooperative Agreement ini, semoga sepakbola Indonesia akan menjadi semakin baik.

---

Ilustrasi: jawapos

 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bola Selengkapnya
Lihat Bola Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun