Mohon tunggu...
Prima Marsudi
Prima Marsudi Mohon Tunggu... Guru - Indahnya menua.

Wanita yang ingin jadi diri sendiri tetapi tidak bisa karena harus memikirkan orang-orang yang disayanginya.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Cerpen | Teman Makan Teman

28 Februari 2019   10:34 Diperbarui: 28 Februari 2019   12:01 330
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Namaku Indah.  Orang tuaku memberikan nama dengan kata itu pasti diiringi keinginan untuk memiliki anak yang indah.  Bukan hanya fisik tetapi juga hati.

Harapan orang tuaku rasanya benar-benar terwujud.  Aku benar-benar tumbuh menjadi anak, gadis, kemudian menjadi wanita yang indah.  Untuk itu, aku sangat bersyukur.

Sayangnya nasibku tidak seindah nama dan rupaku.  Kehidupan cintaku gagal.   Satu-satunya orang yang kucintai meninggalkan aku.  Ia memilih wanita lain.  Dan wanita lain itu jauh dari kata indah.

Patah hati? Iyalah! Hidup seperti berhenti. Tak ada yang salah katanya ketika kutanya mengapa meninggalkan aku.  Lalu bagaimana caranya aku memperbaiki diri jika aku tak tau salahku.

Setelah menguras setiap apa yang kumiliki, akhirnya aku berhasil menyelesaikan hubungan ini.

Pelan pelan aku bangkit.  Kubangun link baru di kehidupanku.  Kubangun karierku hingga seperti sekarang.

Udara panas berangin, berbalut kebaya bali aku bersantai di atas bale bale di tepi sebuah kolam renang.  Airnya yang kebiruan membentang di hadapanku.

Sudah tiga hari aku berada di villa mewah ini.  Bersama ketiga sahabatku.  

Aku sedang menunggu ketiga sahabatku ketika seorang lelaki masuk ke dalam pekarangan. Dari kejauhan kupandangi lelaki itu.  Ada yang berbeda dari biasanya.

Tidak seperti tour guide yang lain, lelaki terlihat luwes dan bersahaja dalam balutan pakaian daerah.  Sarungnya terpasang rapi dan terlihat matching dengan kemeja dan sabuknya.

Lelaki itu menghampiriku dengan rasa percaya diri yang tinggi.  

"Ms. Indah ! Sapanya mantap.  Saya siap mengantar rombongan hari ini."katanya.

"Oo, ok "jawabku.   "Sebentar, saya panggil ketua rombongannya." tambahku.

Bergegas aku bangkit menghampiri temanku di kamar-kamarnya.

Di dalam ruang aku berteriak, "Hai cepat Blinya sudah datang."

Mereka pun muncul, keluar dari ruangan.  Yuli sebagai ketua rombongan bergegas menghampiri sang guide.  Dari kejauhan kulihat mereka bersalaman dan bercipika cipiki...

Aku terkejut... mengapa ada cipika cipiki.  Kupandangi mereka dengan perasaan heran.

Yuli memanggil kami bertiga.  Kami pun bergegas menghampirinya.  Kenalkan, ini Bli Wangsa.

Lutut ku langsung lemas.  Bli Wangsa adalah pemilik kompleks Villa yang kami inapi di Ubud.  Ia adalah mantan Yuli, temanku sekaligus ketua rombongan trip kali ini.

Aku segera meminta maaf kepada  Bli, karena aku mengira Bli adalah tour guide kami.

Bli Wangsa hanya tertawa, menurutnya aku tak benar benar bersalah karena spesial hari ini ia akan menjadi tour guide kami.

Jadilah, kami berangkat bersama tour guide istimewa.

Kuperhatikan Yuli yang duduk di kursi depan Innova berdampingan dengan Bli Wangsa.  Beberapa kali mereka berbicara lirih.   Tatapan penuh cinta masih terlihat di bola mata Yuli sahabatku.

Meskipun sudah sama sama berkeluarga, namun cinta mereka terlihat masih hidup. Terutama di dalam diri sahabatku.  Itu tak diragukan lagi.

Hampir setiap saat Yuli menceritakan kisah kasihnya dengan Bli.  Bahkan hingga aku hafal apa yang disukai dan tidak disukai oleh Bli Wangsa.

Bli Wangsa melayani kami dengan adil.  Perhatian yang diberikan tidak hanya pada Yuli saja, namun kami semua di buatnya senang.

Kami berjalan menyusuri Kampung Penglipuran yang luar biasa cantik sambil mendengarkan penjelasan dari Bli Wangsa.

Sesekali Bli menarik tanganku dan memintaku untuk berpose di depan spot foto yang menurutnya bagus.

Kami semua begitu terhibur.  Beberapa objek wisata lain kami kunjungi hari itu.  Ratusan foto kurasa telah tersimpan di dalam kamera Bli Wangsa.

Sayang hari itu hari terakhir kami di Bali.  Besok kami sudah harus kembali ke Jakarta.

Kembali ke Villa, kami kembali masuk ke dalam.  Dan membiarkan Yuli di luar melepaskan rindu bersama Bli.

Entah sampai berapa lama mereka berbincang, keseruan hari ini melelahkan aku hingga akhirnya kami betiga pergi tidur lebih dulu.

Keesokan pagi kami ke Bandara Ngurah Rai.  Bli Wangsa mengantar dan melepas kami di Bandara.

Kami bersalaman sambil mengucapkan terima kasih.

Kami berjalan memasuki pintu keberangkatan.  Menengok kebelakang kulihat Yuli belum bergerak.  Ia masih berbicara dengan Bli.  Yuli memeluk Bli erat.  

Yuli menyusul bergabung dengan kami.  Matanya sembab, bekas air mata meninggalkan jejak di rupanya.  Aku merasa kasihan.

Yuli dan Bli Wangsa menjalin hubungan yang cukup intens sebenarnya.  Namun perbedaan keyakinan memisahkan mereka.  Cinta yang dalam tak memutuskan hubungan itu.  Meskipun keduanya telah berkeluarga, namun mereka tetap menjalin komunikasi.

Bli Wangsa yang dulu belum menjadi apa apa kini telah menjadi pengusaha sukses.  Bidang usahanya semakin luas.  Keberhasilan tak menjadikannya lupa pada sang mantan.

Ini untuk pertama kalinya mereka bertemu di Villa de Wangsa.  Villa yang dibangun dengan rasa cinta mereka berdua.  Dan untuk menyamarkan pertemuan, maka Yuli meminta kami untuk ikut berlibur dengannya.

Sesampainya di Jakarta aku tak pernah lagi mengingat ingat liburanku di Bali.  Kesibukan tidak membuat aku sempat untuk mengingat ingat.

Setahun kemudian liburanku kuarahkan ke Lombok.  Kuposting foto fotoku di IG ku. Seperti biasa kunikmati perjalananku ini.

Matahari begini terik, di dalam mobil kubuka IG ku.  Ada notifikasi, sebuah komentar dan beberapa like dari sahabat sahabat dunia mayaku.  

Kubuka komentar yang masuk.  "Ms. Indah kapan ke Bali lagi?"

Sebuah nama, bersamaan dengan itu ia pun mem-follow akunku.

Seperti kenal, kubuka akunnya.  OMG Bli Yuli, maksudku Bli mantan Yuli.  Dari situlah ceritaku dengan Bli Wangsa berawal.

Siang ini, di terminal tiga Bandara Sukarno Hatta aku bersiap memasuki sebuah pesawat.  Aku bertolak ke Singapura.  Ini janjian pertama aku bertemu dengan Bli Wangsa.

Aku memutuskan menerima pinangan Bli Wangsa yang kebetulan juga baru saja menduda.

Aku belum punya nyali untuk menyampaikan kabar ini kepada Yuli.  Aku tau betapa terlukanya Yuli jika ia tahu bahwa pujaan hatinya telah mengubur cinta lamanya dan memberikan cinta yang baru untukku, sahabatnya yang selama ini telah menjadi tempatnya berkeluh kesah.

Kutinggalkan Jakarta, sambil berharap semoga  ini bukan Temen makan Temen.

Bliiiiiiii aku datang !

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun