Tahun 2002, sepakbola Australia berada pada titik nadhir. Gagal lolos Piala Dunia, padahal pemerintah Australia sudah menggelontorkan dana hingga 2,6 juta dolar Australia. Tak cuma itu, sistem keuangan federasi sepakbola Australia (Australian Soccer Association/ASA) juga campur aduk dengan rekening pribadi para pejabatnya. Serta kasus-kasus judi dan pengaturan skor pada kompetisi mereka. Pemerintah Australia pun meradang, hingga kemudian Menteri Olahraga dan Seni, serta senator Ronald Kemp langsung menghentikan kucuran dana pemerintah. Dan meminta secara serius ASA untuk melakukan perbaikan total.
ASA pun menanggapi permintaan tersebut, dan kemudian menunjuk sebuah lembaga independen yang dipimpin oleh David Crawford untuk melakukan investigasi menyeluruh, serta membuat review atas masalah sepakbola Australia. Undang Undang Keolahragaan di Australia mengharuskan adanya Independent Sport Panel yang berfungsi sebagai lembaga pemikir (think thank) untuk selalu memberikan penilaian kritis dan rekomendasi tentang olahraga kepada pemerintah. Lembaga independen ini dipimpin oleh David Crawford, seorang profesional di dunia bisnis. Dia pernah memimpin beberapa perusahaan besar di Australia, seperti KPMG, Foster's Group, Lend Lease Corporation, Director of BHP Billiton. Lembaga independen tersebut kemudian bernama Independent Soccer Review Committe.
Di tahun 2003, Independent Soccer Review Committe merilis laporan awal mereka, yang kemudian populer disebut Crawford Report. Dalam laporan tersebut, banyak ditemukan bukti-bukti kesalahan manajerial ASA, korupsi, pengaturan skor hingga perjudian. Karena laporan itulah, ASA kemudian meminta pula pada Komite Review untuk menyusun langkah-langkah strategis reformasi sepakbola Australia.
Pemerintah Australia kemudian melaporkan pada FIFA tentang terbentuknya lembaga Independen yang bertugas mengawal dan menyusun reformasi sepakbola Australia. FIFA, yang melihat adanya lembaga independen di luar ASA dan pemerintah, serta komitmen pemerintah yang bersedia menggelontorkan dana besar untuk reformasi sepakbola, maka FIFA tak langsung menjatuhkan sanksi pada Australia. FIFA melihat adanya keseriusan dan kesiapan langkah yang diambil oleh pemerintah Australia bersama ASA.
Ada 4 tugas yang diberikan kepada tim David Crawford, yaitu:
1. Analisis kritis terhadap struktur, manajemen, dan tata kelola ASA.
2. Solusi dan rekomendasi ke depannya.
3. Langkah antisipasi halangan yang akan dihadapi.
4. Tahapan langkah-langkah dalam implementasi rekomendasi.
Dalam mempelajari persoalan sepak bola di Australia, tim independen ini sangat intensif dalam berdialog dengan seluruh stakeholders sepak bola. Tidak kurang 32 kali pertemuan dilakukan termasuk dengan FIFA, bahkan dengan federasi sepakbola Amerika Serikat, khusus untuk belajar tentang pemasaran sepakbola.
Dalam Crawford Report, ada 53 solusi dan rekomendasi dari tim independen yang dipimpin oleh David Crawford tersebut. Setelah menerima pemberitahuan tentang rekomendasi yang komprehensif ini, FIFA sangat gembira dan mendukung pemerintah Australia untuk segera melakukan reformasi melalui 53 solusi tersebut. Bahkan FIFA menjadikan Australia sebagai contoh keberhasilan pemerintah Australia dan ASA secara bersama sama melakukan reformasi sepak bola. Sejak itu pulalah di FIFA diperkenalkan konsep "Cooperative Agreement" antara pemerintah dan asosiasi sepak bola dalam menyelesaikan permasalahan di organisasi.
Ada banyak hal yang membedakan langkah pemerintah Australia saat itu dengan apa yang sudah dilakukan oleh Menpora/Pemerintah saat ini.
Pertama, adalah tentang kesiapan. Bisa kita lihat, hampir tak ada koordinasi antar lembaga di bawah Menpora, seperti KONI/KOI, yang awalnya ditunjuk untuk mengawal kompetisi, tetapi pada akhirnya mereka malah menolak. Langkah Menpora ini banyak yang menilai terburu-buru, yang penting adalah action "Pembekuan", sementara apa langkah dan antisipasi selanjutnya masih belum jelas. Lucunya meskipun organisasi PSSI dibekukan, tetapi pemerintah tetap ingin agar kompetisi ISL tetap berjalan. Ini seperti sebuah rumah disegel, tetapi perabotannya dimanfaatkan oleh pihak yang melakukan pensegelan.
Kedua, adalah tidak adanya mitra independen yang bisa "dimanfaatkan" pemerintah. Kebijakan pemerintah saat ini lebih didasarkan atas keinginan mengganti pengurus PSSI saja. Yang digunakan sebagai alasan pembekuan adalah wewenang sesuai undang-undang atau peraturan pemerintah. Tidak ada "cooperative agreement" antara pemerintah dan PSSI. Pokoknya PSSI harus dibekukan, Titik!
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H