[caption id="attachment_403978" align="aligncenter" width="590" caption="Dissa (dok. Kompasiana)"][/caption]
Setuju kan, kalau seiring perkembangan jaman, musik telah bertransformasi menjadi sebuah lifestyle? Kenyataannya, saat ini musical taste (selera musik) seseorang kerap menjadi sebuah identitas untuk mengenalkan diri pada satu lingkup pergaulan.
Layaknya makhluk hidup, dari waktu ke waktu, musik terus beradaptasi dengan trend, mencari pencerahan, mendewasakan diri, dan tanpa kita sadari musik telah membangun rumahnya sendiri di hati kita, para penikmat musik.
Melirik hingar-bingar dunia musik, rasanya nggak mungkin jika nggak diramaikan dengan sebuah persaingan. Inilah yang kemudian mendorong kreativitas para musisi untuk terus berinovasi menciptakan karya-karya yang fresh dan enak didengar agar penikmat musik memberi respon positif. Itulah keuntungan kita sebagai pendengar, kuping kita selalu dimanjakan oleh musisi-musisi kesayangan. Senangnya..
Kompetisi ini pun otomatis memicu insan-insan musik berlomba memperebutkan signature color mereka demi memastikan eksistensi mereka di tengah hiruk-pikuk industri musik. Ini penting agar publik bisa menemukan perbedaan musik mereka dengan musisi lain melalui ciri khas yang mereka punya. Di sini, peran genre sebagai penentu identitas musisi sangat diperlukan.
Di tengah maraknya persaingan ini, hadir satu band yang menamakan diri mereka, DISSA. Berbasis di Bandung, empat anak muda pecinta musik ini berhasil menembus ajang Meet The LAbels berkat keberanian mereka menggebrak sisi egoisme masing-masing personel dan memadukannya ke dalam karya. Genre pop yang berpadu dengan harmonisasi gitar yang unik dan sedikit sentuhan rock sukses membuat mereka terpilih menjadi satu dari sepuluh finalis Meet The LAbels yang berhak rekaman di bawah naungan label musik ternama di Indonesia.
Tampil sebagai bintang tamu dalam acara "Kompasiana Ngulik: Ngobrolin Genre Musik Indonesia bareng DISSA", Jumat (13/3) lalu di Ruang Studio Kompasiana, Mirkal (vokal), Agha (gitar), Adit (gitar), dan Aris (keyboard) banyak menceritakan pengalaman mereka dalam bermusik. Mereka mengakui bahwa skill dan musikalitas sangat menentukan kualitas karya yang dihasilkan. Karenanya, Dissa terus berupaya semaksimal mungkin untuk mengasah keahlian aransemen mereka.
[caption id="attachment_403982" align="aligncenter" width="560" caption="Dipandu oleh Nadia Fatira, Kompasiana Ngulik membahas tentang genre musik Indonesia bareng band pendatang baru, Dissa (dok. Pribadi)"]
Di tengah keberagaman musik (pop, R&B, jazz, country, reggae, hiphop, dangdut, rock, disco, dll.) dan perkembangan trend musik yang superdinamis, Dissa memutuskan menarik benang merahnya dengan memilih genre pop, terinspirasi oleh Dewa, Slank, Padi, dan musisi-musisi instrumental sekelas Kenny G. Warna vokal Mirkal juga mereka jadikan alasan untuk penentuan genre. "Suara saya cocoknya di pop.." ujar sang vokalis.
Lagu "Penantian Bodoh" yang berkisah tentang cinta sejati pun mereka pilih sebagai single pertama. Lagu yang easy-listening ini sudah diputar di radio-radio dan perlahan mulai mengangkat nama Dissa di blantika musik Indonesia.
Turut hadir dalam Kompasiana Ngulik kali ini, Rangga Yuniza selaku promotion supervisor E-Motion, label yang memproduseri Dissa. Ia mengakui bahwa ajang Meet The LAbels telah berperan besar dalam menyalurkan bakat-bakat musik di Indonesia, termasuk Dissa yang dinilainya sangat valuable secara packaging. "Kita melihat Faktor-X Dissa setelah menyaksikan video rekaman yang mereka kirimkan dan membandingkannya dengan live performance mereka saat audisi di Bali." tuturnya.