Mohon tunggu...
Prima Marsudi
Prima Marsudi Mohon Tunggu... Guru - Indahnya menua.

Wanita yang ingin jadi diri sendiri tetapi tidak bisa karena harus memikirkan orang-orang yang disayanginya.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Rumah Ibu

22 September 2014   21:24 Diperbarui: 17 Juni 2015   23:55 79
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kini ia pandangi lagi rumah itu, rumah Ibu yang sesungguhnya tak mampu lagi ia biayai dan ia pelihara.  Atap yang mulai runtuh, cat yang kusam, kayu-kayu yang rapuh dan perabot yang lusuh semua membangun sinergi betapa buruknya kondisi rumah ibu saat ini.

Namun rasa bangga memiliki rumah itu juga tak pernah sirna, beribu kenangan bersama almarhum ayah seakan berpendar dari rumah itu.  Tak ada duka di rumah itu sebelumnya hanya suka dan hikmah dari berbagai peristiwa yang mereka alami.

Cepat atau lambat rumah itu memang akan dijual karena memang rumah itu bukan rumahnya.  Rumah itu rumah Ibu.  Jadi, perih rasanya bila harus melihat Ibu kehilangan rumahnya sebelum waktunya.  Mencabut Ibu dari akarnya dari lingkungannya.

Apa pun keinginan Ibu, semoga air mata Ibu tak pernah sia-sia...

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun