[caption id="attachment_381426" align="aligncenter" width="546" caption="PSSI (KOMPAS.com)"][/caption]
Sidang lanjutan sengketa informasi antara suporter yang tergabung dalam wadah Forum Diskusi Suporter Indonesia, melawan PSSI memasuki babak akhir. Hari ini (8/12/14), Majelis Komisioner Komite Informasi Pusat menggelar sidang dengan agenda pembacaan putusan. Baik pemohon maupun termohon hadir dalam sidang puncak kali ini, dimana FDSI diwakili oleh Helmi Atmaja dan Rifki Azmi, sedangkan dari pihak termohon, yakni PSSI diwakili oleh Aristo Pangaribuan dari Divisi Hukum PSSI selaku wakil dari PSSI.
Dalam pembukaan sidangnya, Majelis Komisioner membacakan kesimpulan dari sidang-sidang sebelumnya. Pemohon, menggugat PSSI atas dasar transparansi keuangan yang selama ini tidak pernah dilakukan oleh PSSI. Informasi yang digugat pemohon adalah:
1. Dokumen kontrak dan nilai kontrak antara PSSI dan stasiun televisi (MNC TV & SCTV) untuk hak siar Timnas U-19 selama pergelaran Piala AFF 2013, Pra Piala Asia U-19 tahun 2013 serta Tur Nusantara U-19 di tahun 2014.
2. Rincian penerimaan dan penggunaan hak siar Timnas Senior, Timnas U-23 dan Timnas U-19 selama kurun waktu 2012-2014.
3. Pengelolaan dana hak siar dan sponsorship
4. Rincian Laporan Keuangan dan hasil audit keuangan PSSI selama periode 2005-2013.
5. Rincian laporan keuangan penyelenggaraan kongres PSSI dari tahun 2005-2014.
Menurut Majelis Komisioner, pihak pemohon mengajukan permohonan informasi publik kepada PSSI dengan tujuan agar tercipta transparansi dan akuntabilitas PSSI. Pemohon juga meyakini bahwa PSSI merupakan badan publik, yang mana wajib memberikan informasi seputar penggunaan keuangan mereka. Hal ini dibuktikan dengan keterangan dari saksi ahli Kemenpora, serta pernyataan dari mantan Menpora Roy Suryo bahwa PSSI pernah menerima dana APBN. Selain itu, PSSI juga menerima bantuan dana dari induk organisasi sepakbola dunia FIFA, serta pernah menerima bantuan dana untuk timnas dari suporter Indonesia.
Sementara itu, dalam pembacaan kesimpulannya, pihak Termohon menolak seluruh dalil yang diajukan Pemohon. Termohon juga menyatakan bahwa Komisi Informasi Pusat tidak berwenang untuk menerima, memeriksa dan memutuskan perkara ini karena sesuai dalil pribadi dari Termohon, PSSI bukanlah badan publik, melainkan Badan Hukum Privat Perkumpulan. Meskipun begitu, Termohon mengakui bahwa PSSI memang pernah menerima dana dari Kemenpora. Namun, sesuai keterangan saksi ahli, pertanggungjawaban dana tersebut ada pada Kemenpora, bukan pada PSSI. Termohon juga menolak kesaksian dari Yusuf Suparman, SH, selaku saksi ahli dari Kemenpora yang diajukan oleh Pemohon, dengan alasan pemeriksaan saksi tersebut tidak dihadiri oleh Termohon.
Setelah membacakan kesimpulan dari Pemohon dan Termohon, Majelis Komisioner kemudian membacakan ringkasan pendapat sidang sengketa informasi antara FDSI melawan PSSI. Majelis Komisioner berpendapat bahwa meskipun Termohon mendalilkan diri sebagai Badan Hukum Privat Perkumpulan, namun dalam aktivitasnya sebagai satu-satunya organisasi sepakbola yang diakui Pemerintah sebagai Induk organisasi sepakbola di Indonesia, yang menyelenggarakan kompetisi di tingkat nasional, serta satu-satunya organisasi sepakbola Indonesia yang diakui FIFA. Oleh karenanya, kehadiran Termohon tidak bisa dilepaskan dari tugas dan fungsi negara di bidang sepakbola, dimana tugas dan fungsi tersebut dilimpahkan negara kepada Termohon. Berdasarkan hal itu, Majelis Komisioner berpendapat bahwa Termohon dapat dikategorikan sebagai Badan Publik Non Pemerintah sebagaimana dimaksud dalam UU KIP.