Mohon tunggu...
Priliano Nanda Gemilang
Priliano Nanda Gemilang Mohon Tunggu... Lainnya - Viva Historia!

Seonggok daging yang cukup suka menulis.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Menilik Buku Asia Tenggara dalam Kurun Niaga 1450 - 1680 Jilid 1: Tanah di Bawah Angin

10 Oktober 2020   21:02 Diperbarui: 10 Oktober 2020   21:05 49
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

IDENTITAS BUKU

Anthony Reid, Asia Tenggara dalam Kurun Niaga 1450 -- 1680 (Jilid 1: Tanah di Bawah Angin), Kata Pengantar: Onghokham, Penerjemah: Mochtar Pabotinggi, Yayasan Pustaka Obor Indonesia, Jakarta, Cetakan Ketiga: 2014, xxxiv + 332 hlm.; 24 cm.

Judul Asli: Southeast Asia in Age of Commerce 1450 -- 1680, Volume One: The Lands Below The Winds, ISBN 978-979-461-107-7 (no. jilid legkap), ISBN 978-979-461-108-1 (jilid 1), Copyrigth, 1988 by Yale University, Published by Yale University Press, New Haven and London.

Dalam pendahuluan buku ini dijelaskan bahwa Asia Tenggara sebagai suatu kesatuan fisik dan kesatuan manusia. Lebih lanjut lagi kemudian dibahas mengenai kondisi alam Asia Tenggara dan pemanfaatan sumber daya alam yang optimal oleh penduduknya. Dalam buku ini nanti juga dijelaskan upaya-upaya yang dilakukan untuk menjinakkan hutan tropisnya. Dibahas juga mengenai keragaman bahasa, kebudayaan, dan agama penduduk di Asia Tenggara. Adanya mobilisasi penduduk entah itu yang menetap maupun yang transit di Asia Tenggara membuat keragaman di dalamnya. China, India, dan Jepang merupakan negara-negara yang memulai hubungan dengan Asia Tenggara, baik dalam hal perdagangan, ataupun hubungan dengan kerajaan-kerajaan yang ada di Asia Tenggara.

 Kemudian Anthony menjabarkan tentang kondisi kesejahteraan fisik masyarakat di Asia Tenggara. Dalam buku ini, ia mulai dengan memberi gambaran jumlah penduduk (yang dipengaruhi oleh kelahiran, kematian, dan perpindahan) khususnya pada wilayah Jawa, Siam, Birma dan Vietnam. Ia mengungkapkan bahwa telah terjadi ketidakseimbangan antara tingkat pertumbuhan penduduk di beberapa bagian di Asia Tenggara. Selanjutnya, Anthony berbicara mengenai pertanian dimana masyarakat Asia Tenggara banyak yang bercocok tanam ubi, talas, gandum, dan sagu. Ia juga menuliskan penggunaan tanah di daerah berbukit dan hutan-hutan yang masih belum tersentuh tangan manusia. Anthony kemudian membahas mengenai peralatan untuk bercocok tanam yang digunakan saat itu. Ia menjelaskan bahwa peralatan yang digunakan masih sangat sederhana.

Beberapa makanan utama yang diperdagangkan mereka diantaranya adalah ikan dan garam. Selain itu, mereka juga mengonsumsi beberapa jenis daging seperti kerbau, babi, dan ayam. Mereka juga mempunyai tradisi meminum air dengan dicampur limun, kayu manis, buah pala, dan lain-lain. Disebutkan juga terdapat sirih dan pinang yang berfungsi untuk menenangkan otak dan sistem syaraf sentral. Penyakit-penyakit seperti lumpuh, rapuh, tuli, dan sejenisnya jarang ditemui di Asia Tenggara. Hal ini karena ketersediaan air bersih yang melimpah dapat digunakan untuk membersihkan tubuh mereka. Pada perkembangannya, mulai muncul gejala-gejala penyakit lain seperti demam dan masuk angin. Mulailah mengenal obat-obatan tradisional yang mendapat pengaruh dari tradisi India. Sistem pengobatan yang dilakukan pada masa itu adalah ramuan tumbuhan, mandi, dan pemijatan. Sebenarnya telah ada penyakit gangguan kejiwaan, akan tetapi, masyarakat lokal pada waktu itu masih mengaitkannya dengan hal metafisik. Barulah kemudian pada abad ke-16an dan ke-17, cacar dan radang paru-paru muncul dan menjadi wabah yang paling ditakuti.

Untuk tempat tinggal, Anthony menjelaskan mengenai rumah-rumah sederhana yaitu rumah panggung. Pada umumnya, terdapat bagian perapian dan ruang tamu yang posisinya lebih rendah dari ruang tengah. Perabotan yang digunakan juga masih sederhana. Sebagai sumber penerangan biasanya masyarakat lokal menggunakan lilin atau lampu minyak jika diperlukan dalam waktu lama (misalnya semalam suntuk).

Dijelaskan pula mengenai tubuh sebagai medium dalam berkesenian. Tubuh yang dihias dianggap membedakan diri manusia yang telah dewasa dengan anak-anak bahkan hewan. Beberapa cara berhias yang disebutkan dalam buku ini adalah dengan meratakan gigi, hiasan telinga, merajah kulit/tato, dan memanjangkan serta melebatkan rambut. Untuk rambut, disebutkan bahwa pada abad ke-16 dan 17 terjadi pergeseran kebiasaan ketika Agama Islam dan Kristen masuk. Laki-laki mulai memotong rambutnya karena tuntutan agama.

Sebelum abad ke-15, masyarakat lokal di Asia Tenggara dipandang tabu oleh bangsa pendatang. Hal tersebut diceritakan dalam buku ini bahwa bangsa asing yang datang (Eropa, Cina, dan Asia Barat) terkejut melihat "ketelanjangan" masyarakat lokal. Mereka tidak menggunakan alas kaki, tidak menggunakan penutup kepala, bahkan telanjang dari pinggang ke atas. Selera berpakaian mulai berkembang seiring dengan pertumbuhan kota ketika para pedagang asing mulai banyak yang masuk dan juga masuknya pengaruh agama dalam kehidupan masyarakat yang membuat mereka mau atau tidak mau harus patuh terhadap apa yang diajarkan agamanya.

Asia Tenggara diapit dua pasar pakaian yang cukup besar, yaitu India dengan pakaian dari kapas dan Cina dengan pakaian dari Sutera. Asia Tenggara dalam hal ini lebih menjadi konsumen, bukan produsen. Namun, bukan berarti Asia Tenggara tidak memroduksi sama sekali. Produksi tetap dilakukan namun sangat lambat. Seiring berjalannya waktu, produksi kemudian dikembangkan dan dapat meningkat. Demikian halnya dengan kemampuan desain, untuk urusan desain, Asia Tenggara dapat bersaing dengan yang lain. Hingga akhirnya pada abad ke-17, Sulawesi Selatan sempat menjadi daerah pengekspor pakaian terkemuka di kepulauan.

Dalam buku ini juga dibahas mengenai kerajinan emas dan perak. Beberapa daerah penghasil emas waktu itu ialah Minangkabau (Kerajaan Sriwijaya), Bukit Barisan (Aceh), Perbukitan Luzon, Champa, dan Vietnam bagian selatan. Perak tidak begitu dihargai dan tidak banyak jumlahnya. Selain itu, juga terdapat pengerajin atau pandai besi tetapi mereka tidak memroduksi dalam skala besar. Diceritakan pula tentang keramik yang banyak berkembang di daerah Indocina.

Kemudian Reid menjelaskan tentang perbedaan yang cukup signifikan di antara kekuasaan di Asia Tenggara dan Eropa, atau bahkan Asia belahan lainnya. Kekuasaan di mana tempat tinggal selalu berpindah-pindah, dan pengikut merupakan harta yang paling berharga. Genealogi atau keturunan bukanlah suatu hal yang pasti untuk menjadi penerus, mengingat faktor-faktor lain seperti adanya saudara, calon yang lebih kuat, dan lain-lain, sehingga pengikut merupakan faktor yang benar-benar esensial adanya.

Ketika perang terjadi, orang-orang Asia Tenggara tidak lagi bertempur dengan senjata tradisional, melainkan dengan alat-alat modern yang didapat dari berniaga, atau bahkan pasukan bayaran yang dipimpin oleh bangsawan, tidak seperti cerita dalam kronik-kronik yang menyaktikan raja. Tidak sulit untuk mendapatkan senjata ini, karena caranya tidak serumit perubahan sosial dan politik akibat perang dan dagang.

Berbeda dengan orang-orang Eropa yang biasa dengan menghancurkan kota dan pertumpahan darah, orang-orang Asia Tenggara lebih mementingkan pencarian budak, karena tujuan mereka adalah untuk menambah tenaga manusia. Oleh Reid, hal ini dibuktikan melalui omongan Jenderal Coen mengenai Pangeran Banten yang lebih takut akan penyerbuan oleh Mataram dibandingkan orang-orang Eropa, karena mereka lebih mengetahui tentang daerah Banten.

Dijelaskan pula mengenai buruh dan pembayarannya pada masa itu. Namun, ada juga orang-orang yang secara percuma menyerahkan diri mereka, sehingga Reid menggunakan kata "orang terikat" untuk membedakan mereka dengan tawanan perang atau orang-orang yang gagal membayar utang.

Kekokohan agama seperti Islam, Kristem, Buddha, dan Konfusianisme tidak mempengaruhi pola yang menyangkut otonomi dan kedudukan ekonomis kaum wanita yang relatif tinggi. Di Asia Tenggara, nilai perempuan tidak dipertanyakan, karena peran reproduktif mereka, menurut Reid, menganugerahkan kekuatan magis dan ritus yang sulit ditandingi. Berbeda dari Cina, suatu pasangan lebih sering tinggal di desa sang istri. Hukum-hukum mengenai warisan dan harta dari luar tidak pernah diterapkan secara efektif.

Kesusastraan Asia Tenggara pada masa itu pun menunjukkan peranan aktif perempuan dalam hubungan seksual dan emosional. Kedudukan perempuan juga dapat dilihat dari pembedahan pada alat kelamin laki-laki untuk memuaskan perempuan, yang lalu dapat diketahui sebagai otoritas perempuan, tetapi kebiasaan ini mulai dihilangkan ketika Islam datang.

Perkawinan di Asia Tenggara banyak bersifat monogami dengan proses perceraian yang tidak sulit untuk kedua pihak, tetapi hal ini tidak berlaku untuk para raja yang mempunyai banyak istri sebagai simbol status dan senjata diplomasi, mengingat beberapa dari mereka ditawarkan oleh keluarganya sebagai upeti atau bentuk kesetiaan. Keperawanan dianggap sebagai penghalang perkawinan. Ada ritual-ritual yang bertujuan untuk memecahkan selaput dara gadis-gadis muda sebagai tanda bahwa mereka telah dewasa, cukup berbeda dengan zaman sekarang yang mengagung-agungkan selaput dara, laki-laki justru lebih senang dengan perempuan yang berpengalaman.

Pernikahan muda di Asia Tenggara sungguh mengejutkan orang-orang Eropa, tulis Reid. Ada juga laporan bahwa seorang suami berhak tidur dengan saudara istrinya yang lebih tua sembari menunggu istrinya cukup tua untuk berhubungan seksual, biasanya pada umur 12 atau 13 tahun. Pernikahan dini diadakan oleh orang tua untuk mencari pasangan yang dianggap tepat untuk anaknya. Pada abad ke-19, Aceh dan Banten terkenal dengan pernikahan pada usia dini. Tetapi, Reid menyimpulkan bahwa hal ini bukanlah sesuatu yang umum dilakukan, kecuali oleh para bangsawan. Wanita di kalangan rakyat biasa mungkin menikah antara usia 15 hingga 21 tahun.

Perawatan anak di Asia Tenggara pun berbeda dengan di Eropa. Mereka menyusui anaknya hingga umur dua atau tiga tahun. Walau para wnita melahirkan lebih dini, perhentian kelahiran pun lebih cepat juga dilakukan. Mereka biasa menghentikan bersenggama, dan ada pula faktor lain seperti gonorrhea. Beberapa menganggap bahwa banyaknya anak merupakan suatu aib, karena pembagian harta yang semakin banyak pula, karenanya mereka menentukan kesuburannya sendiri.

Peranan wanita di Asia Tenggara sangatlah besar. Terlihat dari kesustraan, dan juga partisipasi mereka dalam ekonomi seperti perdagangan dan pemasaan, yang lagi-lagi membuat orang-orang asing heran karena tidak terbiasa dalam menghadapi wanita bila berdagang. Selain itu, wanita juga berperan dalam diplomasi. Mereka yang menjadi teman tidur atau teman dagang saudagar asing menjadi fasih dalam berbahasa.Bahkan, beberapa negara lebih suka mengirimkan perempuan sebagai utusan, atau menjadikan wanita sebagai penguasa bila negaranya mementingkan niaga. Mereka digadang-gadang sebagai pencipta perdamaian. Selain niaga dan diplomasi, wanita juga memiliki kontribusi besar dalam dunia hiburan. Tetapi, sistem agama formal menurunkan kedudukan wanita dengan tidak mengajarkan mereka cara menulis dan membaca, walau ada juga tempat yang tidak menerapkan pengajaran ini.

Iklim tropis di Asia Tenggara membuat berbagai bahan tanaman dapat tumbuh dengan subur sehingga tidak memerlukan usaha lebih untuk memperoleh makanan. Masyarakat Asia Tenggara memiliki waktu luang di malam hari. Hal ini dimanfaatkan untuk saling bertemu dan berpesta. Setiap orang bahkan wajib menghadiri acara ini seperti halnya bekerja. Acara ini tidak serta-merta mengikis kesenjangan sosial justru membuat semakin terlihat. Kekacauan, seks bebas, dan pergaulan bebas menjadi masalah pesta-pesta di pinggiran.

Kemudian penulis juga menyebutkan legitimasi kekuasaan raja melalui pesta. Raja menggelar pesta untuk menunjukkan eksistensinya kepada rakyat yang dipimpinnya. Penobatan raja, perkawinan, penguburan, dan ritus lain dilakukan dengan arak-arakan dan pesta besar-besaran. Kemeriahan dan kegembiraan yang didapatkan merupakan wujud dari kemurahan kosmik seorang raja yang besar.

Ada pula suatu pesta dalam bentuk perlombaan yang mempertarungkan hewan. Biasanya hewan tersebut adalah gajah, kerbau, dan kijang (atau kadang manusia). Para raja menganggap gajah sebagai hewan kerajaan yang tinggi nilainya sehingga gajah memiliki peran cukup penting dalam kerajaan. Ada pula sabung ayam yang biasanya di gelar di tengah-tengah acara kerajaan sedang berlangsung.

Bagi anak-anak, bermain pasti menjadi kegiatan yang menyenangkan. Layang-layang menduduki tempat yang penting ketika kemarau. Biji dan buah-buahan bulat biasa digunakan sebagai kelereng pada waktu itu. Permainan gasing yang saat ini diminati juga menjadi permainan yang menyenangkan yang muncul sekitar abad ke-15. Setelah itu permainan kartu dari Cina dan catur dari India diperkenalkan melalui perniagaan.

Dalam buku ini juga dijelaskan bahwa masyarakat lokal gemar bernyanyi, menari, dan mementaskan pertunjukan. Tak ayal pada perkembangannya dijelaskan bahwa setiap utusan dan pengunjung yang datang dihibur dengan tarian atau sandiwara di panggung teater dan tarian dengan musik yang selalu menyertainya.

"Revolusi  Niaga" kemudian muncul pada pertengahan abad ke-17 secara radikal menafikan dampak dari kegiatan perniagaan di kawasan tersebut. Kota-kota bumiputera mengalami kemerosotan, mundur dari perniagaan internasional atau kalah karena adanya monopoli dagang Belanda. Hingga pada akhir abad ke-19 medan kapitalisme semakin membanjir dan negeri-negeri ini tidak dapat bersaing dengan patokan yang sama dengan bangsa pengusik seperti yang berlangsung selama periode perniagaan mereka.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun