Mengukir Prestasi, Menguatkan Angan
JICT lahir dari semangat kemandirian dan niat tulus untuk melayani yang menjadi nyawa dari perjuangan mereka. Sederet prestasi yang diukir para pekerja JICT bukanlah prestasi biasa, bahkan telah diakui di mata internasional.
Pada tahun 2011, JICT dinobatkan sebagai Best Container Terminal in Indonesia versi INSA Award. Di tahun yang sama, JICT juga meraih AFSCA Award untuk kategori Best Container Terminal in Asia (under 4 mill p.a).
JICT juga diakui sebagai terminal petikemas terbaik versi stakeholders Pemerintah, di antaranya Bea Cukai, Kementerian Keuangan, dan Kementerian Keuangan. Atas kerja keras para karyawan, JICT juga meraih Indonesian SDGs Award kategori Gold Winner dari Corporate Forum for Community Development (CFCD) pada 2017 dan sederet penghargaan lainnya.
Berbagai raihan prestasi ini tentu tak lepas dari semua upaya yang telah dilakukan para pekerja selama masa pengabdiannya kepada perusahaan, bahkan boleh dikata juga turut mengharumkan nama bangsa di tingkat dunia. Apalagi, jika berbicara tentang pencapaian perusahaan di tingkat internasional, tentunya tak terlepas dari keberhasilan para pekerja untuk membangun kepercayaan para pengguna jasa, baik di tingkat internasional maupun domestik.
"Pelabuhan itu kan ada fungsi negara dan pelayanan publik. Jika kasus JICT dan TPK Koja dibiarkan berlama-lama dimainkan dalam konflik internal bisa bahaya.", kata Ucok Sky Hadafi, Direktur Central for Budget Analysis (CBA).
Wajar jika para pekerja merasa terusik dengan perpanjangan kontrak yang dilakukan Pelindo II terhadap JICT kepada HPH, mengingat selama ini mereka telah berusaha sedemikian rupa untuk memperbaiki sistem pekerjaan di JICT, hingga pelabuhan petikemas tersebut bisa dinobatkan sebagai yang terbaik di Asia.
Di balik semua kerja keras tersebut, harapan berdikari bukanlah sebuah impian belaka. Di baliknya terselip keinginan agar mereka bisa diberi kesempatan mengelola JICT secara mandiri, tanpa campur tangan pihak asing, yang selama ini dinilai merugikan negara yang angkanya mencapai trilyunan rupiah, bahkan 4 audit BPK mengungkap kerugian negara akibar perpanjangan Kerjasama Pelindo II dan HPH atas JICT dan TPK Koja mencapai Rp.14,68 Trilyun.
Mari kita doakan agar cerita indah tetap berlanjut di sini, demi sesuap nasi, demi tawa bahagia mereka yang menanti di rumah, karena yang mereka yakini, Tanjung Priok tak hanya sekedar tempat mengais rezeki, tapi juga adalah simbol martabat maritim bangsa.