Andi Mirati Primasari, No.94
Alma yang kulihat di cermin kali ini bukan lagi Alma beberapa jam yang lalu. Alma yang ke mana-mana selalu tampil kusut dengan kemeja longgar dan ripped jeans andalannya kini menjelma menjadi Alma yang full dandan, layaknya princess yang siap menghadiri Barbeque Party bersama pangeran impian malam nanti.
Foundation? OK!
Bedak? Sip..
Blush on? Pas..
Eye shadow? Sip..
Maskara? Beres!
Lipstik? Done..
Tapi.. Mini dress merah? Apa tidak terlalu nekat? Sudahlah.. Bukan masalah besar..
Ini semua kulakukan untuk menjawab tantangan Ninik, salah seorang temanku yang baru saja pulang membawakan dress-nya untuk dipinjamkan kepadaku, agar bisa kupakai malam ini juga melaksanakan tujuanku, membuktikan pada Ninik bahwa mentalku tak boleh ia anggap remeh.
Hanya mengajak dinner lalu mengatakan cinta kan? Apa susahnya..
Let's go to Mr. Hamburger's home..
***
"Alma.. Could you speak louder? I can't hear your voice..".
"Y-Yes..I am sorry, Sir..".
Gugup. Itu kesan yang kurasa saat pertama bertemu di sesi Introduction dengan si Mister Hamburger. Sebenarnya namanya Beno, orang Indonesia asli. Lahir dan besar di UK menjadikannya fasih ngomong Inggris. Aksen Indonesia-nya malah nyaris tak terdengar. Aku lebih memilih menyebutnya Mr. Hamburger. Mengapa? Ehm.. Alasannya sih simple.. Gara-gara suaranya yang (menurutku) terkesan sangat seksi saat melafalkan kata itu. Aku ingat waktu first meet Advanced Level di English Class bimbingannya. "Pronounciation", topiknya. Aku ingat sekali mulutnya sampai manyun-manyun lucu melafalkan kata demi kata sambil sesekali protes akan cara pengucapan kebanyakan orang Indonesia saat berbahasa Inggris yang kadang medok khas kedaerahannya masih suka kumat. Sedikit menyindir, barangkali.. Ehm.. Perihal ini aku sedikit tidak setuju dengannya.. Semakin medok semakin Indonesia, bukan?
Fasih ngomong Inggris bukan berarti ia anti-nasionalisme. Ia berdalih jika kita memang niat mempelajari bahasa atau sastra bangsa lain, baik itu kosa kata, struktur bahasa, kita pun tentunya tidak ingin salah dalam mengucapkannya. Mengapa? Menghindari miskomunikasi, alasannya..
Okey.. Aku memang kagum pada Mister Hamburger, tapi untuk menyebut kekaguman ini sebagai cinta mungkin terlalu cepat. Kegugupan yang tiba-tiba muncul di hari pertama Pronounciation Class itu kuanggap hanya reaksi biasa atas ketidakmampuanku mengendalikan hormon. Gugup? Itu nggak aku banget! Aku belajar dari kegagalan dan rasa kecewa yang dialami kakak-kakak perempuanku pada pacar-pacar mereka. Sakit hati, cemburu, tangis, pertengkaran menjadi makanan sehari-hari. Capek! Kalau tak percaya, tanya saja pada teman-temanku. Alma bukan cewek yang gampang jatuh cinta. Ingat itu!
Lantas, bila memang tak cinta, kenapa aku harus pusing? Dan.. Kenapa harus dibahas? Baiklah.. Harus kuakui semua ini berawal dari sebuah mimpi yang kualami saat tidur beberapa minggu lalu. Bayangkan saja, aku mimpi menikah dengan Mister Hamburger! Yang benar saja!
Dugaan kuat adalah mungkin saking lelapnya, aku jadi tak mampu mengatur mimpiku sendiri. Oke.. Oke.. Mungkin ada yang protes sambil bersungut-sungut, "Memangnya ada orang yang bisa mengatur mimpi?". Iya.. Harus kuakui bila aku hanya manusia biasa yang tak punya kemampuan ekstrim seperti itu.. Tapi jangan Mister Hamburger juga donk yang seenak-enaknya mengusik tidur nyenyakku.. Dan kenapa harus bertemakan pernikahan? Lalu, kenapa harus aku dan si Mister Hamburger yang jadi pengantinnya?
"Kayaknya nih, Al.. Lo jatuh cinta sama si Mister Hamburger!". Kata-kata yang keluar dari mulut Ninik, sahabatku, membuyarkan lamunanku. Bagaimana tidak? Tuduhan yang dilontarkannya seolah keluar begitu saja, tanpa dipikirkan terlebih dahulu.
"Enak aja.. Nggak mungkinlah.. Lo kan tau sendiri.. Gue bukan tipikal orang yang semudah itu jatuh cinta..", bantahku.
"Lah.. Trus kenapa harus dimimpiin segala?"
"Meneketehe.. Gue aja bingung..".
"Udahlah.. Mending gini aja, Al.. Lo ke salon gih, dandan.. Liat muka lo deh.. Tuh kan, udah kucel banget.. Kayak gak keurus..", celoteh Ninik sambil menyodorkan cermin kecil yang tak pernah pisah dari make-up kit dalam tasnya.
"Lo kalo ngomong bisa mikir dulu nggak sih, Nik? Okelah gue kucel.. Tapi buat apa juga elo nyuruh gue ribet-ribet dandan ke salon?"
"Lo butuh transformasi, Nik.. Semacam sulap..", Ninik mengerling usil kepadaku, sambil tangannya bergerak-gerak membentuk gestur seolah-olah ia seorang pesulap..
"Gue gak butuh..", sanggahku.
"Masa sih lo gak butuh? Elo kan cewek, Al.. Elo butuh jadi cantik untuk bikin Mister Hamburger terkesan.."
"Eh.. Nik, lo sadar gak sih lo barusan ngomong apa?"
"Ya jelas sadarlah, Al.. Gue malah curiga lo nggak berani ngaku kalo lo jatuh cinta sama si Mister Hamburger karena lo takut ditolak.."
Dezzzzzz.. Kata-kata Ninik menyentakku, membuatku kehabisan kata-kata.
"Sekarang lo mau jawab apa lagi, Al? Gue tuh tau lo anaknya kayak gimana. Seumur-umur nih ya, gak pernah sekalipun gue denger elo ngomongin cowok.. Baru kali ini, Al.. Sadar gak sih lo?". Kali ini Ninik benar-benar telah membuatku jengkel. Kalau bukan karena dia temanku yang sudah kuanggap saudara, mungkin sudah kututup mulutnya dengan lakban, supaya ia berhenti ngoceh. Kutatap matanya dengan sinis. Bukannya berhenti nyerocos, ia malah melanjutkan celotehannya. "Makanya, Al.. Gue yakin banget elo pasti nggak mau ngaku karena elo takut ditolak kan? Elo ngerasa gak sebanding sama si Mister Hamburger yang sering elo puji-puji itu."
Dan lagi-lagi aku membantah. "Enak aja lho.. Kapan gue pernah muji dia?".
"Aduuh.. Pake nanya lagi.. Lo gak nyadar ya kemarin lo bilang gak berani natap mata dia? Elo bilang dia keren karena banyak pemahaman dia yang sepaham sama elo.. Lo nggak ingat ya?".
"I.. Ingat kok, Nik..", jawabku terbata-bata, agak menyesal sudah banyak bercerita tentang Mister Hamburger pada Ninik.
"Nah.. Bagus.. Akhirnya elo ngaku.. Elo bener-bener gak bisa bohongin gue, Al.. Mata lo itu terlalu jujur kalo udah bicara sama gue..". Huh.. Dasar Ninik, mati gaya aku dibuatnya.
"Tapi gue nggak terima kalo elo bilang gue takut ditolak sama dia.."
"Ya udah kalo gitu buktiin aja.. Sesuai saran gue tadi, elo ke salon sore ini juga.. Bikin diri lo secantik mungkin. Pokoknya jangan kayak ginilah.. Dekil, tauk..", sindirnya dengan ekpresi jijik padaku. Tak berperasaan! "Nanti gue jemput elo di salon, gue bawain dress gue.."
Firasatku mulai tak enak. "Lo bawa dress buat apa?".
"Ya buat lo pake lah.. Ke rumah Mister Hamburger sepulang lo dari salon.. Gue nantang elo untuk ngajakin dia dinner malam ini.. Abis itu, elo nembak dia.. Gimana?".
"Nik.. Jangan gila donk lo..", protesku tak terima. Temanku yang satu ini memang sadis, pikirku.
"Ya udah.. Kalo gitu gue simpulin aja kalo elo emang takut ditolak..", ucap Ninik, membuat emosiku tersentil. "Terserah elo aja sih, Al.. Niat gue sih baek.. Pengen nolongin elo supaya rasa penasaran lo ke gebetan lo tersalurkan.."
"Apa lo bilang? Gebetan?".
"Udahlah, Al.. What took you so long, babe? By the way, gue buru-buru nih, nyokap mau pake mobil.. Pokoknya ntar sore kita ketemu di salon yaa.. Pastiin lo udah cantik sebelum gue dateng, oke? Daaaaaa..", ucap Ninik sambil berlalu, meninggalkanku yang terbujur kaku, tak tahu harus berbuat apa. Yang kupikirkan saat ini adalah harga diriku yang harus secepatnya kuselamatkan. Aku benar-benar tidak terima saat Ninik menuduhku takut ditolak. Ego gue mulai main.. Alma bukan penakut! Camkan itu!
***
Rumah Mr. Hamburger cukup sepi malam ini. Hanya terdengar suara TV yang sepertinya sedang menayangkan video kartun yang juga merupakan kartun favoritku, Sponge Bob Square Pants. Aku yakin itu suara Sponge-Bob dan Patrick sedang memperdebatkan hal yang tak penting. Aku tertawa dalam hati, "Mr. Hamburger nonton Sponge Bob? Lucu juga.. Hehehe.."
Ragu-ragu kutekan bel di depan rumah Mr. Hamburger. Sejenak aku berpikir akan aksi nekatku ini, tapi ya sudah.. Sekali maju, pantang untuk mundur..
Beberapa detik kemudian, pintu terbuka. Seorang wanita keluar sambil menggandeng seorang anak yang tengah menggendong boneka Barbie. Dari raut wajahnya, wanita tersebut kuperkirakan usianya kira-kira 25 tahun dan sepertinya usia si anak yang digandengnya belum genap 5 tahun. Siapa ya mereka? Batinku mulai berfirasat.
"Assalamu Alaikum..", aku mengucapkan salam sesaat setelah mereka membuka pintu.
"Waalaikumsalam..", sang wanita menjawab salamku.
"Tante nyari siapa?", tanya anak tersebut ramah.
"Ehm.. Ini benar rumah Pak Beno?".
"Ooh.. Iya benar, tante.. Tapi papa lagi nggak ada tante.. Belum pulang..".
Ap..apa? Papa? Jadi Mr. Hamburger udah punya anak?
"Maaf, mbak.. Kalau boleh tau, ada perlu apa ya? Ada pesan mungkin? Biar nanti saya sampaikan..", sang wanita tersenyum.
Aku hanya terdiam. Masih berusaha menyadarkan diri akan keadaan. Ini terlalu sulit dan menyesakkan, pikirku.
"Iya, tante.. Sampein sama mama aja, pesennya..". Aduh, ramah benar anak ini. Anak dari lelaki yang beberapa detik yang lalu akan kuajak makan malam. Bodoh sekali aku!
Aku mendadak ingin kabur.
"Ehm.. Nggak ada kok, mbak, dek.. Saya pamit aja.. Nanti aja kapan-kapan saya ke sini lagi.. Makasih yaa..", kataku, lalu buru-buru cabut, melangkahkan kaki secepat mungkin, takut jangan sampai Mister Hamburger mendadak tiba dan menemukanku di sini.
Ninik, tunggu aku di rumahmu. Rasanya ingin aku menjambak rambutmu saat ini juga.
Oh Tuhan.. Tolong aku.. Bagaimana mungkin aku bisa bertindak sebodoh ini?
***
Sumber ilustrasi: www.peauxeticexpressions.com
Ingin membaca karya peserta lainnya?Silahkan kunjungi Event Katakan Cinta Fiksiana Community
Mari bergabung bersama komunitas pencinta fiksi Kompasiana di grup Facebook Fiksiana CommunityÂ
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H