Oleh
Primadian Harmastuti/31190289
Program Studi Biologi
Fakultas Bioteknologi
Universitas Kristen Duta Wacana Yogyakarta
Antraks merupakan salah satu jenis penyakit tular vektor mematikan yang terjadi di berbagai dunia. Antraks merupakan penyakit yang disebabkan oleh bakteri Bacillus anthrachis yang menginfeksi hewan homoiterm pemakan rumput seperti sapi, kambing, domba, dan lain – lain.Â
Bakteri Bacillus anthrachis merupakan bakteri jenis gram positif, bentuknya seperti batang, memiliki ukuran sekitar 3 – 5 mikrometer. Manusia dapat terpapar antraks karena adanya kontak secara langsung dan tidak langsung dengan hewan maupun bahan makanan dari daging hewan yang terinfeksi oleh bakteri antraks.Â
Secara epidemiologis, terjadinya infeksi antraks pada manusia terdiri dari antraks yang ada di pedesaan dan antraks yang ada di lokasi industri. Antraks yang ada di pedesaan berkaitan erat dengan adanya kontak langsung antara manusia dengan hewan ternak yang terpapar bakteri antraks atau konsumsi daging hewan yang terinfeksi bakteri antraks dan biasanya penularan dapat melalui ketiga jalur (pencernaan, kulit, dan pernapasan).Â
Sementara antraks yang ada di lokasi industri berkaitan erat dengan aktivitas industri seperti sortasi wool, tulang, kulit dari hewan ternak yang terinfeksi bakteri antraks dan penularannya melalui jalur kulit dan pernapasan sehingga risiko terpapar lebih tinggi (Tanzil, 2013).
Kasus antraks di Indonesia mulai ditemukan sebanyak 41 kasus pada tahun 2011, 22 kasus pada tahun 2012, 11 kasus dan 1 kasus kematian pada tahun 2013, 48 kasus dan 3 kasus kematian pada tahun 2014, 3 kasus pada tahun 2015, 52 kasus pada tahun 2016, 63 kasus dan 1 kasus meninggal pada tahun 2017 (Ramadhan, 2022).Â
Dilihat dari data tersebut, kasus penyakit antraks dari tahun ke tahun cenderung mengalami peningkatan sehingga perlu upaya dan strategi penanggulangan serta pencegahan penyakit antraks di Indonesia. Kasus penyakit antraks baru-baru ini ditemukan di Gunung Kidul, Daerah Istimewa Yogyakarta yang mana lebih dari 20 warga dan hewan ternak di Gunung Kidul terpapar penyakit antraks.Â
Sebelumnya, sebaran kasus antraks di Gunung Kidul pernah ditemukan pada tahun 2016 hingga 2017 serta bulan Juni tahun 2019 hingga Januari tahun 2020 (Ramadhan, 2022).Â
Permasalahan yang terjadi adalah pendataan surveilans yang belum selesai dan data kasus yang dilaporkan belum diperbarui sehingga upaya dan strategi penanganan dan pencegahan penyakit antraks masih belum tepat sasaran.
Kasus antraks muncul pada bulan-bulan musim penghujan, hal ini dikarenakan rumput banyak tumbuh dan akan terjadi kontak dengan spora bakteri yang ada di tanah sehingga ketika rumput tersebut dimakan oleh hewan ternak, hewan tersebut terinfeksi bakteri antraks dan jika spora langsung terhirup dan masuk ke saluran pernapasan manusia maka manusia langsung terinfeksi antraks. Umumnya, penyakit antraks dipengaruhi oleh faktor musim, iklim, suhu dan curah hujan yang tinggi (Damayanti, Saraswati, & Wuryanto, 2012).Â
Selain itu, dipengaruhi adanya aktivitas erat penanganan hewan terpapar antraks khususnya di daerah endemis, aktivitas memelihara ternak, memberi pakan dan minum hewan ternak, menyentuh hewan yang rawan antraks, penyembelihan hewan yang rawan antraks, aktivitas menangani daging dan kulit yang rawan antraksserta aktivitas menjual dan mengkonsumsi daging hewan ternak yang rawan antraks.
Jaringan atau organ yang terinfeksi antraks tergantung pada jalur masuknya bakteri Bacillus anthrachis ke tubuh manusia. Jalur masuknya bakteri antraks ke tubuh manusia melalui beberapa jalur yaitu jalur kulit, pencernaan, dan pernapasan.Â
Gejala yang ditimbulkan berbeda – beda sesuai dengan jalur masuknya bakteri antraks ke tubuh manusia. Pada jalur kulit, bakteri antraks akan masuk atau menginfeksi melalui kulit yang lecet, luka, abrasi, dan adanya bekas gigitan serangga dengan masa inkubasi 2 sampai 7 hari.Â
Gejala yang ditimbulkan meliputi demam tinggi, sakit kepala, adanya ulkus yang ditandai jaringan nekrotik berwarna hitam ditengah dan dikelilingi vesikel dan edema, mortalitasnya 10 – 20% jika tidak segera diobati.Â
Pada jalur pencernaan, bakteri antraks dapat masuk ke tubuh manusia melalui makanan yang terkontaminasi bakteri antraks dengan masa inkubasi 2 sampai 5 hari. Gejala yang ditimbulkan meliputi demam tinggi, sakit perut, diare, adanya darah pada feses, asites, dan toksemia, mortalitasnya 25 – 75%. Pada jalur pernapasan, manusia dapat terinfeksi bakteri antraks karena menghirup spora bakteri antraks dengan masa inkubasi 2 sampai 6 hari. Gejala yang ditimbulkan yaitu langsung demam tinggi dan nyeri pada bagian dada, mortalitasnya lebih dari 86% dalam waktu 24 jam (RI, 2017).
Strategi dan upaya penanganan serta pencegahan penyakit antraks yang telah dilakukan oleh Pemerintah Kabupaten Gunung Kidul dengan Dinas Kesehatan dan Dinas Ketahanan Pangan yaitu dengan melakukan penyelidikan dan skrining secara terpadu kepada masyarakat setempat khususnya yang memiliki hewan ternak (mediaindonesia.com: Ekonomi, 2022), melakukan sosialisasi secara berkala kepada masyarakat di daerah endemis tentang bahaya penyakit, epidemiologi, dan cara pencegahan dan penanggulangannya.Â
Tidak hanya pemerintah tetapi seluruh kalangan masyarakat juga harus ikut andil misalnya dengan memberi bantuan berupa obat - obatan kepada masyarakat yang membutuhkan, melaporkan ke fasilitas kesehatan setempat terkait penemuan kasus antraks di lingkungan sekitar, menggunakan alat atau pelindung diri saat bekerja yang kontak langsung dengan hewan ternak rentan antraks, dan seluruh pihak harus bekerja sama untuk membuat dan menjalankan program vaksinasi antraks pada hewan ternak di daerah endemis antraks dan daerah yang rentan terjangkit antraks agar cepat dalam penanangannya (RI, 2017).
Daftar Pustaka
Damayanti, R., Saraswati, L., & Wuryanto, M. (2012). Gambaran Faktor-Faktor yang Terkait
Dengan Antraks Pada Manusia di Desa Karangmojo, Kecamatan Klego, Kabupaten
Boyolali Tahun 2011. Jurnal Kesehatan Masyarakat Vol. 1, No. 2, 454-465.
mediaindonesia.com: Ekonomi. (2022, Juni 19). Retrieved from Media Indonesia:
http://mediaindonesia.com/ekonomi/468404/kementan-turunkan-tim-bantu-penanganan-
kasus-antraks-di-gunung-kidul
Ramadhan, F. M. (2022, Juni 19). Grafis. Retrieved from Tempo.Co:
https://grafis.tempo.co/read/1961/sebab-dan-pencegahan-kasus-antraks-merebak-
kembali-di-gunungkidul
RI, K. K. (2017). Petunjuk Teknis Pencegahan dan Pengendalian Antraks. Jakarta: Kementerian
Kesehatan RI.
Tanzil, K. (2013). Aspek Bakteriologi Penyakit Antraks. Jurnal Ilmiah WIDYA Kesehatan dan
Lingkungan Vol. 1 No. 1, 1-5.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H