Carut marut sepakbola Indonesia, yang berimbas pada terpuruknya prestasi sepakbola nasional, membuat Menpora merasa gerah. Terlebih, ada desakan dari sebagian besar suporter, yang merasa kecewa dengan kinerja PSSI agar Menpora bisa mengintervensi. Berawal dari kemenangan perwakilan suporter di sidang sengketa informasi keuangan PSSI, suporter mendesak Menpora untuk segera membekukan PSSI dan merestorasi seluruh pengurus PSSI dengan wajah-wajah baru.
Menpora Imam Nahrawi pun langsung merespon dengan membentuk sebuah kelompok kerja yang dinamakan Tim 9. Beberapa nama dari beberapa institusi yang terdengar "garang" dimasukkan Menpora dalam Tim 9, entah dengan maksud agar terlihat keras dan bisa "menakuti" pengurus PSSI, atau memang Menpora menunjukkanya berdasarkan kredibilitas mereka. Meski sebagian besar anggota Tim 9 bukan berlatar belakang sepakbola. Kesembilan anggota Tim 9 tersebut adalah:
1. Imam B. Prasodjo (sosiolog)
2. Budiarto Shambazy (pengamat, wartawan senior) kemudian diganti oleh Natalia Subagyo (Transparansi Internasional)
3. Ricky Yakobi (mantan pemain nasional)
4. Gatot S. Dewabroto (Kemenpora)
5. Nurhasan Ismail (akademisi)
6. Joko Susilo (mantan Dubes RI untuk Swiss)
7. Yunus Husein (mantan Kepala Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan/PPATK)
8. Eko Tjiptadi (mantan Deputi Pencegahan Komite Pemberantasan Korupsi)
9. Oegroseno (mantan Wakapolri)
Dari susunan anggota Tim 9 diatas, terlihat bahwa hanya ada 1 orang yang berlatar belakang sepakbola penuh, yakni Ricky Yakobi, serta Budiarto Shambazy, seorang wartawan dan pengamat sepakbola yang boleh dikata juga menguasai materi sepakbola nasional. Selebihnya latar belakang mereka hampir tidak ada korelasinya dengan PSSI atau sepakbola Indonesia pada umumnya. Padahal, kalau dilihat dari tugas yang diamanatkan oleh Menpora, penguasaan materi organisasi PSSI serta latar belakang sepakbola nasional jelas sangat diperlukan.
Seperti yang dijelaskan oleh Deputi V Bidang Harmonisasi dan Kemitraan Menpora, Gatot S. Dewabroto, yang juga termasuk anggota Tim Sembilan, tim tersebut memiliki empat tugas evaluasi, yaitu terhadap:
1. Standarisasi kompetensi dan pengelolaan organisasi persepakbolaan dan penyelenggaraan kompetisi sepak bola nasional.
2. Kualitas pengembangan sepakbola nasional, termasuk pembinaan usia dini.
3. Grand design rencana pengembangan persepakbolaan nasional.
4. Tugas lainnya yang menjadi kewenangan pemerintah sesuai dengan ketentuan dan peraturan perundang-undangan.
Tiga dari empat tugas evaluasi yang dibebankan pada Tim 9 jelas menuntut penguasaan akan materi sepakbola nasional. Sementara hanya dua, atau boleh ditambah satu dengan Dubes Swiss Joko Susilo yang menguasai hal tersebut. Selebihnya, sisa anggota Tim 9 memang sangat kredibel dibidangnya masing-masing (yang bukan sepakbola nasional).
Tugas Tim 9 jelas tidak ringan. Sebagai organisasi yang nyaris "super body" dan "untouchable", PSSI memiliki benteng kokoh yang bernama "Statuta" dan "perlindungan FIFA dari intervensi pemerintah". Dilihat dari tugas evaluasi Tim 9 diatas, sangat jelas tugas-tugas tersebut langsung diasosiasikan PSSI sebagai bentuk lain dari "intervensi". Tiga tugas pertama faktanya memang bukan kewenangan Menpora, melainkan hak prerogratif dari PSSI. Karena itu, wajar jika PSSI kemudian menganggap pembentukan Tim 9 oleh Menpora sudah merupakan inisiatif untuk mengintervensi PSSI.
Karena itu, PSSI pun semakin merapatkan barisan. Klub-klub yang selama ini loyal pada PSSI memberikan penolakan atas pembentukan tim 9 tersebut. Begitu pula dengan Asosiasi Provinsi, sebagai salah satu pemegang hak suara di Kongres PSSI. Tak tanggung-tanggung, Forum Asprov menggulirkan mosi tidak percaya terhadap Menpora dan mendesak agar presiden lekas mengganti Menpora. PSSI sendiri pun seakan tak ingin kalah, yakni dengan membentuk Tim Ad-hoc Sinergi. Tugas dari tim ini adalah memberi rekomendasi pada PSSI serta membangun sinergi antara PSSI dengan pemangku kepentingan sepakbola nasional. Tim ad-hoc ini diisi oleh 12 orang, yang sebagian besar diantaranya mempunyai latar belakang sepakbola atau organisasi PSSI, yakni:
1. Mafudin Nigara (Mantan Wartawan)
2. Tjipta Lesmana (Pengamat Politik)
3. Ian Situmorang (Mantan Wartawan)
4. Fritz Simanjuntak (Sosiolog atau Konsultan SDM)
5. Togar Manahan Nero (Mantan Ketua Komisi Disiplin)
6. Suryo Pratomo (Wartawan)
7. Effendi Ghazali (Pengamat Politik atau Pakar Komunikasi)
8. Gusti Randa (Ketua Asosiasi PSSI Provinsi DKI Jakarta)
9. Ruddy Keltjes (Mantan Pelatih U-19 B)
10. Rahim Sukasah (Mantan Manajer Timnas)
11. Tri Goestoro (Mantan Sekretaris Jenderal PSSI)
12. Hinca Panjaitan (Ketua Komisi Disiplin).
Dari sisi keanggotaan dan korelasinya dengan sepakbola nasional, jelas Tim 9 Menpora masih kalah jauh. Namun, dilihat dari kredibilitas tiap nama di bidangnya masing-masing, Tim 9 Menpora terlihat lebih mentereng.
Namun, melihat dari awal kinerja Tim 9 Menpora, sepertinya memang bukan aspek sepakbola yang akan mereka tembus untuk pertama kalinya. Menpora mungkin menyadari, menembus benteng PSSI melalui faktor sepakbola dan organisasi secara murni sangat sulit dan menghasilkan dilema. Bisa saja Menpora langsung menerbitkan semacam surat pembekuan PSSI, tapi jelas hal tersebut akan mengundang sanksi FIFA, hal yang sangat tidak diinginkan oleh sebagian besar pecinta sepakbola Indonesia. Karena itu, Menpora kemudian mencari celah lain yang sempit, tapi bisa menjadi pintu masuk untuk mendobrak hegemoni para mafia di PSSI. Itulah sebabnya, susunan Tim 9 Menpora memang berasal dari berbagai bidang, dan hanya satu atau dua orang saja yang berlatar belakang sepakbola.
Dan, salah satu pintu yang terdapat celahnya adalah dari sisi perijinan pemain asing. Tim 9 mengklaim berhasil menemukan satu dosa PSSI, yang diharapkan bisa menjadi pintu masuk. Hal ini ditegaskan oleh salah satu anggota tim 9, Gatot Dewa Broto. Kecurangan yang dilakukan itu dalam penerbitan perizinan terkait penyelenggaraan event sepak bola, termasuk legalitas pemain asing.
Gatot belum mau merinci seperti apa praktek kecurangan yang dilakukan klub atau PSSI. Namun dia meyakini sejumlah pemain asing yang merumput di Indonesia sejatinya belum mengantongi izin dari Ditjen Imigrasi. Dia mencontohkan, pihaknya baru saja menemukan modus rekrutmen pemain asing non-izin di Jakarta.
"Konon kabarnya, tadi terungkap (setelah Tim Sembilan rapat dengan Ditjen Imigrasi), ada beberapa pemain asing yang belum dikontrak oleh klub, itu kadang-kadang di hari-hari tertentu ikut latihan. Itu pengakuan yang diamini pihak-pihak tertentu (yang tadi ikut rapat -red)," ungkap Gatot.
Jika memang Tim 9 Menpora berhasil menemukan bukti dosa tersebut, PSSI bisa mati kutu tak berkutik. Menpora bisa langsung membekukan pengurus PSSI, dengan alasan ada pidana dibalik legalitas pemain asing. Dan Menpora juga bisa memberi alasan yang logis pada FIFA selaku induk PSSI terkait pembekuan tersebut, yang nantinya diharapakan tidak sampai menjatuhkan sanksi pada sepakbola Indonesia.
Selain celah perijinan pemain asing, ada satu lagi pintu masuk yang bisa dimasuki Tim 9 Menpora. Yakni dalam hal Undang-Undang Perusahaan. Seperti diketahui, semua klub profesional yang berlaga di kompetisi Indonesia, baik itu ISL maupun Divisi Utama sudah harus berbentuk PT. Jika Tim 9 Menpora bisa menemukan kecurangan dari aspek UU Perusahaan tersebut, langkah Tim 9 untuk melawan hegemoni mafia di PSSI akan semakin lebar dan kuat.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H